Nasi Kapau vs Nasi Padang: Membedah Karakter Konsumen dari Perbedaan Keduanya

Nasi Kapau vs Nasi Padang Membedah Karakter Konsumen dari Perbedaan Keduanya Terminal Mojok

Nasi Kapau vs Nasi Padang Membedah Karakter Konsumen dari Perbedaan Keduanya (Silvita Irayanti via Wikimedia Commons)

Ada nasi kapau, ada nasi Padang. Kedua jenis masakan ini memang sepintas terlihat sama. Tampilannya sama-sama bikin laper, cita rasanya sama-sama bikin ngiler. Nggak salah kalau kedua masakan tersebut juga sama-sama menjadi salah satu “tujuan hidup” wisatawan yang datang ke Sumatra Barat terutama Bukittinggi—tempat tinggal saya sekarang ini—yang bisa dibilang sebagai salah satu kota untuk “berburu” nasi Padang dan nasi kapau autentik.

Meski begitu, secara kasat mata sebenarnya kita bisa menemukan beberapa perbedaan antara nasi kapau dan nasi Padang. Kalau kita pergi ke tempat di mana lauk-pauk disajikan dalam baskom-baskom alumunium yang tersusun di meja panjang bertingkat, dengan sang Uni yang stand by di belakang meja siap mengambilkan lauk pilihan kita dengan sendok batok kelapa bergagang panjang, berarti tempat makan yang kita datangi tersebut menjual nasi kapau. Sementara restoran (nasi) Padang menyajikan lauk yang bertumpuk menurut jenisnya masing-masing, dalam piring-piring kecil di balik etalase kaca.

Beberapa perbedaan lainnya antara nasi kapau dan nasi Padang, yang ada dalam banyak literatur, menurut saya pada akhirnya justru menimbulkan segmentasi dari segi konsumennya. Bagi saya, nggak semua orang cocok makan nasi kapau. Tapi, sebagian orang bakalan rugi kalau cuma makan nasi Padang. Kalau kalian penasaran ingin tahu karakter konsumen seperti apa yang cocok untuk makan nasi kapau atau malah nasi Padang, yuk kita kulik satu per satu sambil nyeruput teh talua (minuman teh telur khas Sumatra Barat).

Pertama, di RM Padang kita bisa memilih mau makan (nasi) dengan cara dihidang atau dirames. Dihidang berarti kita boleh langsung duduk manis, dan menunggu sang Uda mengantarkan piring-piring lauk ke hadapan kalian. Sementara dirames artinya kita memilih terlebih dahulu mau makan (nasi) dengan lauk apa, baru kemudian memilih tempat duduk. Biasanya sang Uda akan meracik nasi putih dengan sayur dan mengguyur kuah, kemudian menambahkan lauk yang telah kita pilih. Jadi, di meja kita hanya akan mendapatkan satu porsi nasi dengan lauk yang telah kita pilih itu saja.

Sementara di restoran nasi kapau, hanya sistem rames yang akan kita jumpai. Artinya, kita nggak akan dapat privilese untuk minta dihidang beberapa lauk di meja kalian.

Jadi, buat kalian yang suka lama kalau pilih menu makanan, misalnya awalnya pengin cancang daging tapi takut kepedesan, terus ganti ke gulai ikan tapi takut keloloden duri, atau masih mikir mending makan hati sapi atau limpa, sebaiknya sih kalian nggak usah ke restoran nasi kapau. Menurut saya, prosesi kalian pilih menu yang lama banget itu bakal bikin konsumen berikutnya yang lagi antre cemberut dan bikin repot sang Uni yang meracik nasi kalian.

Lha, kalau sang Uni sudah kadung menyiram cancang daging ke nasi kalian, apa iya kudu ganti gara-gara kalian plin-plan pilih menu? Jadi, mending kalian makan di RM Padang saja, minta dihidang. Makan di restoran nasi kapau cocoknya untuk kalian yang punya keteguhan hati dalam memilih menu, Gaes.

Kedua, dari segi jumlah dan jenis lauknya sendiri, sebenarnya saya nggak bisa bilang restoran nasi kapau punya pilihan lauk yang lebih banyak dari restoran Padang. Belum tentu juga. Dari pengamatan saya, beberapa RM Padang justru punya lauk yang lebih bervariasi ketimbang restoran nasi kapau.

