Nelayan, Profesi Paling Makmur di Lamongan, Awak Kapal Gajinya Minimal 3 Juta!

Nelayan, Profesi Paling Makmur di Lamongan, Awak Kapal Gajinya Minimal 3 Juta!

Nelayan, Profesi Paling Makmur di Lamongan, Awak Kapal Gajinya Minimal 3 Juta! (Pixabay.com)

Jika berbicara seputar Lamongan, pasti yang terbesit di kepala kalian adalah pecel lele. Sudah, ngaku saja, saya nggak bakal ngamuk kok. Saya sudah berdamai dengan itu. Iya, saya sering mengamati respons orang-orang ketika saya memperkenalkan asal kota saya, Lamongan, pasti adaaa saja yang nyeletuk “wah pecel lele”.

Saking familiarnya pecel lele dengan Lamongan, dulu ketika Saddil Ramdani masih bermain di Persela, ia diberi julukan oleh komentator dengan gocekan pecel lele. Edyan emang.

Isu seputar pecel lele tak cukup sampai situ. Dalam obrolan masyarakat, ada banyak orang yang mengklaim bahwa kriteria menantu idaman di Lamongan adalah pemilik warung pecel lele. Bahkan kalau dibahasakan dengan berlebihan, pecel lele dianggap sebagai penyangga ekonomi umat.

Ini disebabkan karena warung pecel lele kebanyakan sangat laris sehingga bisnis ini dianggap sangat menggiurkan. Tidak sedikit perantauan pecel lele yang kembali ke kampung halamannya dengan membawa mobil, motor, atau beberapa benda lainnya yang mencerminkan kesuksesan. Inilah yang menjadi latar belakang klaim tersebut.

Bahkan ada beberapa desa di Lamongan yang menampakkan jajaran rumah mewah, tapi seakan tidak berpenghuni. Iya, rumah tersebut konon merupakan milik dari perantau pecel lele di luar kota.

Lamongan sejahtera karena laut dan pasar

Meski demikian, bagi saya klaim tersebut adalah kurang tepat. Masyarakat Lamongan memang suka merantau, entah ke luar kota atau luar negeri. Namun, penyumbang ekonomi terbesar di sana bukan dari orang jualan pecel lele, melainkan dari sektor dagang (pasar) dan laut.

FYI aja, di Lamongan sendiri ada dua kecamatan yang dianggap paling sejahtera, yaitu kecamatan Babat dan Paciran. Kecamatan Babat yang dikenal sebagai penghasil wingko ini bisa sejahtera karena menjadi pusat perdagangan (pasar) yang sangat melegenda.

Sedangkan Kecamatan Paciran yang letaknya di pesisir pantai utara ini karena pemanfaatan laut mereka. Iya, profesi nelayan adalah penyanggah tatanan ekonominya. Sebab pekerjaan tersebut sangatlah menjanjikan.

Disclaimer dulu, nelayan yang saya maksud di sini adalah yang menggunakan kapal besar. Iya, ada beberapa jenis nelayan. Ada yang memakai perahu kecil, yang bekerja semalam saja. Ada juga yang menggunakan perahu agak besar. Yang jarak tempuhnya bisa 12 hari sekali melaut. Nah nelayan jenis kedua ini yang saya maksud.

Biar saya kasih gambaran, nelayan jenis kedua ini karena sekali melaut membutuhkan sekitar 12 hari, maka sebulan bisa 2x melaut saja. Dan bagi yang belum tahu, penghasilan rata-rata sekali melaut adalah 1,5 juta rupiah. Artinya dalam sebulan bisa 3 juta. Iya setara PNS, yagaseh?

Hah, belum tertarik? Tunggu dulu. Fakta menarik selanjutnya, penghasilan dengan nominal tersebut adalah milik awak kapal dengan jabatan paling rendah. Di sini disebut “belah”. Sedangkan kapten kapal, atau biasa kami sebut dengan “jeragan”, bisa mendapat 10 juta rupiah sekali melaut, atau 20 juta rupiah tiap bulan.

Iya, nggak salah guys. Dan itu nominal rata-rata. Bisa lebih dari itu juga lho pendapatannya. Nominal tersebut udah setara dengan gaji dekan salah satu perguruan tinggi di daerah Malang.

Sedikit tentang ngorek

Nah, dari kecemerlangan profesi nelayan tersebut, banyak pekerjaan lain yang mulai bermunculan, salah satu yang paling menyerap tenaga kerja domestik adalah “ngorek” atau orang yang bertugas memilah dan mengelompokkan ikan berdasarkan jenis dan ukuran.

Upah dari pekerjaan tersebut adalah 50-150 ribu rupiah tiap harinya. Dan yang menarik, jam kerjanya hanya mulai subuh sampai jam 9-10 pagi (tidak sampai 8 jam). Artinya jika dilakukan tiap harinya, maka minimal dapat penghasilan sekitar 1,5 juta rupiah. Itu minimal yah. Bisa lebih juga. Dan siangnya masih bisa nyambi mengerjakan hal yang lain. Mayan banget nggak sih?

Selain itu masih ada profesi lain seperti pemborong ikan, tukang angkut ikan (kami menyebutnya “manol”) serta beberapa profesi lainnya yang tercipta dari satu ekosistem profesi yang disebut, nelayan.

Meski demikian, harus diakui bahwa nelayan ini sebatas pekerjaan, bukan keajaiban. Karenanya tidak ada jaminan kesuksesan ketika menjadi nelayan. Mereka bisa saja gulung tikar kapan pun. Risiko melaut juga sangat riskan. Tak jarang kami mendengar berita kapal yang karam atau kecelakaan kerja dalam profesi ini.

Iya, hidup yang tidak dipertaruhkan memang tidak akan pernah dimenangkan. Setidaknya itu yang bisa kami lakukan. Sekali lagi, kami bersyukur ada profesi ini yang menjadi pemain inti dalam ekosistem penyanggah ekonomi penduduk sekitar.

Setidaknya karena itu kami bisa melakukan banyak hal tanpa mengandalkan pemerintah. Sebab, kualitas kepala daerah di Indonesia memang tidak jauh beda. Yah, sehat-sehat saja ya, para nelayan Pantura. Tetaplah bahagia dan tetaplah baik-baik saja!

Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jalan Mulus di Kabupaten Lamongan Itu Mitos!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version