Sebagai mahasiswa yang kehidupan akademiknya mendekati deadline, sebut saja terancam DO, selain bergelut dengan makhluk yang bernama skripsi dan administrasi kampus, saya juga hobi bekerja serabutan untuk menjaga alur keuangan agar tetap berjalan dengan stabil. Beragam pekerjaan pernah saya lakoni untuk menjaga kestabilannya, mulai dari menjadi joki menulis makalah, menjual sayur-mayur, menjadi jurnalis di sebuah media online, dan banyak lagi.
Dan kini, ketika takdir mengarahkan jalan hidup saya kepada suatu pekerjaan dengan gaji agak lumayan (setidaknya menurut ukuran kantong saya), pekerjaan teranyar yang saya lakoni adalah menjadi karyawan toko baju yang khusus menjual beragam busana muslim. Jadi, toko tempat saya bekerja ini identik dengan citra religius.
Dengan adanya citra religius demikian, hal ini mengakibatkan cara pandang orang lain atau pembeli terhadap kehidupan personal saya yang sebenarnya tidak relijiyes-relijiyes amat ini berubah. Maksudnya begini, ketika bekerja di toko tersebut, pandangan orang-orang atau pembeli terhadap saya sering kali bermuara pada kesalehan pribadi. Padahal, dalam sudut pandang dan pengalaman saya pribadi, hanya dengan bekerja di tempat tersebut tidak serta-merta saya bertransformasi menjadi manusia-manusia rohani secara instan.
Boleh jadi, segala “atribut” religius yang dipakai oleh karyawan toko merupakan prosedur yang telah ditetapkan oleh tempat bekerja, dan sebagai karyawan toko wajib bersifat profesional dalam hal penerapannya. Misalnya dalam konteks ini, memakai baju koko, mengucapkan salam, dan kesalehan lahir lainnya.
Di sini perlu diklarifikasi bahwa saya dan kawan-kawan satu barisan ingin menyampaikan, meskipun kami bekerja di tempat-tempat yang bercitra religius, tidak secara instan juga memiliki pemahaman agama yang mumpuni. Kami juga tidak langsung cerdas menganalisis isu-isu keagamaan yang sedang ramai dibicarakan. Hal ini sering menjadi kegelisahan saya sendiri.
Begini, jujur saya pribadi dan kemungkinan kawan-kawan yang seirama kadang mengisi waktu luang menunggu pembeli itu dengan perilaku-perilaku sekuler. Misalnya menonton anime, bermain game, nonton YouTube, atau stalking medsos sang mantan. Bhaaaaaa. Lha wong, ketika aktivitas tersebut lebih dominan, maka kesalehan pribadi itu berada di server yang berbeda.
Namun, saya juga tidak.menutup mata bahwa ada karyawan toko yang mengisi waktu dengan tafakur, zikir, selawat, serta mengonsumsi berbagai konten keagamaan. Sehingga mereka selaras dengan pandangan pembeli yang telah disebutkan di atas tadi.
Jadi, kepada para pembeli, khususnya yang sering berbelanja di toko busana muslim, harap dimaklumi bahwa tidak semua karyawan toko tersebut memiliki kesalehan pribadi serta pemahaman agama yang mumpuni. Lantaran kami hadir dari latar belakang yang berbeda dan kebetulan bekerja di tempat ini untuk mengisi saldo rekening.
Agak nggak asyik misalnya ada calon pembeli yang mengunjungi toko kami dengan membawa niat untuk bertanya tentang agama atau isu-isu keagamaan yang banyak dibicarakan orang di jagat maya. Hanya karena melihat kami dari segi pakaian yang terlihat lebih religius.
Pernah suatu kali saya ditanya oleh pembeli tentang isu keagamaan yang sedang ramai dibahas. Berhubung tidak mengerti sama sekali terkait poin yang ditanyakan, saya memilih jalan ninja berupa diam dan mengaku tidak mengetahui apa-apa. Hal ini tidak berlangsung satu kali, bahkan cukup sering. Terkadang yang paling menyebalkan, ketika saya tidak dalam mode bekerja atau sedang jalan-jalan. Kemudian, saya bertemu dengan pembeli yang sering berbelanja. Mereka heran dengan penampilan saya yang memakai celana jeans dan kaos oblong. Aduhhh.
Namun, kalau dilihat melalui sudut pandang yang berbeda, dari kasus ini saya memperoleh satu pembelajaran. Bahwa saya mesti memiliki kemampuan untuk menyelaraskan pribadi dengan toko tempat bekerja. Misalnya, saya mengisi waktu luang ketika menunggu pembeli dengan mendengarkan ragam pengajian atau membaca konten-konten keagamaan. Supaya nantinya dapat terjadi keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi. Gaji dapat, pahala juga. Kok, ujung-ujungnya tulisan ini seperti isi ceramah, sih?
BACA JUGA Mengenal Karakter Calon Pembeli Perhiasan di Toko Emas dan tulisan Salim Maruf lainnya.