Perasaan nostalgia ini entah kenapa tiba-tiba muncul ketika melihat komik One Piece volume 2 tergeletak berdebu di dalam rak buku saya. Perasaan kangen campur sedih melihat kenyataan bahwa saya perlahan mulai kurang update per-One Piece-an belakangan ini. Asyik dengan proposal penelitian dan jurnal-jurnal asing ternyata membuat saya lupa, pada komik yang jadi sahabat pertama saya ini.
Mengenal One Piece pertama kali layaknya masuk ke dunia yang berbeda dengan berbagai imajinasi gila pengarangnya. Pertama kali saya bersentuhan dengan komik ini ketika harganya masih dikisaran belasan ribu. Saya ingat betul saat membaca volume 1nya, saya terpukau dengan momen ikonik hilangnya tangan Shanks ketika harus menyelamatkan Luffy kecil. Sejak saat itu saya tak pernah mau ketinggalan menyimak petualangan si Monkey D.Luffy ini.
Saat ini saya berumur 21 tahun. Berkenalan dengan One Piece sejak kelas dua SD, kalau dikira-kira umur saya saat kelas dua SD adalah 6 tahun atau 7 tahun. Bisa kalian hitung sudah berapa lama Eiichiro Oda membuat asupan imajinasi gila kepada saya. One Piece tidak sekadar komik. Bagi saya dia adalah bagian dari sejarah hidup saya yang harus saya ceritakan ke anak cucu saya kelak. Tentang bagaimana seorang Nippon bernama Eiichiro Oda menciptakan dunia imajinasinya dengan berbagai karakter yang sangat luar biasa kerennya. Dan ditambah dengan plot cerita dan berbagai adegan pertempuran yang boleh dibilang lebih keren dari film-film superheronya Marvel.
Di sini saya tidak ingin bercerita tentang sejarah asal–usulnya. Saya yakin jika kalian penggemar komik satu ini setidaknya kalian tahu kapan pertama kali komik One Piece terbit. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa komik ini tidak hanya sekadar karya, tapi lebih dari itu. Sebuah maha karya yang menemani orang-orang seperti saya beranjak dari masa kana-kanak, menjadi remaja hingga saat ini berproses menjadi seorang dewasa yang perlahan-lahan mulai digelayuti tanggung jawab .
Sejauh yang saya tahu One Piece juga telah mendapatkan penghargaan Guinnes World Record karena telah terjual secata fantastis ke berbagai belahan dunia. Update 2018 kemarin sih katanya sudah mencapai 400 juta-an kopi yang terjual. Fantastis. Dan pastinya itu akan terus bertambah seiring jalan ceritanya yang masih terus berlanjut.
One Piece tidak hanya populer di Jepang tapi hampir menyebar rata ke berbagai belahan dunia lainnya. Asia tentu, Eropa juga sudah, dataran Arab sepertinya juga sudah. Dari komik ini saya menyadari bahwa ternyata proses itu memang tidak instan. Contoh sederhananya saja selama saya mengikuti One Piece sejak kelas dua SD sampai sekarang adalah bagaimana teknik menggambar Oda meningkat seiring waktu. Jika tidak percaya coba saja cek cerita chapter awal sampai chapter yang paling terbaru. Oda berproses, dan proses itu tidak sebentar.
Selain itu, efek kejut dari komik ini memang tidak ada duanya dan semakin menggila seiring waktu. Efek kejut ini bisa bermacam-macam. Mulai dari plot twist hingga karakter-karakter di dalamnya. Kadang ada saja kata-kata kotor keluar saat melihat bagaimana Oda mempermainkan karakter yang sangat banyak penggemarnya, salah satunya Portgas D. Ace. Oda dengan enaknya mematikan karakter satu ini. Dan efek kejut berikutnya adalah bagaimana karakter Sabo yang selama bertahun-tahun dianggap telah tiada. Tiba-tiba muncul kembali. Tentu saja itu menjadi efek kejut bajingan bagi para penikmat One Piece.
