“Battle of Britpop”, adalah warisan besar dari sebuah era musik alternatif rock Inggris di era 90-an. Dalam tajuknya, Battle of Britpop menempatkan dua nama paling besar: Oasis dan Blur, sebagai rival. Ya, dari dua nama ini, saya yakin sebagian besar dari kalian akan mengatakan bahwa Oasis lebih baik dari Blur.
Tidak sepenuhnya anggapan tersebut salah. Namun, saya lebih yakin orang yang mengatakan ini dengan mudah adalah orang-orang yang jarang mendengarkan Blur. Atau, mungkin baru bisa menikmati Blur melalui “Song 2” saja. Maka, sesungguhnya anggapan bahwa Oasis lebih baik dari Blur adalah suatu anggapan yang gegabah.
Meski sekilas tampak jomplang, sesungguhnya pertarungan keduanya setara. Saya lebih suka menganalogikan kedua band ini seperti: Oasis sebagai Real Madrid dan Blur sebagai Barcelona. Soal capaian, Madrid jelas unggul hampir segalanya. Tapi, Barca punya kisah Tiki-taka dan gol solo run Messi di semi final UCL 2011 yang akan selalu menjadi aib bagi Madridista.
Mengatakan Real Madrid selalu lebih baik dari Barcelona, tidak semudah itu, bukan? Begitu juga dengan “Battle of Britpop”.
Seperti ungkapan beberapa media yang mengatakan, “Blur memenangkan pertempuran, tapi Oasis memenangkan perang.” Perang angka penjualan dan basis massa dimenangkan telak oleh Oasis. Tapi pertempuran-pertempuran yang pernah dimenangkan Blur juga tak kalah menariknya.
Blur pernah mempecundangi Oasis, kala Blur sengaja merilis single “Country House” di hari yang sama ketika band rivalnya merilis “Roll with It” pada 1995. Ini adalah kemenangan atas dendam Damon Albarn (vokalis Blur) terhadap ucapan kurang ajar Liam (vokalis Oasis) sebelum perilisan. Kemudian, ini dirayakan dengan Alex James (bassis Blur) yang mengenakan kaos Oasis di atas panggung. Bahkan, pertempuran ini kini menjadi pertempuran yang paling diingat ketika membicakan kedua band ini.
Ya, jika kamu menyukai Oasis dengan alasan persona tengil duo Gallagher, perlu kamu ketahui dengan ulasan di atas. Bahwa Blur tak kalah tenggilnya. Itu baru perkara teggil, belum perkara lain. Utamanya perihal lagu-lagu kedua band ini.
Kita mulai dengan pertanyaan, “Mengapa lagu Oasis lebih populer dari Blur?” Itu semua tak lepas dari apa yang ditawarkan Oasis bahwa lagu-lagu mereka cenderung easy listenin dan mudah diterima pasar umum. Bahkan, ia terkesan monoton, seolah tak bergerak.
Berbeda dengan Blur yang menawarkan lagu dalam berbagai warna dan cukup variatif. Satu lagu ke lagu lain terasa berbeda, seolah sulit dipercaya bahwa “The Universal” dan “Country House” dinyanyikan oleh band yang sama. Dan jujur saja, pengalaman mendengarkan Blur lebih menyenangkan ketimbang Oasis yang terksesan itu-itu saja.
Opini tersebut baru bisa kalian amini, ketika kalian mendengarkan lagu dari kedua band ini dengan porsi yang hampir setara. Dan rasakan sensasinya.
Kalau mendengarkan Blur lewat “Song 2” saja, tentu tidak valid. Karena “Song 2” sesungguhnya sengaja dibuat dengan kesan yang Amerika banget, ala-ala grunge. Maka sekalipun, “Song 2” menjadi lagu paling populer, tapi lagu ini belum bisa menjadi keseluruhan Blur. Karena, pada Blur seolah seperti gabungan berbagai warna, sementara Oasis tampak seperti monokrom.
Kemonotonan Oasis dan kevariatifan Blur, pada akhirnya menjadi sedikit pembenaran akan anggapan dan stereotip bahwa Blur lagunya cenderung mereprsentasikan kaum berpendidikan. Utamanya karena latar belakang mereka sebagai mahasiswa dan asal mereka dari London.
Sementara Oasis diterima orang umum, utamanya kelas pekerja, ditambah latar belakang mereka sebagai orang Manchester dan dari kalangan non-akademis. Anggapan itu tak selalu sepenuhnya benar. Tapi, Blur lebih variatif dari Oasis itu benar adanya.
Sementara, hal lain yang tak kalah penting adalah penampilan di atas panggung. Liam boleh berbangga dengan gaya cool dan kakunya di atas panggung, lengkap dengan parka-nya. Yang kemudian dipuja sebagai attitude seorang rock n roll di atas panggung. Tapi, penampilan enerjik nan kompak Blur kadang lebih enak ditonton ketimbang penampilan acak-adul Oasis.
Lantas, dari keduanya siapa yang lebih baik? Saya tak bisa menjawabnya. Dulu, saya pernah “tanpa ragu” mengatakan Oasis lebih baik dari Blur. Terakhir, saya mengatakan itu adalah saat saya belum terlalu banyak mendengarkan Blur. Dan kini, pertanyaan itu semakin sulit terjawab. Walau jujur saja, sampai sekarang “Champagne Supernova” masih lebih sering saya putar ketimbang “The Universal”.
Sumber Gambar: Unsplash