Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Panduan Menggunakan Panggilan ‘Eneng’, ‘Teteh’, ‘Ceuceu’, dan ‘Nyai’ kepada Perempuan Sunda

Raihan Rizkuloh Gantiar Putra oleh Raihan Rizkuloh Gantiar Putra
11 Januari 2021
A A
Panduan Menggunakan Panggilan ‘Eneng’, ‘Teteh’, ‘Ceuceu’, dan ‘Nyai’ kepada Perempuan Sunda Terminal Mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa hari yang lalu, di Grup Terminator Jawa Barat, Aa Ridwan melontarkan pertanyaan yang menurut saya, jujur saja, aneh namun cukup menarik. Ia menanyakan ini ke penghuni grup yang isinya adalah penulis-penulis Terminal Mojok asal Jabar tersebut, “Di sini ada yang tahu nggak perbedaan eneng, teteh, ceuceu, dan nyai?” tanya blio. “Atau ada nggak yang bisa bikin ini jadi tulisan?” Hening. Tak ada yang menjawab. Sepertinya tak ada juga yang mau menulis topik mengenai panggilan pada perempuan Sunda ini, pikir saya. Oleh sebab itu, saya ambil saja mumpung saya merasa bisa menuliskannya.

Nah, dalam bahasa Sunda, terdapat cukup banyak variasi nama panggilan yang dapat kita ucapkan ketika menyebut seorang perempuan. Baik perempuan yang masih muda maupun yang sudah tua, mereka punya ragam panggilannya masing-masing yang merepresentasikan posisi mereka dalam masyarakat serta hubungan personal dengan si pemanggil tersebut. Biasanya, panggilan-panggilan terhadap perempuan Sunda itu adalah “eneng”, “teteh”, “ceuceu”, dan “nyai”.

Secara garis besar, penggunaan panggilan-panggilan tersebut pada dasarnya berfungsi untuk menunjukkan kesantunan saja. Namun, penggunaan nama panggilan ini ternyata masih membingungkan sebagian orang, bahkan orang Sunda sekali pun kadang nggak mengetahui perbedaan dari setiap nama panggilan itu. Lewat tulisan ini, saya akan mencoba mengurai perbedaan-perbedaan antara panggilan “eneng”, “teteh”, “ceuceu”, dan “nyai” kepada perempuan Sunda.

#1 Eneng

“Eneng” atau biasa disingkat “neng”, dalam budaya Sunda, biasanya merujuk pada perempuan yang masih remaja. Dulu, lazimnya digunakan sebagai panggilan untuk anak gadis yang keluarganya dihormati di kampung. Panggilan neng dalam masyarakat Sunda juga sering dipakai untuk memanggil anak kesayangan dalam suatu keluarga secara umum. Selain itu, panggilan neng juga lumrah dipakai untuk memanggil adik perempuan.

Namun, seiring perkembangan zaman, panggilan neng sudah tidak berbatasan lagi dengan unsur keluarga saja, melainkan sudah menjadi norma umum untuk memanggil perempuan Sunda, siapa pun itu. Penggunaan neng biasanya diucapkan orang-orang yang lebih tua kepada perempuan muda yang ia nggak kenal atau kenal tapi nggak terlalu akrab. Di Cicalengka, misalnya, saya sering melihat tukang angkot bertanya, “Bade angkat ka mana, Neng?” setiap kali mereka menawarkan tarikannya kepada perempuan yang lebih muda atau terlihat lebih muda darinya.

#2 Teteh

Panggilan “teteh” merujuk pada perempuan yang lebih tua dari si pemanggil namun nggak tua-tua amat. Fungsi utama dari sebutan “teteh” atau sering juga disingkat “teh” adalah untuk panggilan terhadap kakak perempuan secara biologis. Contoh, saya punya kakak perempuan dan sering memanggilnya dengan sebutan teteh. Namun, sama seperti eneng, penggunaan kata teteh juga sudah bertransformasi menjadi norma kesantunan dalam bermasyarakat secara umum khususnya ketika si pemanggil adalah orang yang lebih muda dari mereka.

Tetapi, dalam konteks tertentu, sebutan teteh juga sering dilontarkan oleh orang yang lebih tua kepada perempuan yang lebih muda. Contoh, kita sering mendengar Ibu-ibu yang mengidolakan penyanyi Rossa sering memanggilnya “Teh Rossa”. Hal ini disebabkan karena Rossa memiliki banyak keunggulan dan sederet penghargaan yang membuatnya dihormati oleh orang yang lebih tua.

#3 Ceuceu

Sering disingkat “eceu” atau “ceu”, sama seperti teteh, digunakan ketika memanggil perempuan yang lebih tua. Hanya saja, penggunaan ceu dianggap lebih loma (kasar) daripada teteh. Hal ini membuat eceu hanya digunakan oleh orang-orang yang punya kedekatan personal saja dengan si perempuan yang lebih tua tersebut.