Oda membuat One Piece juga tidak asal-asalan. Jika kita semua cermat dan tentunya membaca beberapa artikel yang secara khusus membahas bagaimana Oda membangun dunia One Piece. Oda nyatanya selalu menyelipkan hal-hal nyata ke dalam dunia One Piece dengan caranya sendiri. Kalau kata saya sih, Oda membuat orang berspekulasi dan ujung-ujungnya cocokologi. Nah untuk yang terakhir itu, saya akui Oda sepertinya sudah melakukan banyak riset dan kajian-kajian yang tidak sembarangan terkait lokasi-lokasi tiap arc di One Piece. Contoh simpelnya ketika arc Dressrosa dengan Corida Colosseum-nya, coba cek dan cermati, apakah mirip dengan Colosseum yang ada di Italia?
Tidak hanya membuat orang berspekulasi dengan jalan cerita ke depannya. Komik ini menjadi spesial karena tiap karakter yang muncul di cerita punya kesan dan porsi yang memang susah dilupakan. Karakter penting tidak hanya Luffy, ada Kaido, Big Mom, Akainu, Kurohige hingga berbagai karakter misterius yang bisa muncul secara tiba-tiba. Komik ini di setiap chapternya pada akhirnya tidak soal Luffy tapi soal seluruh orang di dunia ini yang menunggu akan ada hal gila apa lagi di dunia bajak laut satu ini.
Bagi orang lain mungkin One Piece hanya sekadar karya dan cuma komik yang menghibur. Namun bagi saya, One Piece lebih dari itu. Dia semacam dunia imajinasi yang membuat saya sejenak melupakan penatnya kehidupan nyata dan sesekali beristirahat lalu menenggelamkan pikiran bahwa menjadi Luffy yang melihat Boa Hancock tak pakai baju lantas tidak nafsu itu adalah momen paling konyol yang saya tak habis pikir.
Dan bagaimana pikiran saya melepas penat dengan imajinasi saya tentang perang akhir yang isunya akan lebih dahsyat dari perang Marineford. Bayangkan, lebih dahsyat dari itu! Perang Marineford saja menurut saya sudah sangat epic dan bikin jantung selalu berdegup kencang. Bagaimana momen saling bunuh dan serang antara satu aliansi yang dipimpin Shirohige datang ke markas pemerintah dunia dan dengan gilanya menyerbu secara langsung. Dan katanya perang akhir akan lebih dari itu!?
Satu yang pasti, saya akan selalu berdoa untuk kesehatan Oda. Karena saya tidak ingin cerita One Piece selesai di tengah jalan. Saya juga tidak ingin dia berakhir dengan penutup yang dipaksakan. Dan yang terpenting, saya tidak mau Oda berhenti menyisipkan Pandaman secara diam-diam dan misterius dalam setiap ceritanya.
One Piece memang ajaib. Sekali lagi komik ini bukan sekadar cerita bergambar. Banyak hal-hal cerdas di dalamnya yang barang tentu dibuat tidak dengan sembarangan dan asal-asalan. Banyak plot twist dan clue-clue yang saling sangkut paut pada setiap gambar di dalamnya. Banyak riset yang tentunya lahir dari berbagai fakta-fakta nyata dan kemudian disisipkan ke dunia imajinasi One Piece. Itulah One Piece, tidak hanya sekadar karya tapi sebenarnya adalah maha karya dan warisan dunia berwujud imajinasi yang harus dijaga dengung dan kehebatannya.
Berlebihan? Mungkin jika kalian tanya Sherina Munaf, Uus dan Kurt Zouma, mereka akan sepakat dengan saya.
BACA JUGA Belajar dari One Piece: Tak Semua Orangtua Mengerti Passion Anaknya atau tulisan M. Farid Hermawan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.