Pak Ustaz, Ayo Dong Bikin Contoh Dakwah yang Berbasis Kelestarian Alam

Bukan Ibadah Salat Saya yang Kecepetan, tapi Salat Anda yang Kelamaan mojok.co/terminal

Bukan Ibadah Salat Saya yang Kecepetan, tapi Salat Anda yang Kelamaan mojok.co/terminal

Sampah masih menjadi masalah yang bikin pusing di Indonesia. Negeri ini tercatat menjadi penyumbang sampah terbanyak ke lautan, malu dong. Pada 2020, menurut KLHK: Jumlah sampah nasional mencapai 67,8 juta ton. Sampah seberat ini mungkin hanya yang tertimbun di tempat pembuangan akhir. Bagaimana dengan sampah-sampah yang dibuang sembarangan di sungai, gunung atau laut? Kalau ditotal jumlahnya pasti jauh lebih banyak lagi. Kelestarian alam seolah-olah diabaikan.

Kita pasti sering nonton berita di televisi, Pantai Kuta jadi kotor dan penuh dengan sampah plastik yang katanya kiriman dari pulau Jawa. Ombak laut membawa sampah-sampah tak bertuan itu ke pinggiran pantai dan bikin Kuta gak indah lagi. Miris kan ngeliat pantai Kuta jadi kotor? Nggak hanya itu, banjir yang setiap tahun terjadi di ibu kota, banjir besar di Kalimantan Selatan dan sebagian wilayah Jawa Timur juga terjadi akibat sampah yang tidak dikelola dengan baik.

Kesadaran yang masih sangat rendah dalam masyarakat menyebabkan permasalahan sampah ini tetap diremehkan, padahal sudah banyak terjadi bencana sebagai bukti bahwa bukan karena alam yang berkhianat, tapi manusia yang merusak. Alam cuma mengembalikan apa yang telah manusia perbuat. Manusia ngasih alam sampah, maka akan terjadi banjir. Manusia nebang pohon sembarangan, maka akan terjadi longsor. Semua terjadi sesuai hukum sebab akibat.

Di salah satu tayangan di channel Nat Geo Wild, menampilkan alam yang begitu terjaga di dalam sebuah kompleks tempat tinggal para biksu agama Buddha. Manusia dan alam hidup secara berdampingan dalam harmoni. Di agama Buddha memang sangat menjunjung tinggi hubungan yang selaras antara manusia dan alam sehingga manusia bisa mendapat manfaat dari alam, di sisi lain alam juga tetap terjaga dan lestari. Lingkungan para biksu itu kelihatan asri banget.

Nonton tayangan itu, timbul pertanyaan dalam diri gue sebagai seorang Muslim, “Islam kan katanya ‘rahmatan lil alamin’, tapi kok jarang ulama yang ngebahas pentingnya hubungan manusia dan alam?” Pertanyaan yang sama mungkin berkecamuk dalam pikiran banyak orang. Kata “rahmatan lil alamin” sudah dengan tegas bermakna bahwa agama Islam gak hanya jadi rahmat bagi manusia tapi juga rahmat bagi alam dan isinya, termasuk juga hewan, tumbuhan dan semua isi bumi. Kelestarian alam adalah hal yang sungguh penting.

Namun, selama ini, kata tersebut cuma jadi jargon kosong yang nggak pernah dibahas secara serius. Hanya menjadi bahan pidato atau ceramah, setelah itu hilang, nggak ada upaya untuk mempraktikkan kelestarian alam dalam kehidupan sehari-hari. Jarang sekali ulama atau ustaz yang membahas pentingnya hubungan kita sebagai manusia dengan alam.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang lingkungan bisa juga dengan pendekatan agama. Kita sering mendengar ulama atau pak ustaz berdakwah tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan juga hubungan antarmanusia. Hubungan kita dengan Tuhan sudah jelas terwujud dalam setiap ibadah yang kita lakukan. Hubungan antarmanusia terwujud dalam interaksi sosial yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya ibadah dan pentingnya interaksi sosial termasuk toleransi antar umat beragama sudah seringkali kita dengar dan kita bahas. Tapi, ternyata itu saja belum cukup untuk memanusiakan manusia.

Udah saatnya dakwah mengenai hubungan antarmanusia dan alam lebih banyak disampaikan. Bukannya dalam QS Al-Qashash ayat 77 sudah ditegaskan, “… dan janganlah kamu berbuat kerusakan di Bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Gue sebagai seorang muslim tentu nggak mau jadi manusia yang nggak disukai Allah dan akan berusaha untuk nggak berbuat kerusakan alam.

Ayat itu juga berarti bahwa menjaga kelestarian alam juga merupakan perintah Allah. Setiap perintah Allah yang kita jalankan pastinya merupakan sebuah ibadah dan akan berbuah pahala. Kita kan suka banget jika dapat sesuatu yang baik, termasuk pahala. Bayangin aja kita beramal jariyah dengan membersihkan sungai dari sampah sehingga aliran sungai bersih, tak terjadi banjir dan air jernih bisa dinikmati banyak orang, bukannya manfaat yang dinikmati banyak makhluk akan mendatangkan pahala yang terus mengalir?

Nah, kalau saja para ulama dan ustaz lebih banyak lagi mendakwahkan pentingnya menjaga alam, kesadaran masyarakat Muslim yang ada di Indonesia dan juga sebagai mayoritas akan berangsur-angsur meningkat dan diharapkan pada akhirnya seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai ras, suku, agama, dan profesi akan sadar dan sama-sama menjaga alam Indonesia tetap lestari.

Nggak perlu yang ribet, awali dulu dengan yang simpel kayak mengurangi sampah plastik. Misal waktu belanja, kita bisa bawa tas belanja sendiri, atau nggak lagi pakai sedotan plastik, bisa diganti pakai sedotan stainless. Trend bersepeda yang belakangan populer bisa juga terus dilakukan dan dijadikan kebiasaan. Selain mengurangi polusi udara, badan kita juga akan menjadi lebih sehat dan fit. Semua demi kelestarian alam dan siapa lagi yang memulai kalau bukan kita sendiri.

BACA JUGA Ustaz yang Tidak Memiliki Kapasitas Keilmuan Harusnya Belajar, Bukan Asal Dakwah dan tulisan Sigit Candra Lesmana lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version