Nilai soal TWK CPNS milikmu jeblok? Tenang, bukan berarti kalian bodoh kok, cuma beda pendapat aja sama pemilik soal!
Beberapa bulan terakhir, lini masa saya dipenuhi dengan postingan seputar CPNS. Mulai dari pendaftaran, iklan bimbel online, hingga meme lucu seputar orang yang lagi daftar CPNS. Ini baru bagi saya, soalnya memang baru pertama kali daftar. Maklum, first timer, alias fresh graduate yang lagi mencoba peruntungan sebagai pelayan publik.
Dulu ketika masa-masa pendaftaran, sempat gaduh ketentuan pendaftaran yang mengharuskan peserta menggunakan e-meterai yang dibubuhkan pada surat pertanyaan. Masalahnya, web untuk beli e-meterai aja banyak yang error. Bisa beli, tetapi nggak bisa dibubuhkan ke dokumen yang dibutuhkan. Fenomena unik lain muncul: joki e-meterai. Kayaknya, semua hal di Indonesia itu bisa dijoki.
Tidak berhenti sampai di situ, ketika Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dasar dimulai, muncul huru-hara lagi di berbagai platform media sosial. Mulai dari yang ngeluh kesulitan soal TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) yang di luar nalar, sampai ada yang nyumpahin pembuat soal karena dinilai nggak objektif dan terkesan suka-suka.
Daftar Isi
Tes Wawasan Kebangsaan, tapi opsi jawaban sangat subjektif
Saya tahu, membuat soal yang bagus itu memang nggak mudah. Apalagi sekelas soal TWK yang diujikan di CPNS, pasti bebannya dobel. Namun, sesulit-sulitnya bikin soal TWK, kalau tingkatannya “event nasional” yang diadakan hampir setiap tahun, masa nggak dipersiapkan dengan matang, sih?
Dari yang saya tahu, jenis soal yang diujikan itu sesuai latar pendidikan pendaftar. Misalnya, karena saya lulusan strata satu, maka saat mengerjakan soal SKD, maka di layar ada tulisan kecil S1-S3. Dari situ, saya asumsikan bahwa soal yang ada itu diujikan untuk lulusan S1-S3.
Namun, dari kualitas soal yang ada, saya malah jadi bertanya-tanya. Ini yang buat soal siapa sih? Dengan latar pendidikan peserta yang tentunya beragam, kok bisa bikin soal yang jawabannya rancu? Dari 30 soal TWK yang ada, saya bisa bilang, kalau lebih dari setengahnya, opsi jawaban tiap soal sangat bisa diperdebatkan.
Ada yang bilang kalau mau menjawab dengan benar, perlu mengamati setiap kata kunci yang ada dalam soal. Misalnya, pada tema bela negara, baik saat tes maupun try out, sering muncul kata globalisasi dan teknologi. Namun, ketika menjawab dengan opsi jawaban yang mengandung implementasi dari dua kata tersebut, bisa aja salah. Kayak… ini yang paling benar memang cuman perspektif dari pembuat soal ya?
Ngerjain TWK aman, tapi begitu dinilai, zonk!
Alhasil, meskipun saya sudah terbiasa dengan bacaan dan merasa sudah menjadi warga negara yang baik di masyarakat, belum tentu bisa dapat nilai TWK maksimal. Buktinya, ketika mengerjakan soal TWK, saya merasa tidak ada kesulitan sama sekali. Namun, ketika jawaban di-submit, nilainya zonk!
Mungkin saya memang belum mempunyai wawasan kebangsaan yang baik. Tapi kok banyak yang merasakan hal sama ya? Ketika curhat ini di media sosial, banyak yang reply dengan balasan senada,
“TWK mostly penalaran, tapi entah nalar siapa yang dipake!”
“Kan… bukan aku aja yang ngerasa kan? Tatanan bahasanya tidak memenuhi kaidah bahasa yang baik dan benar wkwkwk”
“Sebagai lulusan ilmu hukum, saya juga pushinggg kak!”
Netizen sepakat, seharusnya sistem penilaian diubah, nggak cuma pakai TWK
Membaca puluhan jawaban dari netizen tentang sambatan perihal TWK, saya jadi ikut sepakat kalau sistem penilaiannya mending diubah kayak TKP (Tes Karakteristik Pribadi), yaitu dengan sistem nilai terendah sampai nilai tertinggi. Saya yakin, meskipun kualitas soal belum ada perubahan signifikan, penilaian ini lebih terasa fair.
Lagian, masalah implementasi wawasan kebangsaan itu memang subjektif ya. Ketika membaca beberapa opsi soal yang ada, kadang saya membatin kalau jenis soal seperti itu malah terkesan memberi label bahwa tindakan A benar, tindakan B salah. Padahal, keduanya sama-sama benar. Masalahnya, dengan latar belakang pendidikan yang berbeda serta pemahaman konteks yang ada, bisa aja ada perspektif yang debatable.
Apalagi bagi saya seorang sarjana ilmu sosial. Wawasan kebangsaan paling benar menurut saya ya yang paling menguntungkan masyarakat. Namun, tidak jarang saya menemukan bahwa opsi jawaban yang dinilai benar oleh pembuat soal itu terlalu negara-sentris. Terlalu berpusat pada negara, bukan kepentingan masyarakat. Duh.
Pesan untuk yang Ikut CPNS Tahun Depan
Saya nggak berharap lebih akan ada perubahan dari segi kualitas soal maupun sistem penilaian yang lebih fair bagi peserta. Namun, yang ingin saya katakan adalah kalau memang ingin lolos, posisikan diri sebagai pembuat soal yang berpihak pada negara. Runtuhkan idealisme yang menurutmu paling sesuai dan berpura-puralah menjadi aparatur negara yang maha benar.
Ya, itu tips kalau mau dapat nilai bagus dan bisa lolos, sih. Tapi yang jelas, kalau nilaimu nanti kurang bagus, jangan bersedih. Bukan kamu yang bodoh, tapi beda pendapat aja sama pembuat soal.
Tulisan ini sebenarnya penghiburan buat diri sendiri juga. Entah memang masih denial karena dapat nilai TWK yang mepet passing grade, atau memang kualitas soalnya yang jelek dan terkesan suka-suka pembuat soal. Apa pun itu, buat yang masih percaya jimat bisa bikin nilai SKD jadi bagus, semoga nilai TWK-nya di bawah passing grade!
Penulis: David Aji Pangestu
Editor: Rizky Prasetya