Saya rasa tipe pelanggan kedai kopi paling nyebelin adalah gerombolan mas-mas main gim online, teriak-teriak, dan menolak pulang meski udah jam tutup. Ternyata dari sekian orang itu, yang pesen hanya beberapa, apa nggak bangsat tuh. Welah, ternyata wawasan saya kurang luas. Nyatanya ada tipe pelanggan yang jauh lebih bedebah. Tipe ini adalah mereka yang dengan pekok merayakan ulang tahun seenak jidat pakai acara lempar-lempar kue tart, guyur-guyuran kopi, berantakin meja kursi, dan segenap tindakan rusuh di kedai kopi lainnya.
Peristiwa ini terjadi di salah satu kedai kopi di Jogja pada tanggal 07 Maret 2021 kemarin. Terpantau dari akun Twitter @areajulid, ada segerombolan mas-mas yang menolak pulang meski sudah melebihi jam tutup kedai kopi tersebut. Alasan mereka enggan pulang adalah karena kopi mereka belum habis. Sik, sik, iki piye maksude? Misal kopinya belum habis dan kedai kopinya mau tutup kan bisa minta dibungkus saja. Masa hal fundamental ini pada nggak mudeng? Udah gitu, mereka malah rayain ulang tahun sampai bikin berantakan area kedai kopi, pulak. Krezi bener, dah. Rusuh kok di kedai kopi.
Dis! Speechless ngeliat kelakuannya pic.twitter.com/zBIoTMEM6O
— AREA JULID (@AREAJULID) March 8, 2021
Penasaran dengan detailnya, saya langsung menghubungi pegawai kopi di sono via DM Twitter. Mbak-mbak dengan akun @awlliyak menjelaskan kronologi dengan jelas. Segerombolan mas-mas datang pukul 20.50 WIB dan duduk di outdoor lantai dua. Mereka juga minta bantuan pegawai buat masangin balon-balon di area sekitar mereka. Menjelang pukul 22.00, jam tutup operasional kedai itu, sudah ada pegawai yang mendatangi mereka, tapi mereka nggak mau pulang karena minuman belum habis.
Ya sudah, para pegawai milih beresin area bawah dulu sambil nungguin mereka pada pergi. Sekitar pukul 22.20, hampir lewat setengah jam dari jam tutup, komplotan pelanggan ajaib itu belum juga pulang. Maka dari itu, lampu-lampu dimatikan sampai akhirnya mereka pulang. Sewaktu pegawai mau beresin area lantai dua outdoor, kondisi sudah berantakan pol-polan. Cairan kopi tumpah dan membanjir di lantai, pun banyak ceceran kue tart di mana-mana.
Ternyata segerombolan mas-mas tadi melakukan aksi siram-siram kopi ke salah satu teman yang ulang tahun dan dilanjutkan saling lempar kue tart. Jingan! Ini adalah kelakuan dengan level asu paling tinggi. Pertama, kopi yang mereka buang-buang itu diseduh buat diminum, bukan buat disiram ke teman yang lagi ulang tahun maupun disiramkan ke siapa saja, sama halnya kayak kue tart yang bukannya dimakan dan malah berceceran di mana-mana.
Utekke do nangdi, sih? Nggak habis pikir saya sama entitas yang demen buang-buangin makanan atau minuman, terlebih untuk senang-senang semata. Kedua, mbok mikir lagi di mana. Buang-buangin makanan itu tindakan laknat, terlebih jika dilakukan di tempat umum yang notabennya bukan mereka yang bersihin.
Ngene loh, mereka itu sudah menolak pulang di atas jam tutup, bawa makanan dari luar, buang-buangin minuman sembarangan, rusuh di kedai kopi, juga bikin pegawainya terpaksa lembur beresin kepekokan mereka. Dosanya mumpluk-mumpluk. Itu malaikat Atid, misal biasanya nyatet amal buruk pake pulpen Pilot yang tintanya sering macet, pas liat kelakuan mereka, auto-beli spidol permanen dan nyatet amal buruk full capslock. Yakin, saya.
Iya, emang tugas pegawai adalah beresin rusuh yang terjadi kedai kopi misal berantakan, tapi ya bukan jenis berantakan yang disengaja dan di luar batas nalar manusia normal macam itu.
