Di zaman sekarang, rasanya sulit merawat tradisi turun temurun yang ada di Pasar Mangiran Srandakan Bantul.
Bagi kaum mendang-mending seperti saya, pergi ke pasar adalah cara terbaik untuk membelanjakan uang. Selain harganya sering kali lebih murah dibandingkan supermarket—untuk beberapa tipe barang—, belanja di pasar juga merupakan metode healing tersendiri. Aktivitas cuci mata, mencicipi kudapan tradisional, dan mendengar ibu-ibu pedagang memuji kemampuan saya dalam menuturkan basa Krama membuat saya bisa menghilangkan stres sejenak.
Sebenarnya ada banyak pasar besar yang berdiri nggak jauh dari rumah saya di Kota Jogja. Sebut saja Pasar Kranggan dan Pasar Beringharjo. Kedua pasar yang juga akrab di telinga para pelancong itu memang komplet dan terjangkau dari segi aksesibilitas. Tapi jujur saja saya lebih suka belanja ke pasar-pasar yang ada di kabupaten. Dan yang menjadi favorit sekaligus menyimpan banyak cerita buat saya adalah Pasar Mangiran di Kapanewon Srandakan, Kabupaten Bantul.
Daftar Isi
Pasar Mangiran Srandakan Bantul, pasar yang mengikuti sistem pasaran Jawa
Jarak antara pusat kota Jogja dengan Pasar Mangiran jauh banget, yaitu sekitar 20 kilometer. Walaupun sejauh itu, saya selalu menyempatkan diri mampir ke Pasar Mangiran.
Pasar Mangiran Srandakan Bantul sebenarnya nggak buka setiap hari. Pasar tersebut adalah salah satu dari segelintir pasar di Jogja yang masih menggunakan sistem pasaran Jawa.
Jadi, dulu masyarakat Jawa selalu menggunakan sistem penanggalan atau pasaran Jawa untuk berbagai aktivitas jual beli. Dari kata pasaran itulah pusat kegiatan jual beli disebut dengan pasar. Sekarang sudah banyak pasar yang buka setiap hari, tapi ada pula pasar-pasar yang masih mempertahankan penggunaan sistem penanggalan Jawa.
Pasar Mangiran Srandakan Bantul hanya buka setiap pahing dan wage. Sistem pasaran ini juga berlaku di dua pasar lain yang berdekatan dengan Pasar Mangiran tapi berbeda kecamatan. Ada Pasar Sorobayan di Kapanewon Sanden yang buka pada pasaran pon dan kliwon, juga Pasar Gumulan di Kapanewon Pandak di setiap pasaran legi.
Para pedagang di ketiga pasar itu selalu berpindah-pindah pasar sesuai pasarannya, begitu juga dengan pembelinya. Maka nggak heran kalau para pembeli selalu mengecek kalender biar nggak salah pasar.
Harus berangkat awal kalau mau ke Pasar Mangiran
Selain menyediakan dagangan yang serupa seperti pasar lainnya, ada berbagai pedagang makanan tradisional di Pasar Mangiran Srandakan Bantul. Kudapan-kudapan ini mungkin nggak akan kamu temukan di pasar-pasar lain di luar Kabupaten Bantul. Contohnya saja miedes dan kethak tongseng. Ditambah lagi, ada berbagai jajanan pasar yang harganya tentu jauh lebih terjangkau dibandingkan beli di pasar di Kota Jogja.
Uniknya lagi, mengingat Kapanewon Srandakan ini berbatasan dengan Kapanewon Galur, Kabupaten Kulon Progo, banyak pula makanan khas Kulon Progo di Pasar Mangiran, salah satunya growol. Nggak harus nyebrang jembatan untuk cari makanan khas di sebelah barat Kali Progo, deh.
Tapi perlu diingat bahwa Pasar Mangiran (dan kebanyakan pasar yang memakai sistem penanggalan Jawa) hanya buka setengah hari. Setelah jam 12, pasti sudah nggak ada lagi aktivitas di pasar. Oleh karena itu, pastikan untuk berangkat pagi agar bisa sampai ke Pasar Mangiran sebelum para pedagang selesai beberes.
Selain itu, beberapa makanan yang dijual di sini juga most wanted sehingga harus war dulu untuk bisa mencicipinya. Contohnya, camcau yang menjadi kudapan wajib saya tiap kali mampir ke sini. Kalau datang lewat jam 9, saya harus pulang tanpa mencicipi camcau karena sudah kehabisan.
Tradisi pasar malam yang hilang akibat Jogja makin padat
Keunikan lain dari Pasar Mangiran Srandakan Bantul adalah keberadaan hiburan pasar malam. Pasar malam tersebut diadakan untuk bersukacita atas datangnya hari raya Idulfitri. Setiap setahun sekali, pasar malam diadakan di halaman depan Pasar Mangiran mulai tanggal 1 Syawal. Pasar malam ini berlangsung antara 2-5 hari yang lamanya selalu berbeda-beda tiap tahun.
Pasar malam di sini ini sudah menjadi tradisi Pada tahun 1960-an pun sudah ada pasar malam ini, tapi berbeda jauh dengan sekarang. Dulu, warga sangat menantikan kehadiran pasar malam karena bisa merasakan semua hiburan ada di situ. Mereka bisa menyantap bakso dan soto, membeli kapal otok-otok, hingga menikmati wahana ombak banyu, tong setan, dan komidi putar yang pada masa itu hanya ada setahun sekali saat pasar malam berlangsung.
Kini pasar malam di Pasar Mangiran Srandakan Bantul sudah berbeda. Pasar malam memang masih ditunggu-tunggu warga, tapi berubah menjadi pemicu emosi bagi para pengendara. Pasalnya, pasar malam memang selalu menutup Jalan Srandakan.
Sewaktu Jogja belum sepadat sekarang dan masih banyak sepeda serta kendaraan umum, penutupan jalan ini nggak pernah memicu protes. Para pengendara bersedia melintas melalui jalan kampung. Tapi semenjak kendaraan pribadi memenuhi Jogja, keberadaan pasar malam memicu problema. Bahkan pada tahun 2016-2019 saat stan pedagang sudah masuk ke bahu jalan dan variasi wahana permainan dibatasi, masih banyak pengendara nggak sabaran yang membunyikan klakson saat melintas. Puncaknya, tahun lalu pasar malam di Pasar Mangiran ini ditiadakan.
Sangat disayangkan bahwa tradisi turun temurun yang sudah ada sejak zaman dahulu harus dihapuskan. Semoga saja, tradisi-tradisi lain yang masih dilakukan di Pasar Mangiran Srandakan Bantul masih akan tetap bertahan.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Pasar Semawis, Secuil Keindahan di Tengah Semarang yang Semakin Kacau.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.