Beberapa bulan yang lalu, saya mendapat tawaran pekerjaan dari kakak saya. Beliau bekerja di sebuah konter HP yang terbilang cukup besar di kota saya, konter yang memasok voucher kuota internet untuk hampir seluruh ponsel-ponsel kecil yang tersebar di tiap sudut kota. Tawaran pekerjaan yang tadi saya bilang adalah tawaran untuk jadi tukang cap voucher kuota tersebut. Kalau Anda pengguna kuota internet, pasti sudah nggak asing lagi dengan voucher isi ulang, kan. Iya voucher yang biasanya ada hologramnya itu, dan untuk mengisi ulang kuota, kita perlu menggesek hologram tersebut untuk mengetahui nomor token di baliknya.
Biasanya, di bagian depan atau belakang voucher terdapat informasi jumlah kuota internet yang ada di dalamnya, entah ditulis dengan spidol atau cap stempel. Nah, tugas saya adalah ngecap jumlah kuota yang ada pada voucher tersebut menggunakan stempel. Misal, di selembar voucher berisi 12GB untuk 30 hari, maka saya ngecap voucher tersebut dengan stempel “12GB 30H.” Dan kalau saya kebetulan ditugaskan untuk ngecap voucher berisi 2GB untuk lima hari, maka saya ngecap voucher tersebut dengan stempel “2GB 5H”, ya kira-kira begitulah tugas saya. Stempel yang saya pakai akan berbeda tergantung dari isi voucher itu sendiri. Dan yang sangat mengejutkan adalah saya diupah Rp15 untuk selembar vouchernya.
Saya nggak salah ketik, dan Anda juga nggak salah baca. Untuk mengecap selembar voucher yang terdiri dari stempel isi kuota dan stempel tanggal kedaluwarsa itu, saya dibayar Rp15. Tapi, dalam sehari, saya bisa mengecap empat ribu lembar voucher, yang artinya bayaran saya adalah Rp60.000 per harinya. Dan jujur saja, untuk ngecap satu lembar voucher memang nggak berat, maka seimbang saja kalau dihargai hanya Rp15. Dan dalam 15 hari, saya bisa mengecap 60.000 lembar voucher kuota internet.
Biasanya saya diberi pekerjaan ini jika konter tempat kakak saya bekerja sedang kehabisan stok voucher, saya ditugaskan mengecap sebanyak yang saya bisa untuk mengisi stok couver tersebut secepat mungkin. Sebenarnya pekerjaan ini memiliki waktu dan beban kerja yang fleksibel. Kalau saya mau, saya bisa mengerjakannya sepanjang hari jika saya nggak punya kegiatan lain selain ini. Saya juga bisa mengerjakannya tengah malam, atau pagi buta setelah salat Subuh. Pokoknya benar-benar sebebas saya saja.
Sebenarnya pekerjaan ini bukan pekerjaan keren, maka saya sungkan menyebutnya sebagai freelance, hahaha. Ya gimana mau keren, wong saya cuma mainan stempel beserta bantalannya. Tapi, nggak apa-apa nggak keren, yang penting dalam sebulan saya bisa menghasilkan lebih dari satu juta rupiah. Memang bukan nominal yang besar bagi orang lain, tapi bagi saya yang masih seorang remaja, bisa menghasilkan uang sebesar itu tiap bulannya sudah merupakan sebuah kebanggaan.
Dari yang saya ceritakan di atas, mungkin pekerjaan ini terdengar saat nyaman. Waktu dan beban kerja yang “terserah saya” dan bayaran yang lumayan. Tapi, sebenarnya lagi, ya nggak seenak itu juga, Mylov. Ya bayangkan saja dalam sehari saya harus ngecap voucher yang bentukan kertasnya nggak lebar, ya seukuran voucher kuota pada umumnya saja, dengan jumlah yang nggak sedikit. Empat ribu lembar itu banyak, Bos.
Akibatnya bahu dan punggung saya pegalnya minta ampun. Serasa mau patah tulang rusuk saya ini. Nggak jarang juga saya minta libur barang satu hari untuk mengistirahatkan punggung yang harus duduk anteng dalam waktu yang lama. Belum lagi kalau saya lagi semangat menulis artikel, makin pegal saja bahu saya harus mengetik panjang lebar di laptop. Dan nggak jarang lagi, saya minta ibu untuk mijitin badan saya.
Saya jadi merasa bersalah, harusnya saya yang mijitin ibu. Kok malah saya yang minta ibu mijitin saya. Tapi, apa mau dibuat. Kalau nggak dipijit, badan saya sakit banget. Nyatanya, pekerjaan ini nggak seenak yang terdengar. Walau bayarannya lumayan, tapi sakit punggungnya juga njarem, Ngab.
Belum lagi ada syarat tertentu untuk ngecap voucher tersebut. Saya nggak boleh sampai salah stempel isi voucher. Misal isi voucher adalah 12GB, saya malah memakai cap 2GB. Itu adalah kesalahan fatal, karena harga voucher tergantung dari isinya, kan. Kalau sampai salah stempel, mana ada pelanggan yang mau menerima voucher 12GB yang tulisannya 2GB, sudah pasti akan menimbulkan kesalahpahaman.
Alhamdulillahnya, sampai hari ini saya belum pernah melakukan kesalahan tersebut, dan semoga saja nggak bakal pernah. Belum lagi saya dituntut untuk mengecap dengan rapi, nggak terlalu tebal, juga nggak terlalu tipis. Kalau ketebalan, bisa luntur kalau nggak sengaja bersentuhan dengan permukaan lain disaat tinta stempelnya belum kering. Dan kalau ketipisan, kalau vouchernya disimpan dalam jangka waktu lama, lama-lama terkelupas juga capnya. Nah ribet, kan.
Selain itu, saya juga nggak boleh sampai salah stempel tanggal kedaluwarsa, karena ini menyangkut umur pakai kuota internet tersebut. Pernah beberapa kali saya salah tanggal, untungnya cuma beberapa lembar dan tanggalnya nggak terlalu jauh beda dengan tanggal yang ditentukan. Saat itu, masih aman nyawa saya.
Dari pengalaman ini, saya mengerti bahwa di zaman sekarang, hal kecil saja bisa menjadi mata pencaharian. Dan hasil dari jerih payah saya mengecap voucher kuota internet ini, lumayan juga. Mungkin bisa menjadi peluang pekerjaan bagi Anda, yang mau punya pekerjaan dengan waktu yang fleksibel. Tapi, saya ingatkan lagi, punggungmu bakal njarem, Gan. Poin selanjutnya, cari saja siapa yang memerlukan tenaga Anda tersebut.
BACA JUGA Saya Memainkan Game Dinosaurus Google Chrome selama Dua Jam, Inilah yang Terjadi dan tulisan Vivi Wasriani lainnya.