Selain menyajikan ayam pop, ikan bakar, ayam bakar, rendang, gulai tunjang, cancang daging, dan lauk mainstream lainnya, saya juga menemukan salah satu RM Padang legendaris di Bukittinggi yang menyajikan lauk ayam bakar penyet cabai hijau serta sate ayam bumbu kacang di hotplate. Hotplate, lho, Gaes. Sementara di RM Padang lainnya, saya hampir pingsan kegirangan melihat tumpukan lele bakar. Bahkan di salah satu RM Padang yang terletak di Jalan Raya Padang Bukittinggi, menyajikan udang bakar jumbo sebagai variasi lauknya.

Sementara itu, restoran nasi kapau umumnya menjual jenis lauk yang seragam. Gulai ayam, ayam balado, ayam bumbu (ayam goreng dengan parutan lengkuas), cancang daging, gulai ikan batalua (ikan mas dengan tambahan telur ikan dalam badannya), dendeng, tambunsu (usus sapi berisi olahan telur dan tahu di dalamnya), gulai tunjang (kikil), serta hati dan limpa sapi. Rendang daging sendiri nggak selalu saya jumpai di restoran nasi kapau. Namun, rendang ayam biasanya selalu ada. Kadang ada juga yang menyajikan lauk agak spesifik, yaitu randang itiak (rendang itik/bebek).

Sepintas lauknya memang terlihat banyak. Namun, hanya variasi itu saja yang ada di restoran nasi kapau. Biasanya, kalian nggak akan menjumpai menu ayam pop, paru goreng kering, atau nggak bisa minta talua barendo (telur dadar dengan pinggiran kering) di restoran nasi kapau.

Perbedaan jenis lauk ini menurut saya membentuk segmen sendiri bagi konsumennya. Kalau kalian nggak biasa mencoba jenis makanan baru dan maunya “itu lagi itu lagi”, ya sebaiknya ke RM Padang saja. Tapi, kalau kalian mencari rasa yang berbeda, sebaiknya mencoba nasi kapau. Bisa saja kalian menemukan jenis lauk yang sama, namun biasanya cita rasa di restoran nasi kapau lebih “berani”. Bagi saya, kuah gulai di restoran nasi kapau terasa lebih kental dan rasa pedas masakannya juga cenderung lebih “menyengat”. Kalian yang nggak terlalu suka pedas harus mewaspadai kuliner satu ini.

Ketiga, restoran nasi kapau biasanya lebih mahal daripada RM Padang. Sebagai perbandingan, saat ini di Bukittinggi, saya masih bisa makan satu porsi nasi dengan satu lauk ayam atau ikan seharga Rp15 ribu-Rp20 ribu di RM Padang. Sementara di restoran nasi kapau, untuk seporsi nasi dengan satu lauk ayam saat ini sekitar Rp30 ribu. Beberapa jenis ikan, daging, atau itiak di restoran nasi kapau harganya bisa sekitar Rp35 ribu-Rp45 ribu.

Harga yang lebih mahal ini sebenarnya worth it dengan kualitas yang kita dapatkan. Potongan lauk di restoran nasi kapau menurut saya memang lebih besar ketimbang lauk yang sama di RM Padang. Belum lagi dalam seporsi nasi kapau biasanya konsumen akan mendapat sebeng (tambahan lauk sebagai bonus dalam potongan kecil, biasanya berupa tambunsu atau dendeng kering).

Perbedaan harga ini menurut saya menyebabkan timbulnya segmentasi konsumen antara penikmat nasi kapau dengan nasi padang. Yang jelas, konsumen yang sensitif dengan harga mungkin sebaiknya meluruskan niat ke RM Padang saja, nggak usah “belok” tergoda makan nasi kapau ketimbang nanti malah misuh-misuh berasa kemahalan.

Tapi, kalau kalian memang penggemar kuliner garis keras atau nggak terlalu mempertimbangkan harga, sebaiknya sih kalian nggak cuma makan di RM Padang. Coba nasi kapaunya juga, karena saya yakin kalian pada akhirnya bisa memahami mengapa sampai ada perbedaan harga di antara keduanya.

Pengamatan terhadap nasi kapau versus nasi Padang ini bagi saya cukup penting. Salah satunya untuk mengantisipasi jika suatu saat ada teman atau kerabat berkesempatan mengunjungi Bukittinggi. Saya merasa harus menganalisa bagaimana karakter teman atau kerabat saya itu terkait makanan. Kira-kira mereka cocok untuk diajak makan di mana. Gitu.

Penulis: Dessy Liestiyani
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Nasi Padang Lauk Telur Dadar, Comfort Food Terbaik di Rumah Makan Padang.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version