Alun-alun menjadi salah satu tempat yang sangat strategis bagi berkumpulnya masyarakat. Bisa dikatakan alun-alun adalah pusat keramaian di sebuah kabupaten atau kota. Hampir semua kabupaten memiliki sebuah alun-alun. Kecuali, Kabupaten Banyumas. Soalnya alun-alunnya ada dua, jadi bukan sebuah, tapi dua buah. Hehehe.
Garing ya? Nggak apa-apa, cuacanya lagi panas, jadi gampang garing hehehe.
Biasanya, tolok ukur ramai tidaknya sebuah kabupaten ini tergantung pada keramaian di daerah sekitar alun-alun. Tanah lapang yang terletak di pusat kota tersebut biasanya juga berdekatan atau bersebelahan dengan sebuah masjid agung di kota tersebut.
Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas mengenai Alun-alun Kabupaten Purbalingga yang saya rasa begitu problematik. Kenapa saya bilang demikian? Karena penataan Alun-alun Purbalingga ini sering berubah-ubah persis kaya Alun-alun Utara Jogja. Oke, mari kita kupas satu persatu.
Daftar Isi
Pedagang kaki lima yang tak tertata di Alun-alun Purbalingga
Sebelumnya saya pernah menulis sebuah artikel mengenai Purbalingga Food Center yang digunakan sebagai tempat relokasi para pedagang makanan kaki lima dari Alun-alun Purbalingga. Tapi, program tersebut tidak berjalan. Akhirnya, para pedagang banyak yang kembali berjualan di depan SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga dan di sekitar area Alun-alun. Kini, para pedagang pun mulai diperbolehkan kembali menjajakan barang dagangannya di sekitar area Alun-alun. Meskipun demikian, hal ini kembali memunculkan masalah lagi.
Pedagang yang berjualan di area Alun-alun Purbalingga tidak diberikan tempat yang spesifik untuk berjualan. Jadi, para pedagang bebas membuka lapaknya di seluruh area Alun-alun. Ada yang di tengah, ada yang di pinggir, ada yang di depan SMPN 1 Purbalingga dan SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga. Hal ini bisa menuimbulkan kemacetan karena para pedagang berjualan di bahu jalan.
Mungkin ketika hari biasa kemacetan tersebut tidak akan kalian jumpai. Namun, saat weekend kemacetan akan menjadi momok yang menakutkan bagi para sejoli yang hendak menikmati akhir pekan. Selain itu, lapak para pedagang juga mengambil alih lahan parkir yang disediakan untuk para pengunjung. Seharusnya pemerintah menentukan area mana saja yang boleh dijadikan tempat jualan dan area mana saja yang khusus untuk parkir pengunjung. Tujuannya agar keadaan tidak semrawut.
Tak ada area berteduh
Oh ya, pada 2016, pohon beringin di tengah Alun-alun Purbalingga roboh. Hal ini disebabkan oleh hujan lebat dan angin kencang yang menimpa wilayah Purbalingga. Kebetulan, waktu itu saya masih duduk di bangku SMA. Jadi saya langsung ke TKP setelah kejadian tersebut dan menyaksikan betapa Alun-alun menjadi begitu berbeda semenjak tumbangnya pohon tersebut. Bayangkan jika waktu siang hari, para pengunjung akan kepanasan karena tidak ada area berteduh di tengah Alun-alun. Yang ada hanya pohon cemara di pinggir area Alun-alun.
Hal inilah yang membuat Alun-alun Purbalingga akan terasa begitu sepi saat siang hari. Lagian ngapain sih ke Alun-alun di siang hari?
Biar saya jelaskan. Dulu, saat masih ada pohon beringin, banyak sekali para pedagang yang menyewakan mobil-mobilan dan skuter di tengah Alun-alun. Walaupun panas terik, para pengunjung (utamanya anak kecil) tetap banyak. Keadaannya jauh berbalik dengan sekarang.
Fyi, di malam hari masalah pun masih menghantui Alun-alun satu ini. Jika siang hari terasa terik, pada malam hari Alun-alun begitu gelap. Ini yang disebut sebagai “habis terik terbitlah gelap”. Area yang terasa begitu gelap adalah area tengah Alun-alun. Memang ada beberapa lampu besar yang menyala. Tapi, saya rasa masih belum cukup. Bukannya membandingkan, ketika kalian berkunjung ke Alun-alun Purwokerto, masalah seperti ini tidak bakal ditemui. Wong Alun-alunnya saja penuh dengan lampu. Persis kaya area jalan di Malioboro. Tapi saya juga nggak suka, sih. Soalnya terkesan plagiat hehehe.
Tempat sampah yang minim
Masalah terakhir adalah banyak sekali para pengunjung yang membuang sampah secara sembarangan. Hal ini didukung dengan ketersediaan tong sampah yang masih minim di area Alun-alun. Jadi, saya mengharap kepada dinas pengelolaan sampah dan lingkungan hidup agar menambah tempat sampah di sekitar area Alun-alun. Kalau bisa dibedakan antara yang organik dan nonorganik agar kesadaran masyarakat juga lebih tergugah.
Semua pernyataan tersebut membuktikan program pemerintah yang terkesan setengah-setengah dan tidak totalitas.Semoga dengan adanya artikel ini, penataan Alun-alun Purbalingga semakin rapi dan nyaman. Hal ini bertujuan untuk kebaikan kita bersama sebagai warga masyarakat Purbalingga. Aku wong Purbalingga, aku bangga!
Sumber gambar: Yitno Annafi via Wikimedia Commons
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Keluh Kesah Menjadi Warga Kabupaten Purbalingga