Angong Niuhuang Wan adalah obat cina yang diklaim bisa menyembuhkan stroke, dan saya adalah saksinya
Bayangkan sebuah kotak perhiasan indah khas Cina. Ketika dibuka, ada bola karet putih besar. Robek bola karet itu. Di dalamnya ada sebutir pil berwarna emas berkilauan. Di dalamnya pil itu terkandung belasan bahan herbal. Dari empedu sapi sampai mutiara. Sebutir obat itu bisa berharga jutaan. Namun, (diklaim) bisa mengobati stroke dan kelumpuhan. Obat itu adalah Angong Niuhuang Wan. Dikenal juga sebagai Angkung, Angkong, atau Anggong.
Angong Niuhuang Wan memang sudah jadi legenda. Meskipun harganya mahal, banyak orang terbantu oleh obat cina ini. Obat stroke unik ini juga menolong saya dan keluarga. Dan kali ini saya akan berbagi kisah tentang Angong atau Angkung ini. Tenang, saya tidak akan droplink marketplace. Toh saya bukan penjual obat apalagi tabib.
Menurut klikdokter, Angong Niuhuang Wan termasuk dalam obat herbal. Obat ini mengandung empedu sapi, kantong sekresi rusa, mutiara, madu, dan bahan lain. Konon masih banyak bahan yang dirahasiakan. herbal ini berguna untuk melancarkan peredaran darah, menurunkan demam tinggi, dan mengurangi peradangan. Nah, salah satu penyakit akibat tersumbatnya peredaran darah adalah stroke.
Stroke bukan penyakit sepele. Ketika menyerang, tidak hanya pengidap yang rusak hidupnya, tapi juga keluarga. Inilah yang saya dan keluarga alami pada tahun 2011. Eyang saya yang sedang asik bermain keyboard tiba-tiba ambruk. Tubuh bagian kirinya lumpuh seketika, dan segera dilarikan ke rumah sakit.
Singkat cerita, eyang berontak di ruang rawat. Ia ingin dipulangkan ke rumah. Dalam kondisi tidak berdaya, kami menandatangi surat pernyataan bahwa pasien pulang atas kemauan sendiri. Kami sudah membayangkan kehidupan yang serba sulit. Membayangkan eyang yang tidak berdaya di atas kasur sampai akhir hayat. Bagaimana kami berjuang bisa Anda baca dalam artikel ini.
Akhirnya eyang kami bawa pulang, dan langsung kami baringkan di kasur. Eyang benar-benar tidak berdaya. Beberapa kerabat yang mendengar kabar pilu ini langsung menjenguk. Salah satunya menyarankan kami untuk membeli angkung. Kami tidak tahu obat macam apa itu. Namun dalam keputusasaan, akhirnya saya berangkat ke toko obat Kawi. Toko yang direkomendasikan saudara untuk membeli angkung ini.
Sampai di sana, saya dijelaskan bahwa angkung itu Angong Niuhuang Wan. Dan Angkung memang selalu direkomendasikan ketika ada keluhan stroke. Penjaga toko tersebut menyayangkan karena saya baru beli obat cina ini setelah 3 hari serangan stroke. Namun blio tetap meyakinkan Angkung bisa menolong eyang saya. Karena tahun itu eyang sudah berusia 70-an tahun, penjaga toko tidak menjanjikan eyang sembuh total. Namun dengan Angkung, setidaknya eyang tidak lumpuh total. Minimal bisa bangun, jalan dengan tongkat, dan tubuh kanannya aktif. Akhirnya saya setuju untuk membeli obat itu.
“Hah? 500 ribu sebutir?!” Tanya saya. Penjaga toko bilang kalau itu harga standar. Dan karena diharuskan minum 3 hari berturut-turut, berarti saya harus beli 3 butir. Satu setengah juta!
Demi kebaikan bersama, saya tetap beli 3 kotak. Tampilannya persis seperti awal artikel. Saya juga mendapat panduan untuk memberikan obat ini pada pengidap stroke. Pil 3 gram ini jelas tidak bisa ditelan langsung. Agar bisa dikonsumsi, pil tersebut harus digerus dan ditambahkan sesendok air panas. Baru disuapkan pada eyang.
Saya juga diingatkan agar tidak mengupas lapisan emas pil ini. Karena lapisan itu bagian dari obat. Akhirnya saya gerus obat itu dengan sesendok air panas. Baunya aneh, susah dijelaskan. Ada aroma harum, amis, pengar, dan entah apa lagi. Saya jelas tidak mau mencicipi. Karena setetes obat cina ini sudah seharga 10 ribu.
Akhirnya saya suapkan pada eyang. Saya berharap obat ini langsung bekerja. Tapi seharian tidak ada perubahan pada eyang. Saya tidak terima. Lha wong obat seharga 500 ribu sebutir kok tidak ajaib. Tapi saya tidak ada pilihan kecuali bersabar. Sabar menghadapi eyang, dan sabar menjelaskan kenapa obat ini sangat mahal.
Pada hari kedua saya kembali menyiapkan obat ini. Setelah disuapkan, belum juga nampak perubahan berarti. Saya sudah pesimis dan merasa dibohongi. Jangan-jangan obat ini palsu. Atau memang tidak ada obat ajaib yang namanya Angkung. Saya menyerah dan berpikir untuk tidak melanjutkan obat ini besok. Yang terbayang hanya eyang lumpuh seumur hidup.
Di hari ketiga, saya tengok kamar eyang. Eyang saya sedang berusaha mencari pegangan untuk duduk. Saya langsung kaget dan menolong eyang saya. Akhirnya eyang bisa duduk tanpa penopang. Jelas tidak seperti bayangan saya. Akhirnya saya kembali punya harapan, dan memberikan obat terakhir.
Pada hari ke-7, eyang sudah belajar berdiri. Memang kesulitan, namun eyang bisa melakukannya. Sebulan kemudian, eyang sudah bisa berjalan dengan tongkat. Dan sekitar 5-6 bulan kemudian, eyang bisa berjalan tanpa tongkat. Meskipun sesekali tetap butuh pegangan. Namun ini kemajuan yang lebih dari bayangan kami. Bahkan ketika dirawat, kami dijanjikan bahwa eyang bisa duduk sendiri setelah beberapa bulan. Dan kemungkinan akan selalu butuh kursi roda.
Saya tidak meremehkan tenaga kesehatan. Namun, apa yang kami lihat memang luar biasa. Tentu Angong Niuhuang Wan bukan satu-satunya sumber kesehatan. Doa, kontrol rutin, dan tekat untuk sembuh juga punya peranan penting. Namun dengan apa yang saya lihat, memang Angong ini terbukti membantu menyembuhkan stroke.
Akhirnya saya berdiskusi dengan tetangga yang juga penyintas stroke. Blio kini bisa beraktivitas normal seperti sebelum kena serangan stroke. Karena saat pertama ambruk, salah satu keluarganya langsung membeli Angong. Jadi pada hari kedua bagian tubuh kirinya mulai berangsur normal. Tapi tetangga saya ini mengingatkan jika usia eyang sudah uzur. Jadi kondisi saat ini sudah sangat baik. Andaikata eyang tidak sempat minum Angong, mungkin eyang hanya bisa tergeletak di kasur seumur hidup.
Eyang saya sudah 4 kali kena serangan stroke. Hari ini eyang hanya bisa berpindah dari kasur ke kursi saja. Namun setidaknya eyang tidak benar-benar lumpuh. Dan dari pengalaman ini, saya berani merekomendasikan Angong Niuhuang Wan.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Stroke: Susahnya Mengatur Pola Makan di Negara Kuliner Terbaik Dunia