Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Mudhun Lemah: Tradisi Jawa yang Konon Bisa Meramalkan Masa Depan Anak

Dyan Arfiana Ayu Puspita oleh Dyan Arfiana Ayu Puspita
20 April 2020
A A
mudhun lemah

Mudhun Lemah: Tradisi Jawa yang Konon Bisa Meramalkan Masa Depan Anak

Share on FacebookShare on Twitter

Orang jawa memang dikenal memiliki banyak sekali ritual atau upacara sebagai bagian dari kebudayaan mereka. Pada umumnya upacara tersebut dibagi menjadi tiga golongan. Yang pertama adalah upacara yang berhubungan dengan siklus kehidupan seperti slametan 7 bulanan, mendhak, nyatus, dll.  Kedua, upacara yang berkaitan dengan kontak masyarakat beserta siklus alam seperti :bersih desa, ruwat bumi dan upacara panen. Terakhir upacara tata cara kelembagaan seperti garebeg, labuhan, sekatenan, suran, dll.

Dari sekian banyak upacara adat yang dikenal masyarakat jawa, ada salah satu yang unik karena konon dianggap bisa melihat masa depan anak, yaitu mudhun lemah. Mudhun lemah adalah upacara yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia 7 lapan (7×35 hari) atau 245 hari, yaitu ketika bayi sudah mulai bisa menapakkan kakinya untuk pertama kali. Sesuai dengan namanya: mudhun berarti turun dan lemah berarti tanah. Mudhun lemah juga biasa disebut dengan upacara tedhak sinten. Tedhak berarti injak, dan sinten diambil dari kata siti yang berarti tanah.

Upacara ini diawali dengan orang tua menuntun anak berjalan di atas 7 jadah yang memiliki warna berbeda. Eh, jadah ini beda dengan pengertian anak jadah alias anak haram, loh, ya…Jadah yang dimaksud adalah makanan olahan yang terbuat dari beras ketan. Jadah sengaja dibuat berwarna-warni sebagai gambaran bahwa hidup itu ya berwarna-warni: ada senang, ada sedih, ada marah, kecewa, berjuang, dll. Jadi, filosofi berjalan di atas jadah ini adalah sebagai simbol kehidupan yang akan dilalui si anak kelak.

Selanjutnya, anak akan dituntun untuk menaiki tangga kecil 7 susun yang terbuat dari batang tebu arjuna. Pemilihan tebu sebagai bahan dasar bukan tanpa alasan. Tebu dipilih karena kata ‘tebu’ memiliki makna antebing kalbu yang berati penuh tekad dan percaya diri. Harapannya, anak bisa melangkah di kehidupan dengan penuh percaya diri. Ditinggal nikah, ya tetap setroong. No baper-baper. Apalagi mewek sampe 7 hari 7 malam.

Tahapan berikutnya dalam upacara mudhun lemah yaitu anak dimasukkan dalam kurungan ayam besar yang sudah dihias sedemikan rupa. Di dalam kurungan itu sudah diisi dengan berbagai macam benda seperti: sisir, buku, uang, tasbih, peci, pulpen, topi, mobil-mobilan… apa saja. Nah, d isinilah yang menarik. Konon, benda yang pertama kali diraih anak saat dia dimasukkan ke dalam kurungan akan menjadi gambaran anak di masa depan. Memiliki profesi apakah kelak? Apa bakatnya? Jadi misalnya, misal ini loh ya…Ada anak yang mengambil tasbih, maka digambarkan anak tersebut akan jadi ustad atau ulama. Anak ambil mainan suntik-suntikan, berarti kalau besar jadi perawat atau dokter, dst.

