Ormas Oportunistik Tukang Palak Adalah Rayap Bagi Iklim Investasi Rugikan Indonesia Sampai 145 Triliun

Ormas Tukang Palak Hambat Investasi, Indonesia Rugi 135 Triliun (Pexels)

Ormas Tukang Palak Hambat Investasi, Indonesia Rugi 135 Triliun (Pexels)

Ormas tukang palak menghambat iklim investasi. Investror besar lari, Indonesia rugi sampai 145 triliun. Saatnya ormas tukang palak dibasmi.

TikTok baru saja mengumumkan bahwa mereka telah menanamkan modal sebesar Rp145 triliun di Thailand. Angka yang sangat besar. 

Selain itu, Juni tahun lalu, Tiktok juga mengungkapkan bahwa mereka membuka hub AI di Malaysia dengan biaya RM10 miliar (USD 2,13 miliar) di fasilitas hyperscale MY06 Bridge Data Centre (BDC). Lalu, pada Juli 2024 juga dilaporkan sedang mempertimbangkan apakah akan mendirikan pusat data di Australia untuk mendukung beban kerja di seluruh kawasan Asia Pasifik. 

Yang jadi pertanyaan, kenapa investasi bernilai triliunan itu tidak masuk ke Indonesia? Kenapa Indonesia nggak masuk radar? Bukankah Indonesia adalah salah satu pasar penggunaan terbesar di Dunia? Mencapai 157,6 juta pengguna, loh.

Perkara investasi, TikTok ini satu dari rentetan kengenesan Indonesia yang nggak dilirik sama Perusahaan besar untuk berinvestasi. Sebelumnya ada Apple yang lebih memilih Vietnam, kemudian Elon Musk juga lebih percaya dananya diinvestasikan di Malaysia. Padahal, sampai dibela-belain dikunjungi Opung Luhut ke Amerika. 

Tetap saja, Elon nggak mau berinvestasi dengan nilai jumbo di Indonesia. Paling konyol adalah CEO Nvidia, Jansen Huang, ke Indonesia cuma tertarik makan Gultik (Gulai Tikungan) ketimbang ngasih investasi. Sebaliknya, pihaknya malah lebih memilih Investasi di Vietnam.

Di atas hanya sedikit kasus di antara banyaknya kasus investor yang enggan masuk ke Indonesia. Tentu, penyebab ketidaksepakatan mereka berinvestasi sangat beragam dan perlu tinjauan yang komprehensif. Tapi, satu hal yang pasti adalah ini membuktikan bahwa iklim investasi di Indonesia sangat tidak kondusif, buruk, dan sangat tercemar.

Ormas adalah rayap investasi

Salah satu persoalan yang acap menjadi sorotan dari banyaknya faktor yang bikin iklim investasi di Indonesia nggak kondusif adalah perihal keberadaan organisasi masyarakat (ormas) yang kerap mengganggu. Saya tidak menggeneralisir semua ormas itu buruk, tapi realitinya, keberadaan mereka selalu jadi momok bagi siapa saja yang ingin berinvestasi atau membuka usaha, bahkan dalam skala kecil.

Kalau boleh menganalogikan, ormas di Indonesia ini seperti rayap. Rayap sebagai seekor serangga pastinya tidak selalu membawa dampak buruk. Ada sisi baiknya, seperti perannya dalam membantu mengurai kayu yang mati dan memperbaiki kualitas tanah dalam ekosistem hutan. 

Sama halnya dengan ormas. Ada yang mampu mengambil peran di sektor macam pendidikan, kemanusian, dan pemberdayaan masyarakat. Tapi sekali lagi, peran itu tentu berdasarkan corak dan tujuan dari tiap ormas. Mereka punya visi dan haluan organisasi yang jelas, sehingga mereka mampu mengisi kekosongan atas peran negara di banyak sektor.

Sayangnya, nggak sedikit yang punya peran seperti segerombolan rayap yang memakan tiang-tiang dan pondasi rumah. Layaknya rayap, mereka tidak terlihat dan tersentuh hukum. Pelan-pelan mereka mengganggu, menggerogoti, dan merusak apa saja yang ada di dalamnya. 

Mereka bergerak melakukan pungutan liar, premanisme, penguasaan lahan parkir, dan otorisasi kawasan pasar. Bahkan sampai melakukan pemalakan terhadap proyek-proyek yang sedang dikembangkan.

Bikin investor ogah masuk Indonesia

Paling umum dan bahkan saat ini dinormalisasi adalah penguasaan lahan parkir oleh ormas seperti kasus Gacoan di Medan. Ormas lokal memaksa untuk mengelola lahan parkir restoran. 

