Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Pengalaman Tersambar Petir saat Mendaki Gunung Slamet

Fadlir Nyarmi Rahman oleh Fadlir Nyarmi Rahman
9 Agustus 2020
A A
pengalaman tersambar petir ketika mendaki gunung slamet mojok.co

pengalaman tersambar petir ketika mendaki gunung slamet mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Perayaan akhir tahun itu harusnya menyenangkan. Apalagi merayakannya dengan camping di gunung. Namun, bayangan itu kandas bersama tubuh yang tergeletak di tanah akibat tersambar petir. Kejadian itu terjadi di penghujung 2016 ketika saya bersama dua teman memutuskan merayakan pergantian tahun di Pos 1 Gunung Slamet atau dikenal dengan nama Wadas Gantung.

Tidak ada bayangan sama sekali akan mengalami hal itu saat berangkat. Sebab cuacanya terang benderang bahkan cenderung panas. Tapi nyatanya setelah tiba di basecamp pendakian Gunung Slamet via Gunung Malang, Purbalingga, langit mulai mendung, gerimis jatuh pula.

Setelah melakukan registrasi, dengan pikiran gegabah bahwa “mumpung masih gerimis”, kami pun memutuskan untuk langsung jalan. Perjalanan dimulai sekitar pukul 5 sore dengan melewati ladang sayur milik warga dan di saat itu gerimis jadi hujan. Kami berhenti untuk memakai jas hujan. Sialnya, jas hujan tak mampu melindungi tubuh dari basah. Hujan terlalu deras, angin bertiup dengan ganas.

Alih-alih berpikir untuk kembali ke basecamp, kami nekat melanjutkan. Dan tibalah ke kawasan hutan yang diisi pohon damar tinggi-tinggi. Di hutan itu, petir mulai terdengar. Jarak sambarannya mungkin dekat dengan jalur pendakian yang kami lalui. Pasalnya hanya berselang sepersekian detik setelah kilat cahaya, gelegar suara terdengar keras sekali.

Kami mulai panik dan berpikir untuk putar balik. Namun masih ada rasa sayang karena sudah menempuh setengah jalan. Entah dorongan dari mana, kami nekat. Pada saat itu saya jadi teringat bahwa dua hari sebelumnya ada tiga pendaki yang meninggal tersambar petir di pos 7 Gunung Slamet.

Kami bertiga terus berjalan sambil melantunkan nama Tuhan. Saya terus teringat pendaki yang meninggal itu dan membuat saya takut akan bernasib sama. Demi menjaga mood kedua teman itu, saya tak berani mengungkapkan ketakutan tersebut.

Suasana semakin menegangkan ketika saya tersadar bahwa kami tak menemui pendaki lain di sepanjang perjalanan. Tak akan ada yang tahu dan menolong nantinya jika hal buruk terjadi. Saya menjadi lebih takut lagi.

Kemudian tibalah di perbatasan hutan dengan ladang rumput yang luas. Tepat di pohon terakhir, kami memutuskan berhenti. Kami berpikir bahwa bisa tersambar jika nekat berjalan di ladang yang tak ditumbuhi pohon yang tinggi. Namun nasib sial menimpa.

Baca Juga:

Booking Lahan Camp di Gunung oleh Biro Open Trip Itu Nggak Masuk Akal, Sejak Kapan Gunung Jadi Lahan Milik Pribadi?

Saya Baru Bisa Mensyukuri Purwokerto Setelah Merantau ke Jogja, Kota Istimewa yang Malah Bikin Saya Gundah Gulana

Saya masih ingat, saat berhenti di situ saya sedang memperingati teman saya agar jangan mengangkat tenda yang masih terbungkus ke atas kepala. Namun sebelum selesai saya berkata, tiba-tiba saja pandangan saya gelap. Saya tak sadarkan diri.

Tahu-tahu saya sudah tergeletak dengan posisi tengkurap di tanah. Entah berapa lama kami tak sadarkan diri, sepertinya sebentar. Kepala saya pusing sekali seperti habis dihantam. Telinga saya berdenging dan tak mendengarkan apa-apa. Saya mendongakkan kepala dan mendapati kepulan asap di sekitar tubuh teman saya yang juga tergeletak.

Namun, saya tetap diam memandangi tubuh itu meskipun saya sadar bahwa kami telah tersambar petir. “Habis sudah riwayat kami,” pikir saya pada saat itu.

Tiba-tiba teman saya yang saya kira sudah mati itu, bangun. Kami lalu membangunkan teman yang satunya lagi. Berkat rasa panik, sakit setelah tersambar petir tak terasa dan justru menambah tenaga untuk berlari kencang pulang ke basecamp.

Di medan yang sudah terguyur hujan dan juga licin, lari kami terseok-seok. Keadaan hujan masih deras, petir menyambar ke pohon-pohon yang kami lalui. Dari arah kanan dan kiri terdengar sambaran petir seperti sedang mengejar kami.

