Beberapa minggu lalu, saya menonton Instagram Reels milik Ganjar Pranowo. Dalam video tersebut, blio berkunjung ke rumah Agus Purwanto alias Abah Lala, pencipta lagu “Ojo Dibandingke”. Lagu tersebut pernah viral saat dinyanyikan oleh penyanyi cilik Farel Prayoga pada upacara HUT ke-77 RI di Istana Negara.
Lantaran penasaran, saya lalu mengeklik akun Instagram @abahlalareal milik Abah Lala. Di sana saya menjumpai sejumlah postingan blio yang sedang mengaktualisasikan karya-karyanya. Namun, ada satu postingan yang bikin jempol saya berhenti scrolling, yakni postingan mengenai lampiran sertifikat hak cipta lagu Abah Lala yang berjudul “Ojo Dibandingke”. Dalam sertifikat itu pula terdapat tanda tangan Yasonna H. Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Melihat postingan Abah Lala disertai caption-nya, saya jadi terinspirasi untuk melakukan hal serupa. Kebetulan almarhum bapak saya dulunya pernah membuat sebuah album lagu campursari religi berjudul Pepeling. Sayangnya, sebelum album tersebut diviralkan secara nasional, blio telanjur meninggal dunia. Jadinya, lagu-lagu itu terbengkalai sampai sekarang. Saya yang memang nggak berbakat soal musik nggak cukup kuat untuk meneruskan jejak almarhum bapak.
Meski begitu, saya tetap ingin berbakti sepenuhnya sebagai anak, dan salah satu caranya adalah dengan menjaga warisan kekayaan intelektual blio. Apalagi sejak diluncurkan pertama kali pada September 2007 silam, lagu milik bapak belum terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Artinya, album milik bapak rawan disalahgunakan.
Jadi, gimana pengalaman keberhasilan saya mengurus hak cipta lagu milik almarhum bapak saya secara online? Berikut penjelasannya:
#1 Daftar sebagai user e-Hak Cipta
Hal pertama yang saya lakukan ketika hendak mendaftarkan hak cipta lagu bapak adalah mendaftar terlebih dulu sebagai user hak cipta melalui website DJKI Kemenkumham ini. Pada tampilan awal laman tersebut, kita harus mengisi identitas diri seperti email, kata sandi, nama lengkap, nomor KTP, tanggal lahir, alamat lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, jenis pemohon, dan nomor telepon. Setelah mengisi data diri secara lengkap, klik “Daftar”.
Tunggulah beberapa saat hingga link aktivasi dikirimkan ke email kita. Klik link tersebut untuk mengaktifkan akun kita.
#2 Bikin permohonan baru
Setelah melakukan aktivasi akun user, selanjutnya kita bisa masuk ke website DJKI Kemenkumham. Pada bagian pojok kanan atas laman, pilih menu “Hak Cipta”, lalu pilih “Permohonan Baru”. Setelah itu muncul template surat pernyataan dan surat pengalihan hak dalam format word untuk diunduh. Lantaran kedua surat tersebut harus dibubuhi materai 10 ribu, pastikan data-data yang kita isi jelas dan benar. Setelah diisi, surat ini akan diunggah pada tahapan selanjutnya.
#3 Isi formulir permohonan baru
Tahap selanjutnya, pilih kembali menu “Hak Cipta” dan “Permohonan Baru”, skip pop-up notification “Unduh Template”, maka akan tampil lembar isian atau formulir. Pada menu “Detail”, terdapat jenis permohonan, jenis ciptaan, sub-jenis ciptaan, judul, uraian singkat ciptaan, tanggal pertama kali diumumkan, negara pertama kali diumumkan, dan kota pertama kali diumumkan.
Selanjutnya ada menu “Data Kuasa”, “Data Pencipta”, dan “Data Pemegang Hak Cipta”. Untuk “Data Kuasa”, boleh dikosongi atau boleh diisi (bila ada). Sementara untuk “Data Pencipta” dan “Data Pemegang Hak Cipta” secara keseluruhan hampir sama, yang perlu diisi antara lain nama, email, nomor telepon, kewarganegaraan, alamat lengkap, dan perusahaan/badan hukum.
Pastikan dengan saksama nggak ada bagian yang salah isi atau terlewat. Perhatikan pula pemilihan diksi yang tepat sehingga nggak menimbulkan makna ambigu. Bagian inilah yang akan menjadi penentu keabsahan sertifikat hak cipta kita. Artinya, saat mengunduh atau mencetak sertifikat yang sudah jadi, lampiran atau gambaran informasinya berdasarkan data isian pada menu ini.
Pada menu lampiran, terdapat beberapa berkas yang wajib diunggah seperti contoh ciptaan (suara/tulisan) dalam format mp4/pdf, contoh ciptaan (link), scan KTP pemohon dan pencipta dalam format pdf, surat pernyataan dan surat pengalihan hak cipta yang sudah diberi materai dalam format pdf. Salinan resmi akta pendirian badan hukum dan scan NPWP perorangan/perusahaan juga dapat diunggah (bila ada). Setelah semua berkas diunggah, klik “Submit”.
Setelahnya, akan muncul pop-up notification (disclaimer) berupa 5 pernyataan. Setelah membaca dan menyetujui seluruh pernyataan tersebut, centang pada kotak “Accept” dan klik “Accept” untuk melanjutkan proses pendaftaran.
#4 Melakukan pembayaran
Setelah berhasil mengajukan pendaftaran, nantinya akan muncul tampilan berupa lampiran data lengkap yang telah kita isi dan pop-up notification untuk biaya permohonan. Selanjutnya pilih “Simpan” hingga muncul billing code atau kode pembayaran pada laman tersebut yang juga dikirimkan lewat email. Kode pembayaran berlaku dua hari sejak kita memperolehnya. Jadi, kode pembayaran dan nomor pendaftaran akan hangus apabila dalam kurun waktu tersebut kita nggak melakukan pembayaran.
Berdasarkan pengalaman saya, dari proses pembayaran hingga proses sertifikat diberikan cukup cepat. Saya melakukan pembayaran pada pukul 08.31 WIB, kemudian pembayaran saya diterima pukul 08.42 WIB. Setelahnya, muncul menu tombol “Sertifikat” pada akun hak cipta saya. Setelah mengeklik tombol “Sertifikat”, sertifikat hak cipta lagu dapat diunduh dalam format pdf untuk disimpan atau dicetak.
Biaya yang saya keluarkan untuk mendaftarkan hak cipta lagu waktu itu sebesar 400 ribu rupiah. Yah, sebuah harga yang awalnya saya pikir eman-eman, apalagi untuk lagu karya almarhum bapak yang belum populer.
Meski begitu, perlindungan hak cipta pada suatu karya memang penting, ygy. Dengan adanya perlindungan tersebut, kita selaku pencipta/pemegang hak cipta mempunyai kekuatan hukum untuk melindungi karya yang telah dihasilkan. Pencipta/pemegang hak cipta juga berhak menerima royalti, komisi, atau imbalan atas karya kita yang telah digunakan orang lain, lho.
Itulah pengalaman saya mengurus hak cipta lagu milik bapak saya secara online. Ternyata mengurus hak cipta suatu karya nggak seribet itu, ya. Apalagi di zaman yang serba digital ini. Semua langsung unduh, unggah, klik sana sini saja. Tinggal masalah biayanya saja sih yang menurut saya lumayan berat.
Penulis: Dhimas Muhammad Yasin
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Melacak Pencipta Linting Daun, Lagu TikTok Paling Fenomenal.