Setelah pihak restoran menolak, ormas tersebut melakukan tindakan anarkis seperti melempar batu dan botol, hingga merusak properti. Kasus ini menunjukkan bagaimana ormas dapat mengintimidasi pelaku usaha, terutama UMKM.

Kasus lain yang sempat ramai misalnya pada September 2018, dilaporkan bahwa sejumlah oknum meminta uang sebesar Rp5 juta kepada pelaksana proyek Pembangunan Ruko Kompleks Galaxy di Bekasi. Alasannya bahwa pembangunan tersebut tidak mengikuti aturan tertentu. Mereka mengancam akan menghentikan proyek jika permintaan tersebut tidak dipenuhi.

Kondisi itu tentu saja jadi salah satu pemicu mengapa investor enggan menanamkan modalnya ke Indonesia. Terlalu banyak yang harus dikasih makan dan terlalu banyak yang harus dikeluarkan sehingga biaya investasi non-formalnya jadi tinggi. Selain itu, investor merasa tidak aman dan nyaman.

BYD saja hampir batal

Masih segar di pemberitaan tentang produsen kendaraan listrik asal Tiongkok, BYD, yang berpotensi membatalkan investasinya senilai Rp11,7 triliun. Apa lagi kalau bukan karena maraknya aksi premanisme dan intervensi ilegal dari beberapa kelompok.

Itu kita baru berbicara di tatanan teknis lapangan, belum soal regulasi dan stabilitas politik. Ini juga jadi pertimbangan para investor. Hal itu pada akhirnya, selain membuat Indonesia seret dana investasi, juga berdampak terhadap iklim usaha di Indonesia bisa berkembang dengan baik.

Lemahnya penegakan hukum di Indonesia, ormas tukang palak berkembang biak

Lalu pertanyaannya, apa yang membuat ormas ini begitu nyaman dan mudah sekali melakukan tindakan yang jelas-jelas mengganggu? Secara garis besar, penyebab yang pertama adalah perkara penegakan hukum yang lemah. 

Sulit sekali melihat sebuah ormas dibubarkan karena perkara mengganggu ekosistem usaha. Paling-paling anggotanya aja yang dipecat tanpa sanksi tegas untuk ormasnya. Yang sering dibubarkan itu biasanya soal radikalisme. Kedua adalah perlindungan dari elite politik. Sudah rahasia umum kalau ormas ini punya bekingan dari kalangan politikus. Pasalnya mereka kan mesin politik paling efektif misalnya ketika pilkada.

Ketiga adalah soal regulasi yang nggak jelas, tentang pemisahan unit usaha dengan ormasnya. Seharusnya, setiap ormas yang memiliki usaha di bidang apa saja perlu melalui penyaringan dan uji kelayakan yang ketat. 

Kenyataannya hal itu selalu dikesampingkan. Banyak ormas yang punya unit usaha boneka, yang tujuannya untuk memenangkan proyek pemerintahan atas bekingan politisi dari pejabat daerah.

Solusinya gimana?

Kalau ditanya solusi dari persoalan ormas ini ya nggak jauh-jauh dari bersihkan korupsi dan pungli di semua level dengan penegakan hukum yang jelas. Lalu, ciptakan regulasi yang nggak plin-plan sehingga memberikan kepastian hukum kepada investor. Terutama yang berhubungan dengan ormas. 

Jangan sungkan bubarkan dan basmi yang sukanya represif kepada para pelaku usaha. Jangan hanya isu radikalisme yang ditindak cepat, tetapi justru ragu dalam menghadapi permasalahan lain. Solusi seperti ini memang klise dan pasti para pejabat di negeri ini pun sudah tahu. Masalahnya mau apa tidak, kan?

Kembali lagi, persoalan ormas ini memang hanya sedikit dari banyak persoalan lain yang menghambat masuknya investasi. Tapi kalau dibiarkan, Indonesia sudah pasti akan ditandai oleh investor dari luar negeri sebagai negara pungli. 

Sudahlah pejabatnya korupsi, pungutan liar merajalela menjerat pedagang kecil hingga dipertontonkan oleh pejabat tinggi. Buruh sering berdemonstrasi karena haknya tidak dipenuhi, sementara kualitas tenaga kerja tidak diperbaiki, tetapi upahnya tetap lebih tinggi dibanding Vietnam.

Lama kelamaan, Indonesia ini seperti sebuah rumah yang di dalamnya penuh rayap, sehingga luarnya tampak sangat lapuk dan hampir roboh, tapi terdengar begitu bising karena penghuni di dalamnya diisi para maling dan preman. Kalau sudah begitu, mau berharap orang bertamu dan menitipkan barang berharganya? Halah Ngimpi!

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi 

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Pemilik Apotek di Jawa Tengah Nekat 8 Tahun Tolak Tawaran Tukang Parkir Liar Sampai Didatangi Ormas, Demi Pelanggan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version