Ngerapiin meja, kursi, nyapu, buang sampah, nyuci gelas, bikin kedai kopi tampak kinclong bin yahud biar kece pas difoto dan diunggah ke Instagram itu memang tugas pegawai. Tetapi, apakah buang sampah sembarangan dengan sengaja adalah hak pelanggan? Kan nggak. Nek kayak gitu caranya, saya boleh dong main ke kos teman, bikin Mie Sukses isi dua, makan setengah, terus sisanya saya sebar di lantai biar dibersihkan teman saya. Wong itu kos teman saya, ya artinya dia yang wajib bersihin, dong. Itu, misal saya beneran lakuin, bisa auto-disantet saya, plus banyak petisi muncul kayak, “Tolak Riyanto main ke kos Anda!” Tapi, ya gimana, cacat logika macam ini diderita banyak manusia rupanya.
Banyak yang merasa bisa ngapain aja di kedai kopi karena sudah bayar. Mereka bisa protes macem-macem, dari yang masuk akal, kayak kopinya kemanisan, sampai yang nggak masuk akal. Kayak misalnya pesen nasi goreng pedes banget, giliran dikasih pedes banget beneran, eh dianya protes kepedesan. Pun bisa rayain ultah sampai sirem-sireman juga. Pegawai sih nggak bisa berbuat banyak. Ada SOP yang harus dipatuhi agar kenyamanan pelanggan terjaga. Kudu ramah di segala kondisi dan kepada siapa saja. Bahkan misal Mak Lampir beserta geng demitnya berkunjung, pasti bakal disambut ramah.
Di sisi lain, nggak ada SOP bagi pelanggan (ya iyalah), sehingga mereka bebas mau ramah, mau galak, mau judes, atau mau salto dari parkiran sampai ke kasir juga monggo. Kebebasan itu hanya dibatasi etika masing-masing orang, dan pemahaman setiap orang tentang etika berbeda-beda. Makanya, hadirlah sekumpulan orang lucu ke salah satu kedai kopi di Jogja dan berulah. Bangke, rayain ulang tahun sampai bar-bar di kedai kopi orang.
Iki piye, toh? Saya selalu heran kalo ada perayaan ulang tahun tahun pake acara dilempari telor, diguyur terigu, disiram air, dikasih garam, dikasih micin, atau bumbu-bumbu dapur lainnya. Jingan, itu mau bikin telor orak-arik apa gimana, sih? Di kasus ini malah diguyur kopi segala. Esensinya apa, sih? Biar kapok yang ulang tahun? Atau bentuk balas dendam karena dulu pernah digituin juga? Atau emang biar nambahin kerjaan buat pegawai kedai kopinya? Hash mbuh, logika saya nggak nyampe.
Gini loh, saya itu juga pegawai di kedai kopi, jadi tahu bener gimana rasanya beresin kekacauan yang entah disengaja atau nggak disengaja sama pelanggan. Repot, sungguh. Makanya, sebisa mungkin pas main di kedai kopi lain, saya nggak mau aneh-aneh. Saya akan menjadi mas-mas yang nggak banyak komplen, murah senyum, bersahabat, dan selalu bilang kopinya enak kalo ditanya baristanya. Pun kalau pas nggak rempong, menyempatkan bawain gelas kosong ke kasir pas pulang. Bukannya sok baik, tapi sebatas nggak mau nambahin kerjaan pegawai misal saya bertingkah menyebalkan.
Itulah kesalahan saya. Saya berharap ada orang yang bakal sepemahaman sama saya, pun melakukan seperti yang coba saya lakukan. Namun, ternyata nggak. Masih saja ada sekumpulan manusia versi beta yang dengan sadar nambahin kerjaan pegawai. Ya kayak mereka yang rayain ultah, berantakin area outdoor, buang-buangin makanan dan minuman ke lantai, dan nggak merasa bersalah pas pulang sama sekali itu.
Ini saya yakin, setelah kasus ini viral ke mana-mana, bentar lagi mereka bakal bikin klarifikasi dan minta maaf di depan publik dengan premis khilaf, menyesal, dan berjanji nggak melakukannya lagi. Halah, ra butuh. Layak dirujak rame-rame yang model begini.
BACA JUGA Kedai Kopi Jogja: Persaingan Blok Utara vs Blok Selatan dan tulisan Riyanto lainnya.