Baca Juga:

Dilema Warga Brebes Perbatasan: Ngaku Sunda Muka Tak Mendukung, Ngaku Jawa Susah karena Nggak Bisa Bahasa Jawa

Privilege Jadi Orang Cirebon yang Tidak Dimiliki Daerah Lain, Bisa Jadi Bunglon!

Oleh karena itu, di tempat umum, akan sangat jarang ditemui orang-orang menggunakan panggilan ini. Selain itu, eceu cenderung punya kesan yang kolot yang membuat banyak perempuan nggak mau dipanggil demikian, apalagi oleh orang yang nggak dikenal. Jadi, kalau kalian ketemu perempuan Sunda yang belum terlalu kalian kenal, jangan panggil mereka eceu ya karena bisa bikin mereka tersinggung.

#4 Nyai

Dalam budaya masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali, “nyai” digunakan untuk memanggil perempuan muda atau adik perempuan. Perempuan yang dipanggil dengan sebutan nyai, khususnya di lingkungan masyarakat Sunda, sebetulnya sudah jarang ditemukan. Namun, menurut ibu saya, dulu, panggilan nyai lazim digunakan sebagai panggilan sayang mertua terhadap menantunya. Selain itu, Kang Raden Muhammad Wisnu, salah satu penulis Terminator Jawa Barat, menuturkan bahwa ibunya juga kerap memanggil nyai pada tetangganya yang menjual gorengan.

Berbagai versi di atas kemungkinan menunjukkan bahwa di masa lampau, sebelum ada sebutan eneng dan teteh, orang-orang Sunda menyebut perempuan muda dengan sebutan nyai. Di sisi lain, orang-orang Belanda pada masa kolonialisme dulu menyebut nyai sebagai perempuan pemenuh hasrat kebutuhan laki-laki Eropa semata (selir). Oleh karena itu, kita harus berhati-hati juga jika memanggil perempuan masa kini dengan sebutan nyai karena sebutan ini identik dengan konotasi yang tak sedap.

Nah, begitulah panduan-panduan untuk memahami perbedaan-perbedaan sebutan eneng, teteh, ceuceu, dan nyai. Panggilan-panggilan ini tentu bukanlah suatu pakem yang baku karena pada akhirnya, sebutan-sebutan ini lebih menitikberatkan pada nilai kesopanannya yang bisa membuat si perempuan merasa lebih terhormat, ataupun sebaliknya.

BACA JUGA Yang Akan Terjadi Andai Levi Ackerman Tumbuh di Lingkungan Pesantren dan tulisan Raihan Rizkuloh Gantiar Putra lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 Januari 2021 oleh

Tags: Bahasa SundaPerempuanperempuan sunda
Raihan Rizkuloh Gantiar Putra

Raihan Rizkuloh Gantiar Putra

Duh, lieur kieu euy.

ArtikelTerkait

Melihat 4 Kerepotan Motor Matik dari Perspektif Perempuan Terminal Mojok

Melihat 4 Hal Repotnya Punya Motor Matik dari Perspektif Perempuan

27 Maret 2022
Panduan Menggunakan Kata Euy Secara Tepat dalam Percakapan Bahasa Sunda Sehari-hari terminal mojok (1)

Panduan Menggunakan Kata Euy Secara Tepat dalam Percakapan Bahasa Sunda Sehari-hari

24 November 2021
15 Ragam Profesi Perempuan di Drama Korea, Bukti Pekerjaan Buat Perempuan Nggak Itu-itu Aja Terminal Mojok

15 Ragam Profesi Perempuan di Drama Korea, Bukti Pekerjaan Buat Perempuan Nggak Itu-itu Aja

3 Maret 2022
Perempuan Harusnya Nggak Benci Laki-Laki Karena Kesetaraan Adalah Saling Melengkapi

Perempuan Harusnya Nggak Benci Laki-Laki Karena Kesetaraan Itu Saling Melengkapi

9 Maret 2020
Jadi Wanita Dinasti Joseon Adalah Hal yang Paling Nggak Pengin Saya Alami terminal mojok.co

Jadi Perempuan pada Dinasti Joseon Adalah Hal yang Paling Nggak Pengin Saya Alami

1 Maret 2021
Menguak Misteri Perempuan Nggak Lepas Helm ketika Belanja di Minimarket Terminal Mojok

Menguak Misteri Perempuan Nggak Lepas Helm ketika Belanja di Minimarket

24 Oktober 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025
Solo Gerus Mental, Sragen Memberi Ketenangan bagi Mahasiswa (Unsplash)

Pengalaman Saya Kuliah di Solo yang Bikin Bingung dan Menyiksa Mental “Anak Rantau” dari Sragen

13 Desember 2025
Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

16 Desember 2025
Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper
  • Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang
  • Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal
  • Lulusan IPB Sombong bakal Sukses, Berujung Terhina karena Kerja di Pabrik bareng Teman SMA yang Tak Kuliah
  • Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna
  • Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.