Rcti dan iNews mengajukan gugatan ke makhamah konstitusi pada pasal 1 angka 2 UU penyiaran. Mereka ingin siaran berbasis internet dimasukan ke dalam cakupan definisi penyiaran. Mereka melakukan ini karena merasa persaingan penyiaran di Indonesia tidak adil sebab mereka mesti memenuhi persyaratan seperti izin penyiaran dan harus mematuhi pedoman penyiaran, sementara yang berbasis internet tidak perlu melakukan itu.
Singkatnya, RCTI dan iNews iri pada warganet sebagai orang-orang yang bisa dengan enaknya melakukan penayangan secara langsung (streaming) dan gratis seperti instagram Tv, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live dan konten-konten audio visual lainnya. Bila gugatan ini dikabulkan, maka kalian yang mau melakukan siaran live mesti menjadi sebuah lembaga dulu agar memiliki izin penyiaran. Duh ribet bukan main.
Seandainya kalian tetap kekeh membuat live IG, Youtube Live atau yang sejenis, maka siap-siap saja kena pidana. Misalnya sudah kena pidana dan ternyata masuk penjara, pasti malu banget deh rasanya. Bayangkan saja, ketika napi lain ditahan akibat melakukan kejahatan seperti mencuri, membunuh, dan lain sebagainya, eh kalian masuk penjara hanya karena alasan cemen: bikin live Instagram.
Alasan gugatan RCTI
Ketika berbagai tudingan bernada kesal dilayangkan para netizen, RCTI melalui Corporate Legal Director MNC Group, Christoporus Taufik, menjelaskan bahwa pihak mereka bukan bermaksud mengebiri kreativitas medsos dengan melayangkan uji materi UU penyiaran. Niat tulus mereka adalah untuk menegakan kesetaraan dan tanggung jawab moral bangsa. Sekali lagi, moral bangsa.
Pernyataan tentang moral bangsa membuat saya takjub. Baru kali ini saya melihat stasiun swasta yang membuat kita hafal Mars Perindo meski tak ada niatan mengingatnya, rupanya peduli terhadap moral bangsa. Sungguh saya sebagai orang memantau RCTI hanya karena ingin nonton Doraemon benar-benar menjadi kagum dengan niatan tulus ini.
Memangnya RCTI dan iNews sudah menegakkan moral bangsa 100%? Menurut KBBI, moral memiliki arti sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya.
Nah, kalian sudah bisa menjawab sendiri, apakah dua kanal televisi ini benar-benar udah bermoral atau belum. Lagi pula ‘peduli moral bangsa’ itu terlalu subyektif. Nggak semua tayangan harus kayak pelajaran PPKn.
Mau menjelaskan sampai berbusa-busa pun kami paham kok ungkapan tentang ‘peduli moral’ tersebut hanya sebuah dalih. Kemudahan masyarakat melakukan akses internet, menonton YouTube, Instagram, dan sebagainya membuat para penonton RCTI dan iNews berkurang.
Mereka pula sadar betul akan persaingan kontensehingga bikin kanal YouTube sendiri. Namun ternyata mereka masih kalah saing juga. Subsciber RCTI saja hanya berkisar 3,44 juta. Masih kalah dengan kanal Youtube televisi swasta lainnya seperti TRANS 7 yang punya 16 juta Subsciber ataupun SCTV yang memiliki 11,5 Juta subsciber. Pantesan bikin gugatan.
Tapi, alasan yang sebenarnya adalah…
Mengingat mobilitas konten yang luar biasa, seharusnya RCTI dan iNews berbenah dan berpikir lebih keras lagi guna membetot para penonton ke pihak mereka kembali. Mereka mestinya melihat kondisi pasar dan belajar dari pengalaman serta kesalahan yang sudah-sudah. Bukannya malah malas berkembang lalu menyalahkan keadaan.
Zaman terus bergerak bro, dulu radio kalah sama tv, sekarang tv kalah oleh Youtube, sadari itu.
Sungguh pengajuan ini adalah sebuah langkah yang menurut saya kocak. Justru Memperburuk citra dan nama baik perusahaan. Ini pun malah menunjukan bahwa RCTI dan iNews terlihat sudah kehabisan ide.
Saran saya sih, kalau ingin mengembalikan kejayaan seperti dulu lagi, cobalah tayangkan lagi kartun-kartun anak di zaman 90-an. Saya yakin setidaknya penonton akan meningkat dan kembali nonton RCTI lagi kok. Percayalah, masih banyak generasi Milenials yang masih suka nonton Doraemon walau sudah berkeluarga kok.
Sumber gambar: Wikimedia Commons.
BACA JUGA Selain Guru, Inilah 4 Orang yang Mesti Diberi Gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa atau artikel Mohamad Aqbil Wikarya Abdul Karim lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.