Kami terus menyebut nama Tuhan. Apa pun puji-pujian yang terpikir, otomatis terlafalkan di bibir. Seakan-akan kami berbicara dalam bahasa Arab. Bagi saya, itu adalah momen paling kacau dalam hidup. Saya merasa seperti dihadapkan dengan kematian. Meskipun sekarang saya pikir, yang tersambar petir adalah pohon tempat kami berhenti dan kami hanya ikut tersengat tegangan listriknya. Jika petir menyambar secara langsung ke tubuh kami, mestinya kami sudah mati.

Singkat cerita—karena saya tak mau mengingat-ingat momen itu—tibalah kami di basecamp pendakian saat hari sudah gelap. Saat itu sudah banyak pendaki lain yang memilih bersabar untuk mendaki setelah hujan reda.

Tim penjaga basecamp yang melihat kami turun lagi, langsung memisahkan kami dengan pendaki lain dan membawa kami ke dapur. Saya kira karena kami basah, ternyata karena menduga telah terjadi apa-apa pada kami. Kami pun menceritakan kronologi kejadian.

Lalu kami ditawari untuk tinggal dahulu di situ. Namun kami menolak. Kami memilih untuk pulang. Di jalan kami tak tahu harus ke mana. Sebab jika pulang ke rumah pasti dicurigai karena kami sudah pamit ke orang tua. Akhirnya kami pulang ke rumah teman yang lain.

Di perjalanan pulang, saya masih ngeri dan kagetan apabila melihat kilat atau mendengar suara petir. Bahkan sampai sekarang saya masih seperti itu. Mungkin sudah menjadi suatu trauma bagi saya.

Selain itu, ternyata muncul juga ketakutan-ketakutan lain akibat insiden tersambar petir. Hingga sekarang saya tak berani memainkan ponsel atau alat elektronik lain saat hujan deras. Bahkan sebelum turun hujan saja, tetapi sudah terdengar suara gludug-gludug, saya pasti langsung mematikan ponsel. Saking parnonya, pernah suatu kali saya kehujanan di jalan kemudian menepi ke dalam minimarket hanya untuk mematikan ponsel tanpa membeli apa-apa.

Saya juga menjadi mudah kaget dan terkejut jika ada suara keras yang tiba-tiba terdengar. Misalnya suara-suara seperti ledakan petasan, knalpot, atau bahkan jika dikagetkan teman dari belakang.

Untungnya ada satu trauma yang sekarang sudah hilang. Yaitu trauma untuk mendaki gunung. Meskipun harus menunggu dua tahun untuk berani mendaki lagi, itu pun bukan mendaki gunung yang sama saat saya tersambar petir.

Setiap saya ceritakan pengalaman ini, teman-teman saya selalu terbahak-bahak. Semoga kalian juga, bisa terhibur di atas penderitaan saya. Tapi sampai sekarang saya belum berani menceritakannya kepada orang tua. Biar saja mereka tahu sendiri jika tulisan ini dimuat dan linknya sampai di ponsel mereka.

BACA JUGA Stop Menjelaskan Sensasi Naik Gunung pada Mereka yang Skeptis dan tulisan Fadlir Rahman lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 9 Agustus 2020 oleh

Tags: gunung slametMendaki Gunungtersambar petir
Fadlir Nyarmi Rahman

Fadlir Nyarmi Rahman

Seorang radiografer yang sedikit menulis, lebih banyak menggulir lini masa medsosnya. Bisa ditemui di IG dan Twitter @fadlirnyarmir.

ArtikelTerkait

Bukan Semarang, Sebaik-baiknya Tempat Tinggal di Jawa Tengah Adalah Purwokerto

Bukan Semarang, Sebaik-baiknya Tempat Tinggal di Jawa Tengah Adalah Purwokerto

7 Februari 2024
5 Keunikan Purbalingga yang Tidak Dimiliki Daerah Lain (Unsplash.com)

5 Keunikan Purbalingga yang Tidak Dimiliki Daerah Lain

26 Agustus 2022
Pendakian Gunung Slamet dan Pengalaman Horor di Pos Samarantu terminal mojok.co

Pendakian Gunung Slamet dan Pengalaman Horor di Pos Samarantu

21 Desember 2021
Kisah 6 Perempuan Menaklukkan Gunung Slamet (Unsplash)

Kisah 6 Perempuan Menaklukkan Gunung Slamet

1 November 2023
Menyoal Larisnya Konten Horor Pendakian Gunung dan Nyinyiran pada Konten Romantisismenya mojok.co

Menyoal Larisnya Konten Horor Pendakian Gunung dan Nyinyiran pada Konten Romantismenya

26 Agustus 2020
Sudah Saatnya Warga Jogja Menggunakan Fitur Klakson Saat Berkendara, Sebab Jalanan Jogja Sudah Mulai Berbahaya jogja istimewa purwokerto

Saya Baru Bisa Mensyukuri Purwokerto Setelah Merantau ke Jogja, Kota Istimewa yang Malah Bikin Saya Gundah Gulana

12 Mei 2025
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

24 Desember 2025
Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025
Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025
5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.