Banyak yang bilang bahwa hidup di desa adalah impian banyak orang. Bisa hidup tenang dan jauh dari hiruk pikuk keramaian. Tetapi jika kalian suka belanja online, saya sarankan janganlah memimpikan untuk hidup desa. Apalagi yang tidak suka dengan gunjingan orang-orang. Kegiatan belanja online yang terlalu sering bisa jadi bahan omongan orang lain di desa.
Ini saya rasakan sendiri sebagai orang desa. Sebagai orang yang malas melakukan tawar-menawar, saya lebih suka langsung belanja saja melalui toko online. Harganya sudah jelas. Tapi haduh, karena rumah saya di desa, belanja online tetap menambah masalah baru bagi saya. Saya yakin ini juga dirasakan oleh kalian semua yang hidup di desa.
Orang desa kalau mau belanja online harus siap dihubungi kurir kapan pun
Karena jalanan desa yang seperti labirin, menemukan alamat pembeli bukanlah perkara mudah bagi seorang kurir. Apalagi kalau jalan menuju rumah kita belum terdeteksi oleh Google Maps. Makanya, HP kita harus standby sejak pagi. Sebab, si kurir bisa kapan saja menghubungi kita untuk diarahkan menuju alamat kita.
Kalau nahas kebetulan kita tidak menghidupkan HP, paket kita berkemungkinan akan dikirim besoknya. Alasannya, si kurir harus segera pindah ke desa lain. Bahkan kadang harus menunggu lusanya. Pokoknya orang desa kalau belanja online ribet banget!
Hal ini berbeda dengan di kota yang jalannya sudah jelas. Kurir tidak perlu capek-capek menelpon si pembeli. Lokasi rumahnya sudah jelas, ada nomornya, ada plangnya, jadi lebih mudah. Kurir tinggal menaruh saja paket di depan rumah pembeli.
Wajib ambil sendiri di jalan
Selanjutnya, jika kita sudah ditelpon oleh si kurir, itu bukan berarti bahwa si kurir akan berbaik hati mengantar paketnya ke rumah kita. Kurir yang ke desa-desa lebih suka ketemuan di jalan utama. Jadi, kita masih perlu keluar rumah untuk mengambil barang kita.
Jarak yang ditentukan si kurir pun berbeda. Saya alami sendiri fakta ini. Kalau barangnya atas nama saya sendiri, saya harus menjemput barangnya sampai sejauh 1 kilometer. Tetapi kalau barangnya atas nama saudara perempuan saya, si kurir dengan senang hati ketemu di jalanan yang dekat dengan rumah saya. Ini niatnya mau kirim barang, atau sekalian PDKT-an, sih?
Nah, itulah yang terjadi kalau sistemnya COD-an sama orang desa, kalau non-COD beda lagi!
Dititipkan ke tetangga bikin kita nggak enak
Sekarang, anggap saja kalian berhasil mengangkat telepon si kurir. Namun kalian kebetulan tidak bisa diajak ketemuan untuk mengambil barang. Ini akan menambah masalah baru. Barang kalian akan dititipkan ke rumah warga, terutama barang non-COD. Kebiasaan ini sangat umum dilakukan oleh kurir yang mengantar paket ke desa-desa.
Jadi, tiap desa seperti sudah ada satu rumah yang menjadi tempat penitipan paket.
Mungkin tidak masalah kalau paket yang dititipkan hanya sekali dua kali. Tapi bagaimana kalau berkali-kali. Tentu itu akan sangat mengganggu bagi mereka. Apalagi yang menitipkan paket bukan satu atau dua orang, tapi banyak di desa tersebut. Hmmm, ya rumahnya semacam kaya jadi tempat transit terakhir di desa-desa.
Memancing perasaan kepo dari orang desa lain
Nah, hal-hal di atas akhirnya tak jarang memancing perasaan kepo dari orang desa lainnya. Sebab, setiap menjemput paket ke jalan utama tentu akan dilihat-lihat warga, apalagi kalau menjemputnya di rumah tetangga yang jadi lokasi penitipan, auto muncul perasaan ingin tahu dari warga. Yang namanya orang desa, tak ada kata sungkan mengawali obrolan untuk menggali berbagai informasi.
Mungkin awalnya hanya basa-basi, tapi kalau keseringan tentu kita akan merasa risih. Dan lagi, tak jarang basa-basi warga desa kadang malah berujung jadi hot news kabar terkini di lingkungan desa. “Wah, belanja terus ya”, “Lancar nih rezekinya”, “Kerja di mana”, wait sudah, basa-basi itu harus segera kalian akhiri.
Nah, itulah alasan-alasan saya kurang nyaman untuk berbelanja online sebagai orang desa. Niat bebas dari kegiatan tawar-menawar, eh malah dikepoin tetangga sekitar!
Penulis: Abdur Rohman
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Perbedaan Orang Kota dan Orang Desa ketika Belanja di Minimarket.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
