Oh, Ternyata Begini Rasanya Terjaring Razia Masker

Oh, Ternyata Begini Rasanya Kena Razia Masker Terminal Mojok

Seiring dengan melonjaknya jumlah penderita Covid-19, pemerintah daerah menggiatkan kembali upaya-upaya pencegahan penyebaran virus. Salah satunya dengan razia masker. Soal razia masker ini, saya sering melihatnya di jalan-jalan utama. Alhamdulillah, saya belum pernah satu kali pun terjaring razia masker selama pandemi Covid-19. Saya tergolong warga yang tertib menggunakan masker. Baik saat keluar rumah, di dalam mobil maupun di dalam ruangan saat bekerja.

Namun, sepertinya kemarin saya sedang apes. Ceritanya, saya sedang menyeruput es teh yang sudah disediakan untuk saya di sekolah. Namanya mau minum ya pasti maskernya dilepas dong. Lha tiba-tiba ada seorang ibu paruh baya berseragam Satpol PP muncul dari balik pintu. Tanpa ba bi bu dia langsung main tunjuk sambil berseru lantang, “Satu, dua, tiga, empat, ayo keluar! Yang nggak pakai masker ayo keluar. Gabung sama yang lain di depan! Cepat!”.

Sontak kami yang tengah berada di ruangan kaget. Saya dan 3 teman lainnya langsung memakai masker dan keluar seperti yang telah diinstruksikan ibu Satpol PP tadi. Di depan sudah menunggu sekitar 10 orang. Ada staf TU, ada juga murid yang kebetulan saat itu datang karena ada keperluan. Jadilah kami berkumpul di halaman depan sekolah.

Oleh salah seorang petugas Satpol PP laki-laki, kami diminta mendekat untuk memberikan informasi nama. Dari sana saya merasa ada yang aneh. Setahu saya, salah satu protokol kesehatan yang harus dipatuhi dalam rangka mencegah penyebaran virus Covid-19 adalah menjaga jarak. Lha kok ini malah disuruh bergerombol untuk dicatat namanya? Gimana ceritanya coba? Saya dan beberapa guru yang saat itu memang sengaja jaga jarak malah dioprak-oprak suruh mendekat. Waduh…

Setelah nama kami dicatat, kami diminta membentuk barisan. Ada seorang bapak berseragam dinas yang mendekat dan berdiri di depan barisan. Beliau tidak mengenakan seragam satpol PP, tapi kalau dilihat dari rambutnya yang beruban, sepertinya beliau yang paling senior di antara petugas yang lain.

Bapak senior itu menceramahi kami tentang pentingnya memakai masker. Beliau juga menyebutkan bahwa denda bagi warga yang ketahuan tidak memakai masker adalah Rp 50 ribu per orang. Namun, karena dianggap sebagai pelanggaran yang pertama kali, kami semua hanya dikenai denda Rp 10 ribu saja per orang.

Rupanya hukuman tersebut bukan harga mati. Beliau memberikan opsi hukuman yang lain, yaitu hukuman sosial. Hukuman sosial yang dimaksud adalah menyanyikan lagu “Indonesia Raya” secara bersama-sama. Meskipun demikian, bapak senior tersebut mengarahkan supaya kami memilih denda saja. Katanya kalau dihukum nyanyi, nanti kami malu sama murid-murid. Kalau denda kan urusan langsung beres saat itu juga. Sayangnya, kami lebih memilih melakukan hukuman sosial.

Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya, kami diingatkan kembali oleh bapak senior untuk selalu memakai masker dengan benar. Jujur, ketika bapak senior itu menyebutkan “memakai masker yang benar”, saya pengin ketawa. Lha ibu Satpol PP yang tadi menggerebek kami juga pakai maskernya sembarangan kok. Sudah maskernya nggak standar, melorot pula. Yaaa sudah, mungkin itu syle si ibu.

Lalu, yang membuat saya pengin ketawa lagi adalah si bapak senior tersebut tetap menghendaki denda. Lha gimana sih? Kan kami semua sudah kena hukuman sosial. Kok? Yaaa sudah. Mau menyela ya gimana? Wong kami juga posisinya berada di pihak yang salah. Diam saja lah.

Tahu dendanya berapa? Dendanya ternyata bukan Rp 50 ribu per orang dan bukan pula Rp 10 ribu per orang seperti yang blio sebutkan di awal. Dendanya Rp 50 ribu untuk 14 orang yang saat itu kena hukuman. Sistemnya terserah, mau pada patungan atau sekolah saja yang bayar. Intinya ya Rp 50 ribu, Mylov…

Kepala TU yang waktu itu juga kena razia menyebut supaya denda ditanggung oleh pihak sekolah saja. Kami pun bubar dan kembali ke ruangan masing-masing. Sementara si bapak senior itu melenggang ke kantor TU.

Hmm, ternyata seperti ini ya rasanya terjaring razia masker di masa pandemi Covid-19. Ada deg-degannya, tapi ada lucunya juga. Deg-degan saat si ibu Satpol PP tiba-tiba masuk ruangan lalu main tunjuk sambil ngoprak-ngoprak. Duh, berasa kayak razia PKL saja. Kalau lucunya pas bagian… Ah, kalian pasti tahu bagian yang mana.

BACA JUGA Rekomendasi Tempat Belanja Baju di Jogja yang Murah Tanpa Tanding atau artikel Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version