Otak-otak di Atas Meja Rumah Makan Adalah Ancaman Nyata bagi Pembeli

Otak-otak di Atas Meja Rumah Makan Adalah Ancaman Nyata bagi Pembeli

Otak-otak di Atas Meja Rumah Makan Adalah Ancaman Nyata bagi Pembeli (Lord Mountbatten via Wikimedia Commons)

Pernah pergi ke sebuah rumah makan terus di atas mejanya tersaji otak-otak padahal kamu nggak pesan menu tersebut? Hati-hati kena jebakan!

Wisata kuliner menjadi kegiatan yang menyenangkan untuk dilakukan di akhir pekan. Selain bisa memanjakan lidah, kita juga bisa menemukan hidden gem. Banyak lho rumah makan yang terlihat biasa saja, tapi setelah dicicipi ternyata punya cita rasa makanan yang luar biasa.

Meski begitu ada saja momen menyebalkan saat berwisata kuliner. Biasanya, cerita-cerita ini akan semakin marak kita dengar di momen liburan. Yaitu, saat banyak orang yang kena getok harga akibat penjual nggak mencantumkan harga di menu mereka.

Selain harus mewaspadai tempat makan yang nggak mencantumkan harga di daftar menu, hal lain yang harus kita waspadai saat wisata kuliner adalah bertemu dengan otak-otak di atas meja.

Kenapa ada otak-otak di atas meja?

Saya pertama kali menemukan otak-otak tersaji di atas meja saat datang ke rumah makan di daerah Cirebon, Jawa Barat. Jujur saja, otak-otak di atas meja adalah pemandangan yang baru bagi saya. Umumnya, otak-otak disajikan sebagai menu yang bisa dipesan oleh pembeli. Dengan kata lain, makanan satu ini nggak otomatis ada di atas meja. Kalau yang otomatis ada di meja itu biasanya kerupuk, tusuk gigi, tisu, dan teman-temannya.

Ternyata, otak-otak di atas meja dimaksudkan agar pembeli terjebak nggak bosan selama menunggu pesanan makanan datang. Pembeli yang sudah kadung lapar bisa menikmati terlebih dahulu otak-otak yang ada di meja mereka. Semacam hidangan pembuka, begitu.

Bentuknya mungil, membuat tak curiga

Namanya juga hidangan pembuka, maka, sudah sewajarnya jika otak-otak yang tersaji di tempat makan memiliki ukuran yang mini. Panjangnya hanya sekitar 12 senti. Begitu helai demi helai daun pisang pembungkusnya dibuka, ukuran si otak-otak jelas lebih kecil lagi. Tipis pula. Bisa sekali hap kalau dimakan.

Dengan ukurannya yang mungil, sungguh keberadaan makanan ini di atas meja tak nampak seperti ancaman. Imut-imut ngunu, kok. Tak heran jika sambil menunggu pesanan datang, tahu-tahu sudah ludes 5 hingga 10 potong.

Karena ukuran yang kecil itu pula, pembeli macam saya tak menaruh curiga dengan harganya. Haishhh, paling berapa sih harga otak-otak kicik kayak gitu? Jika di abang-abang penjual yang pakai gerobak itu dihargai seribu perak, karena ini di tempat makan sederhana, paling harganya dua ribu perak~

Pengalaman serupa yang lebih ngenes

Namun, benar kata pepatah. Sesungguhnya, kesombongan itu adalah awal dari bencana. Begitu transaksi di kasir, alangkah terkejutnya saya saat tahu berapa harga otak-otak yang kami makan. Ternyata, harganya lima ribu per biji, bukan dua ribu seperti yang saya perkirakan sebelumnya. Sem.

Belakangan, dari media sosial, saya jadi tahu bahwa saya bukanlah satu-satunya korban otak-otak di atas meja. Banyak pengguna X yang turut membagikan pengalamannya terkena jebakan maut makanan ini di atas meja. Bahkan, apa yang mereka alami jauh lebih ngenes. Ada yang kena harga 10 ribu hingga 20 ribu untuk satu potong otak-otak. Etdah. Itu dibuat dari otak megalodon kali, yak? Mahal beut.

Agar tak terjebak otak-otak

Di lain waktu, saya kembali bertemu dengan rumah makan yang menyediakan otak-otak di atas meja. Kali ini di daerah Semarang. Berhubung pernah tersandung otak-otak yang harganya nggak ngotak di Cirebon, kali ini saya sekeluarga sudah lebih waspada. Makanan itu nggak kami sentuh. Lagi pula, secara rasa, otak-otak yang tersaji di meja rumah makan terasa B saja. Masih lebih enak otak-otak yang ada di buku menu atau sekalian di abang penjual otak-otak gerobakan.

Intinya, jika passion-mu adalah njajan sementara kamu bukanlah sultan, jangan pernah ragu untuk bertanya tentang harga suatu makanan. Berhati-hatilah jika bertemu dengan otak-otak di atas meja, karena sesungguhnya ia adalah ancaman yang nyata di dunia kuliner.

Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 3 Makanan Viral Sepanjang Masa yang Mulai Kehilangan Jati Diri. Please, Pedagangnya Nggak Usah Aneh-aneh.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version