Mukena Adalah Budaya Indonesia, Bukan Syariat Islam

mukena adalah budaya indonesia bukan islam mojok

mukena adalah budaya indonesia bukan islam mojok

Sebagian besar dari kita, menganggap bahwa shalat itu nggak afdol kalo pakai nggak pakai mukena. Bahkan menganggap perempuan yang shalat tanpa pakai mukena dianggap hal yang tidak wajar, bahkan lebih ekstremnya lagi dianggap tidak sesuai syari’at padahal sama saja memakai pakaian menutup aurat.

Ada sebuah cerita dulu, pas saya sedang menempuh pendidikan di sebuah sekolah SMA. Suatu ketika sedang shalat berjama’ah dimasjid sekolah. Ada seorang anak yang berpakaian syar’i dan bercadar. Kebetulan pas shalat posisinya dia depan saya, dan pas dia shalat dia cuman pakai baju yang dia pakai. Pastinya kelihatan mencolok sekali dong, dia berada di tengah-tengah orang yang pakai mukena.

Dan pas selesai shalat eh, tiba-tiba di belakang ada yang nyeletuk, ”eh kok dia shalatnya nggak pake mukena?” ,“nggak bakalan sah tuh shalatnya, kaya cewek alim tapi gak tau syariat”. Astagfirullah, bisa-bisanya mereka gibahin orang tanpa tau apa-apa. Mau saya tegur, tapi kok nggak terlalu kenal, kayaknya kakak kelas deh. Aku pun langsung ngobrol ke temen, ngerasa prihatin aja kok bisa-bisanya, ada orang yang beranggapan dan berpikiran sempit kaya gitu.

Sebenarnya, hal itu bukanlah sesuatu yang melanggar syari’at. Tapi yak, karena kebiasaan di negeri kita ini, walaupun sudah memakai pakaian syar’i tetap saja harus pakai mukena. Padahal di luar negeri, khususnya kalo kita lihat di negeri Timur Tengah, nggak ada tuh perempuan shalat yang pakai mukena. Yang terpenting adalah semua aurat tertutup ketika melaksanakan shalat. Mereka menggunakan baju yang rapi, panjang, dan tidak berbentuk, seperti jubah atau gamis panjang yang hanya menampakkan wajah dan telapak tangan saja.

Setahu saya, pernah denger dari guru agama bahwa mukena itu bukanlah budaya Islam ataupun syari’at islam, tapi mukena adalah budaya Indonesia. Sebab, dalam Islam, ketika shalat disyariatkan memakai pakaian yang menutup aurat bukan pakai mukena, iya toh?

Sebenarnya, ini hanyalah budaya yang sudah melekat sehingga menjadi kebiasaan dan tidak bisa ditinggalkan. Ibaratnya orang Indonesia selalu bilang belum makan kalo belum makan nasi. Walaupun ditanya “ tadi pagi sudah makan belum?” pasti jawabannya belum. Padahal udah habis roti dua bungkus. Emang jiwa jiwa orang Indonesia ini benar-benar juara satu kalo mengenai istiqomah dengan kebiasaan, nggak bisa diganggu gugat pokoknya.

Ehh tapi ya, di tulisan ini saya tidak menyalahkan atau menganggap remeh suatu kebiasaan. Toh, kebiasaan itu tidak ada madharatnyakan yaa. Nah, pasti kita bertanya-tanya, kenapa sih cuman orang Indonesia yang shalat pakai mukena? Sejak kapan jadi kebiasaan? Ternyata mukena ini memiliki kaitan sejarah yang erat dengan Wali Songo, para wali yang menyebarkan Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa.

Konon, mukena merupakan hasil perpaduan budaya Jawa dengan ajaran Islam yang dikompromikan oleh Wali Songo ketika menyebarkan Islam di tanah Jawa. Dahulu, sebelum kedatangan Islam di tanah Jawa, kaum perempuan memakai pakaian hanya menggunakan kain panjang (jarik batik) tanpa dijahit dan kemben yang hanya dililit saja. Sehingga sebagian anggota tubuhnya kelihatan. Hal tersebut selaras dengan kegiatan perempuan jawa yang hidupnya bekerja di sawah untuk membantu suami mereka.

Akan tetapi, ketika Islam dibawa dan disebarkan oleh Wali Songo, terjadilah benturan budaya dengan syari’at Islam. Dalam ajaran agama Islam, para perempuan sangat dihargai dan ditempatkan pada kedudukan yang tinggi. Perempuan dihormati dengan cara diberi pakaian yang menutup seluruh tubuh agar tidak menjadi tontonan yang membuatnya dipandang rendah.

Dari benturan-benturan tersebut, antara kebudayaan dan syari’at islam lahirlah kompromi-kompromi antara Wali Songo dengan kaum wanita pada masa itu. Mereka merasa keberatan dengan berpakain menurut syari’at apalagi ketika hendak di sawah. Menghilangkan kebiasaan yang sudah jadi budaya yang melekat memanglah tidak gampang. Kebayang nggak sih, para perempuan memakai gamis dan jilbab lebar terus turun ke sawah bertani di tengah terik panasnya matahari?

Oleh karena Islam adalah agama yang toleran dan tidak memaksakan kemudharatan. Dari hasil kompromi tersebut, didapat sebuah kesimpulan. Budaya pakaian yang telah lama dijalankan,belum bisa selamanya diubah. Para perempuan masih tetap dapat berpakaian seperti biasanya. Namun, ketika shalat harus mengenakan pakaian tambahan yang menutup seluruh tubuh. Dari sinilah awal sejarah mukena dimulai.

Perkembangan mukena yang terjadi saat ini berkat kreativitas di bidang tekstil atau fashion.model, warna dan corak mukena sangat bervariasi hingga membuat wanita nyaman ketika melaksanakan shalat.

Nah, oleh karena itu kita jangan gampang nge-judge orang lain. Bisa jadi yang dilakukan orang tersebut benar, sedangkan kita tidak tau ilmu atau kebenarannya. Lebih baik bertanya daripada ngegosip.

BACA JUGA Purwokerto, Kota Wisata Underrated yang Tak Kalah Ciamik.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version