Saya orang asli Cikarang yang kini tinggal di pelosok Sulawesi. Jelas banyak perbedaan yang saya rasakan di tempat baru ini. Salah satu yang paling terasa adalah kondisi lalu lintas Sulawesi, termasuk keberadaan lampu merah di jalan.
Berasal dari daerah yang padat, saya merasa lampu merah adalah sebuah keharusan di jalan. Bayangkan saja Cikarang tidak memiliki lampu merah, pasti lalu lintasnya semakin kacau. Ada banyak lampu merah seperti sekarang ini saja tetap awut-awutan.
Kondisinya jauh berbeda dengan pelosok Sulawesi yang sekarang saya tinggali. Lampu merah adalah benda yang langka. Selama lebih 4 tahun tinggal di sini, saya tidak menemukan satupun lampu merah.
Pada pertengahan tahun lalu, saya baru menyadari ada dua lampu merah di dekat rumah saya. Saya baru menyadarinya karena dua benda itu baru diperbaiki tahun lalu. Belum genap satu tahun, salah satu lampu merah yang diperbaiki itu sudah rusak lagi. Saat ini hanya ada satu lampu merah berfungsi di satu kecamatan. Kenyataan yang sangat aneh bagi seseorang yang berasal dari Cikarang.
Ternyata pengalaman yang saya alami ini juga terjadi di daerah-daerah lain. Saya membaca beberapa artikel di Terminal Mojok, tulisan Mas Taufik menjelaskan lampu merah baru ada di Wakatobi pada 2019. Hal senada juga disampaikan Mas Muh. Arham. Beliau menjelaskan, Mamuju Tengah juga tidak memiliki lampu merah, biar satu biji saja.
Saya mencoba menerka alasan di balik minimnya lampu merah di daerah-daerah pelosok, khususnya di wilayah domisili saya saat ini, Sulawesi. Berikut hasilnya:
Jalanan pelosok Sulawesi yang lengang
Jumlah kendaraan meningkat dari tahun ke tahun. Entah kendaraan roda dua maupun roda empat. Namun, itu hanya terjadi di kota-kota besar, pertambahan jumlah kendaraan tidak begitu tampak di pelosok Sulawesi. Daerah yang saya tinggali saat ini cenderung tidak ada banyak kendaraan. Mungkin karena jumlah penduduk di sini sedikit ya.
Alasan lain tidak banyak kendaraan di pelosok Sulawesi karena tidak semua kendaraan lewat jalan protokol. Ada sebagian kendaraan roda dua yang dikhususkan masuk kebun di gunung. Sepinya kendaraan membuat jalanan di Sulawesi tidak begitu padat.
Selama di sini saya tidak pernah melihat kemacetan. Jalan paling padat yang pernah saya lihat biasanya terjadi pada malam minggu. Selain itu, sore menuju maghrib kala bulan Ramadhan, saat orang-orang mencari takjil. Itu pun cuma di beberapa ruas jalan saja.
Mungkin alasan-alasan itu yang membuat keberadaan lampu merah tidak begitu dibutuhkan. Pemerintah berpikir lampu merah nggak perlu ada banyak-banyak. Hanya perlu di titik-titik tertentu saja. Ada atau tidaknya lampu merah tidak begitu berdampak signifikan terhadap lalu lintas.
Dianggap menghambat mobilitas masyarakat
Kenyataan mengejutkan yang saya temui, ada warga pelosok Sulawesi yang justru menganggap lampu merah itu menghambat mobilitas. Menurut mereka, tempat domisili saya ini belum perlu lampu merah. Berkendara dengan hati-hati sudah lebih dari cukup guna menghindari segala marabahaya yang ada.
Saya tidak bisa menyalahkan sih karena kenyataan sehari-hari yang mereka temui mungkin memang demikian. Hanya saja, saya khawatir pemahaman ini yang dibawa ketika mereka pergi ke daerah lain hingga tidak mematuhi lampu merah atau rambu-rambu lalu lintas lain.
Perasaan khawatir itu muncul karena saya kerap melihat lampu merah yang jumlahnya sedikit di jalanan Sulawesi ini tidak diindahkan pengendara. Setiap saya melintasi lampu merah, mesti ada saja yang melanggar, sekali pun waktu tunggu lampu merahnya sisa beberapa detik saja. Padahal, di perempatan tersebut kerap terjadi kecelakaan. Prasangka buruk saya, pemerintah setempat jadi malas merawat lampu merah dan rambu-rambu lalu lintas lain karena masyarakatnya kurang mengindahkannya.
Di atas beberapa alasan yang menurut saya membuat jalanan di pelosok Sulawesi tidak memiliki banyak lampu merah. Padahal, lampu merah dan rambu-rambu lalu lintas di jalanan tetap diperlukan. Tidak semua yang melintas adalah warga setempat yang sudah hafal seluk-beluk jalanan setempat. Itu mengapa sebelum terjadi kejadian buruk di jalanan, semestinya pemerintah berbagai segala rambu-rambu lalu lintas di pelosok Sulawesi dan melakukan edukasi kepada masyarakat setempat.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Jangan Ajak Orang Sulawesi Makan Ini ketika Kulineran di Jawa, Mereka Nggak Doyan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.