Jika dipikirkan secara logika, tentu ini tidak masuk akal. Bagaimana mungkin sebuah benda yang diambil anak yang belum tahu apa-apa bisa menggambarkan masa depan si anak kelak? Bisa jadi anak mengambil benda tersebut karena tertarik dengan warna atau bentuknya yang lucu. Iya, kan? Tapi perlu diingat juga bahwa ketika kita sedang ngomong soal budaya, kita nggak boleh ngomong logika di saat yang bersamaan. Nggak bakal ketemu. Logika dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak mungkin bersatu. Seperti kamu dan si dia yang sudah nikah duluan. Eh.

Bagaimana dengan saya? Apakah saya juga melakukan upacara mudhun lemah? Benda apa yang kemudian saya ambil?

Orang tua saya juga nglakoni upacara mudhun lemah. Tapi sederhana saja. Tidak pakai acara nginjak jadah, naik tangga dan dimasukan di kurungan ayam. Nggak ada duit. Kurungan ayam juga adanya kurungan ayam beneran punya simbah. Lha masa iya anaknya ini mau dimasukan ke kurungan ayam betulan? Bau tai nanti.

Baca Juga:

Tradisi Rewangan Adalah Ajang Kompetisi MasterChef Indonesia Versi Local Pride

‘Bang-bang Wetan’, Lagu Jawa Sarat Makna yang Sering Dikira Lagu Horor

Maka kata ibu, saat itu ibu hanya membuat bubur cadhil sebagai ganti jadah, mencelupkan jempol kaki saya ke dalam bubur dan menurunkan saya ke lantai sambil berdoa untuk kebaikan saya. Nah, nggak jauh dari tempat saya diturunkan itu sudah disiapkan berbagai macam barang yang bisa saya pilih. Dan ternyata, saya memilih…pulpen dan buku! Hahaha…

Ketika melihat anak perempuannya mengambil dua benda itu, bapak sama Ibu auto panik. Dalam bayangan ibu, aduh nih anak jangan-jangan gedenya jadi tukang catetin kredit! Tahu sendiri kan, jaman doeloe itu di kampung yang yang pegang pulpen dan buku itu ya tukang kredit keliling. Dan ibu khawatir sekali kalau anaknya ini nanti bakal jadi seperti itu. Maka dicobalah segala cara menukar benda yang sudah saya ambil. Diganti uang, saya nggak mau. Nangis. Diganti suntik-suntikkan, saya njerit. Diganti kacamata juga nggak mau. Ngosek. Akhirnya mereka nyerah. Buku dan pulpen itu dikembalikan lagi ke tangan saja. Hehehe…

Tapi kalau toh saat ini benar buku dan pulpen jadi pegangan saya sehari-hari-–ye kan saya guru, masa pegang ember! Saya yakin bukan karena dua benda itu yang dulu saya pilih saat mudhun lemah. Tapi itu karena dorongan dari doa kedua orangtua yang terus mengalir tiada henti ke saya. Ya nggak, sehh?

BACA JUGA Mengenal Istilah-istilah Kelamin yang Digunakan Orang Jawa untuk Memanggil Anak dan tulisan Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 20 April 2020 oleh

Tags: Ada Anak Bertanyamudhun lemahtradisi jawa
Dyan Arfiana Ayu Puspita

Dyan Arfiana Ayu Puspita

Alumnus Universitas Terbuka yang bekerja sebagai guru SMK di Tegal. Menulis, teater, dan public speaking adalah dunianya.

ArtikelTerkait

anak bertanya

Bimbo: Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya sebagai Playlist Musik Ramadan

8 Mei 2019

Tradisi Rewangan Adalah Ajang Kompetisi MasterChef Indonesia Versi Local Pride

27 Mei 2021
'Bang-bang Wetan', Lagu Jawa Sarat Makna yang Sering Dikira Lagu Horor terminal mojok.co

‘Bang-bang Wetan’, Lagu Jawa Sarat Makna yang Sering Dikira Lagu Horor

8 Januari 2021
navigasi

Saya Buta Navigasi 4N (Ngalor-Ngidul-Ngetan-Ngulon): Emang Kenapa Sih?

15 Oktober 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.