Pengendalian menyenangkan, gampang padahal waktu saya baru bisa naik motor
Honda Supra 100 adalah motor pertama yang saya pakai untuk latihan naik motor. Ini motor yang menyenangkan. Bobotnya juga enteng, memudahkan manusia bertubuh nggak besar-besar amat kayak saya bisa leluasa maju mundur saat baru belajar motor. Handling enteng, dan puntiran grip gas enteng. Tenaga Supra 100 yang kapasitas mesinnya nggak sampai 100 cc juga nggak beringas-beringas amat. Mocil begini kok, jadi nggak ada drama nyusruk waktu itu – seingat saya.
Supra 100 bikin mribik gebetan jadi lancar
Medio 2012, sebelum BBM semahal sekarang, saya hanya perlu bensin Premium senilai Rp10 ribu untuk ngapel sebulan. Honda Supra memperlancar acara mbribik Mbak mantan waktu itu. Dan yang pasti, suara batok geter bikin percakapan kami sunyi, hanya ada peluk hangat dua insan yang kasmaran. Rasanya sepanjang jalan hanya kami berdua, kenyamanannya ditambah oleh shockbreaker baik depan maupun belakang Supra 100 yang empuk, mentul-mentul. Mau jalan geronjalan, itu bukan suatu hal berarti bagi kami: dua orang kasmaran.
Nggak ada gimmick jok licin biar pasangan melorot ke depan. Sebab jok Supra 100 cenderung datar dan empuk. Mantan saya jadi paham, bahwa yang naik motor ini nggak ada tendensi kemesuman dan image saya tetap jadi pria baik-baik.
Tapi sayangnya, semua kemudahan yang diberikan Honda Supra 100 seakan sia-sia. Alih-alih langgeng selamanya, hubungan saya yang lagi ranum-ranumnya malah musnah.
Sebagai penutup, untuk Mbak mantan saya dulu, jika membaca tulisan ini, masih ingat saat-saat menyenangkan itu, nggak?
Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Supra X: Motor Terbaik Sepanjang Sejarah Roda 2 di Indonesia