Beberapa museum Surabaya seharusnya nggak menyepelekan teks deskripsi. Alih-alih informatif malah malu-maluin, lho.
Sebagai Kota Pahlawan, Surabaya memiliki banyak peninggalan bersejarah. Mulai dari nama daerah seperti Jembatan Merah, Kampung Arab, Kawasan Pecinan, sampai peninggalan bangunan seperti SMA Komplek dan gedung Internatio. Nggak hanya itu, banyak juga benda peninggalan lain di kota ini seperti perlengkapan sekolah serta alat kesehatan yang digunakan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.
Saking banyaknya sisa sejarah yang tersimpan di Surabaya, pemerintah berinisiatif untuk membangun museum supaya barang-barang bersejarah di kota ini dapat tersimpan dengan baik. Selain itu, kehadiran museum tentu diselipi harapan agar warga Surabaya mengerti dan menghormati jasa para pahlawan yang dulu berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Sayangnya, museum di Surabaya abai soal pembenahan teks deskripsi. Padahal teks deskripsi yang kurang jelas berpotensi bikin pengunjung gagal paham.
Daftar Isi
Surabaya punya lebih banyak museum
Museum di Surabaya memang terbilang sangat banyak. Menurut sumber, ada yang mengatakan kalau Surabaya punya 10 museum yang cukup hits. Misalnya Museum Sepuluh Nopember yang terletak di Tugu Pahlawan. Lalu ada juga De Javasche Bank yang berlokasi di Krembangan dan Museum Surabaya yang terletak di gedung Siola.
Akan tetapi saya cukup yakin bahwa museum di Surabaya jumlahnya melampaui angka tersebut. Masih banyak museum yang luput disebutkan dalam sumber tersebut. Bahkan seingat saya, sejak tahun 2019 lalu, pemerintah Kota Surabaya mulai rajin membangun museum baru.
Pada tahun 2019, pemerintah meresmikan Museum Pendidikan yang terletak di Kecamatan Genteng, tepat pada Hari Guru Nasional 25 November. Selain itu, ada pula Museum Olahraga yang diresmikan pada tahun 2021 dan Museum Pusat TNI AL yang dibuka awal tahun ini.
Teks deskripsi dalam museum yang disepelekan
Dibukanya museum-museum baru di Surabaya tentu memberikan banyak dampak positif. Selain untuk tujuan edukasi, maraknya museum ini sejalan dengan tren anak muda yang kini doyan melakukan museum date. Di sisi lain, tren foto estetik juga menjadi faktor tambahan ramainya wisata museum saat ini.
Tren-tren seperti ini memang bukanlah masalah karena justru mendorong warga untuk meramaikan wisata dalam kota. Yang jadi masalah adalah ketika museum juga ikut-ikutan mengikuti tren, utamanya tren estetik, sampai lupa akan fungsi primer dibangunnya museum itu sendiri.
Saya perhatikan beberapa museum di Surabaya yang pernah saya kunjungi cenderung hanya mementingkan layouting dan estetika, sementara teks deskripsi seolah hanya menjadi pemanis belaka. Banyak sekali teks deskripsi di dalam museum yang bikin saya geleng-geleng kepala membacanya. Tentu ini mengherankan. Bagaimana bisa museum sebagus ini malah mengabaikan salah satu properti yang penting?
Teks deskripsi di dalam museum saat ini memiliki ejaan yang nggak karuan. Misalnya kata “di” sebagai imbuhan dan preposisi saja nggak tahu bedanya. Banyak juga kalimat yang nggak punya kata kerja, nggak efektif, dan boros kata. Ada beberapa teks yang masih mampu saya pahami, tapi nggak jarang ada teks yang bikin saya bingung. Ini tentu bisa membuat orang-orang jadi kesulitan memperoleh informasi.
Terjemahan yang nggak karuan
Soal teks deskripsi yang nggak jelas dalam beberapa museum di Surabaya ini dampaknya menurut saya cukup fatal. Bahkan bisa sampai di level malu-maluin kota sendiri. Apalagi kalau museum-museum tersebut ditargetkan menjadi destinasi wisata untuk wisatawan mancangera, jelas ini memalukan.
Jadi gini ya, soal teks deskripsi yang nggak jelas ini mungkin masih dimaafkan karena kita sebagai penutur asli masih paham apa yang dimaksud teks tersebut. Tapi kalau kita bicara soal terjemahan, teks deskripsi bahasa asal dengan struktur kalimat yang benar itu sangat dibutuhkan. Apalagi kita tahu pemerintah juga ingin bekerja secara efisien dengan menggunakan mesin penerjemah daring. Jadi, kalau teks deskripsinya asal-asalan, ya terjemahannya nggak usah ditanya. Jelas hancur!
Nah, yang jadi masalah adalah ketika wisatawan mancanegara, yang kita tahu biasanya suka baca, tiba-tiba berkunjung ke museum untuk mencari informasi. Pas tahu teks deskripsi di museum Surabaya kayak gitu, apa mereka nggak kebingungan? Saya saja yang baca bingung dan heran. Kalaupun terjemahannya benar, bahasanya terasa kurang luwes dan terkesan seperti mesin.
Sekali lagi, museum di Surabaya memang banyak. Tapi sayangnya, fungsi museum kini lebih ke estetika belaka lantaran properti seperti teks deskripsi cenderung diabaikan. Padahal teks deskripsi ini berperan penting dalam menyalurkan informasi sejarah kepada masyarakat.
Saran saya, pemkot dan pengelola museum bisa bekerja sama dengan kampus. Toh di Surabaya banyak kampus bagus. Bisa lah kerja sama dalam hal penulisan teks deskripsi, mulai dari perumusan hingga penerjemahannya. Yang jelas biar nggak malu-maluin!
Penulis: Bella Yuninda Putri
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Wisata Surabaya Nggak Cuma Mal, Ada Juga Tempat-tempat Bersejarah yang Menarik.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.