Olahraga Lari di CFD Jakarta: Berawal Murah, Berujung Mewah

Olahraga Lari di CFD Jakarta: Berawal Murah, Berujung Mewah

Olahraga Lari di CFD Jakarta: Berawal Murah, Berujung Mewah (Unsplash.com)

Olahraga lari dengan memanfaatkan CFD Jakarta sebenarnya bagus juga, tapi masalahnya tak jarang aktivitas ini jadi ajang untuk berlomba membanggakan diri.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau yang juga dikenal dengan car free day (CFD). Pelaksanaan CFD dilakukan di 6 titik di berbagai bagian Jakarta mulai pukul 6 pagi hingga 11 siang. Khusus di Jalan Jenderal Sudirman-Jalan MH. Thamrin (Patung Pemuda Membangun sampai Bundaran Patung Kuda/Patung Arjun) dilakukan tiap minggunya.

Banyak warga Jakarta dan sekitarnya yang memanfaatkan satu hari dalam seminggu ini untuk berolahraga atau sekadar jalan-jalan bersama keluarga, khususnya para pelari, baik rekreasional maupun profesional. Makin maraknya insan yang menggeluti olahraga lari, makin banyak juga brand lokal pendukung olahraga lari ini bermunculan. Bahkan brand luar negeri yang mungkin belum banyak orang tahu seperti Tracksmith, Saysky, Satisfy Running, dll., juga turut mengeluarkan produk yang mendukung olahraga lari.

Harga outfit para pelari di CFD Jakarta kian mahal

Saya yang masih pelari pemula ini teringat pada sebuah kalimat, kurang lebih begini bunyinya: lari adalah olahraga murah. Ya sebenarnya nggak ada yang salah dengan kalimat tersebut seandainya kita memang lari hanya untuk olahraga.

Akan tetapi kalimat tersebut rasanya jadi kurang pas begitu kita merasakan lari di CFD Sudirman-Thamrin Jakarta. Di sini, lari bukan hanya sebuah aktivitas olahraga. Lari di CFD bisa juga dibilang jadi ajang membanggakan diri. Dan hal itu juga diamini oleh teman saya yang sudah menggeluti dunia lari bertahun-tahun lamanya.

Di CFD Jakarta, kita akan melihat banyak runners yang ber-“outfit kalcer”. Mulai dari sepatu, jersey, topi, running belt, jam tangan, hingga perangkat audio. Ketika saya cek harga barang-barang penunjang olahraga tersebut di toko hijau, rerata harga outfit yang dipakai para pelari ini berada di atas 1 juta rupiah.

Bayangkan kalau di CFD Jakarta ada sebuah social experiment dengan pertanyaan, “Berapa harga outfit lo?” Mungkin yang bertanya pun akan heran mendengarnya. Kaos singlet saja harganya bisa mencapai 1,8 juta. Sungguh di luar nurul. Hehehe.

Punya pelatih lari hingga ikut berbagai race

Banyak pelari pemula seperti saya yang kecemplung olahraga lari akhirnya memutuskan untuk punya pelatih. Alasannya beragam. Entah karena ingin mendalami olahraga lari dengan baik atau bahkan punya target sebuah race. Biaya untuk membayar seorang pelatih pun bervariasi dan menurut saya, itu juga tidak murah.

Seorang pelatih nantinya akan memberikan program-program yang harus dilakukan seorang pelari untuk mencapai targetnya, seperti easy run, interval run, tempo run, long run, dan banyak lagi. Tak jarang pula para pelari memposting catatan waktu lari mereka di kolom media sosial mereka.

Dalam setahun, hampir tiap bulan selalu ada event race yang diadakan di berbagai penjuru Nusantara. Bahkan, slot race tersebut selalu ludes dalam hitungan menit walau didapatkan dengan cara war. Padahal faktanya, biaya ikutan race tersebut terbilang mahal. Biaya race untuk jarak 10 kilometer rata-rata dibanderol seharga 600 ribu rupiah. Tapi itu belum termasuk biaya akomodasi. Lebih di luar nurul lagi kan dibandingkan harga outfit lari yang biasa dipakai di CFD Jakarta.

Terpengaruh circle sampai ikut komunitas

Selain rutin berolahraga lari di CFD Jakarta, ada banyak komunitas lari di Jakarta yang bisa diikuti siapa pun dan dari kalangan apa pun. Biasanya, komunitas lari tersebut menyediakan program teknik dasar lari dan strength training yang bisa diikuti untuk menunjang performa, dan itu gratis. Seperti komunitas lari yang saya ketahui misalnya, mereka rutin berkumpul setiap Kamis malam di GBK.

Akan tetapi seperti kehidupan pada umumnya, dalam komunitas lari pun ada drama-drama yang menjadi hidangan. Seperti persaingan antar-member, ada grup dalam grup, atau sekadar fenomena ingin tampil lebih unggul dari yang lain misalnya dari outfit-nya, performa larinya, dll..

Saya tidak bermaksud menyalahkan atau membenarkan apa yang saya tuliskan, karena saya juga mengalami salah satu fase yang saya tuliskan di atas. Jika dirasa mampu untuk kalcer, ya jangan sungkan. Tapi kalau dirasa tidak perlu, ya jangan memaksakan diri. Toh masih banyak juga yang lari di CFD Jakarta dengan outfit menyesuaikan kantong. Yang penting tetap berolahraga, tetap berlari. Semangat, Gaes!

Penulis: Jarot Sabarudin
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Pengalaman Saya Berjualan di Car Free Day.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version