Saya tinggal dan besar di Dukuh Legokmeno, salah satu pedukuhan di Desa Jejeg, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Meskipun secara administratif masuk ke dalam wilayah Desa Jejeg, dukuh tempat tinggal saya justru memiliki keterkaitan dengan Dukuh Tenjo, sebuah pedukuhan lain di Desa Muncanglarang, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Konon katanya, warga Dukuh Legokmeno dulunya berasal dari Dukuh Tenjo.
Secara geografis, letak Dukuh Tenjo terpencil. Dukuh ini dikelilingi oleh sawah dan sungai. Jaraknya ke Desa Muncanglarang pun terbilang jauh. Jika dilihat dari kejauhan, Dukuh Tenjo akan terlihat seperti bukit berbentuk kubah. Dari tempat tinggal saya, dukuh ini terletak di sebelah timur dipisahkan oleh Sungai Diang, sawah, dan Sungai Beton.
Daftar Isi
Pendiri Dukuh Tenjo
Dukuh Tenjo didirikan oleh Mbah Maya Tenjo, ada juga yang menyebutnya dengan nama Mbah Mayasari. Beliau memiliki nama asli Syekh Abdurrahman bin Muhammad Nur Salim. Ada beberapa versi mengenai siapa Mbah Maya Tenjo. Ada yang mengatakan dia memiliki keterkaitan dengan Mbah Ciptasari, pendiri Desa Cenggini, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal. Dengan kata lain, ia hidup di masa yang sama dengan pendiri Tegal, Ki Gede Sebayu.
Versi lainnya mengatakan, Mbah Maya Tenjo merupakan salah satu pengikut Pangeran Diponegoro dan ikut serta dalam Perang Jawa. Ketika Pangeran Diponegoro ditangkap, ia melarikan diri ke Tegal, lebih tepatnya ke Dukuh Tenjo. Dalam pelariannya itu, Mbah Maya Tenjo menyebarkan agama Islam. Makam Mbah Maya Tenjo terletak di belakang rumah warga. Oleh masyarakat sekitar, makam tersebut diberi nama Makam Candi Tenjo.
Makam Mbah Maya Tenjo yang ditakuti pejabat
Uniknya, makam Mbah Maya Tenjo ini ditakuti oleh para pejabat sejak zaman dulu. Mitosnya jika ada pejabat yang mengunjungi makam tersebut, dia akan dipecat atau dimutasi. Mitos lain yang beredar adalah tanah dari makam tersebut bisa digunakan untuk berbuat sirik kepada tetangga. Caranya dengan menyebarkan tanah pada rumah orang yang bersangkutan.
Akan tetapi, menurut penjelasan kakek buyut saya, kejadian nggak baik itu akan terjadi pada pejabat yang datang ke makam dengan niat nggak baik. Atau hanya terjadi pada pejabat berhati picik. Sementara untuk cerita soal tanah makam, kakek buyut saya memiliki pendapat lain. Beliau menjelaskan bahwa tanah tersebut hanya bisa digunakan sebagai senjata oleh warga Dukuh Tenjo dan mereka yang memiliki garis keturunan Mbah Maya Tenjo. Selain itu ada bacaan tertentu juga.
Kakek buyut saya lebih lanjut menjelaskan bahwa kita juga nggak bisa menggunakan tanah makam tanpa sebab untuk mencelakai tetangga atau orang lain karena bisa jadi senjata makan tuan. Dulu seorang sepupu ibu saya bekerja di sebuah rumah makan di Jakarta. Apesnya, dia difitnah telah menggelapkan uang oleh pemilik rumah makan tersebut, padahal dia sama sekali nggak melakukannya.
Akhirnya sepupu ibu saya dipecat dan pulang kampung. Beliau kemudian curhat pada kakek saya sekaligus meminta saran. Kakek saya kemudian memberi tahu untuk menggunakan tanah dari makam Mbah Maya Tenjo. Sepupu ibu saya kemudian menyebarkan tanah di depan rumah makan tersebut. Entah kebetulan atau nggak, rumah makan tersebut bangkrut dalam hitungan hari.
Dukuh Tenjo, tempat persembunyian paling aman
Semasa perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, Dukuh Tenjo dijadikan sebagai tempat persembunyian para pejuang karena dinilai paling aman. Tentara Belanda nggak bisa masuk ke Dukuh Tenjo. Mereka hanya bisa sampai ke Sungai Beton, sebab konon katanya mereka nggak bisa melihat Dukuh Tenjo. Para tentara Belanda hanya melihat hutan belantara di hadapan mereka. Konon, tentara Belanda pernah menghujani Dukuh Tenjo peluru, tapi peluru tersebut nggak menembus dukuh melainkan terpental ke arah markas tentara Belanda.
Kalian juga tentu pernah mengetahui soal Pemberontakan Darul Islam (DI) /Tentara Islam Indonesia (TII), kan? Tegal merupakan salah satu daerah basis dari DI/TII di Jawa Tengah. Mereka bermarkas di kaki Gunung Slamet.
Untuk memenuhi perbekalan, ketika malam hari mereka menjarah desa-desa yang ada di kaki Gunung Slamet. Desa Jejeg nggak luput dari penjarahan tersebut, makanya banyak warga Desa Jejeg yang mengungsi ke Dukuh Tenjo. Sebab konon katanya DI/TII nggak bisa masuk ke Dukuh Tenjo.
Keangkeran Sungai Beton
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, Dukuh Tenjo terletak di sebelah timur tempat tinggal saya dipisahkan oleh Sungai Diang, sawah, dan Sungai Beton. Nah, saat masih kecil dulu saya sering bermain di Sungai Beton bersama sepupu ibu yang seumuran dengan saya, Irkham dan Apik.
Nggak hanya sampai ke Sungai Beton, kami juga sering main hingga ke Dukuh Tenjo, mengunjungi rumah adiknya kakek buyut. Saya masih ingat setiap kali ke sana, pasti warga Dukuh Tenjo menyapa dan menyuruh untuk mampir karena mereka memang mengenal baik keluarga kami.
Sungai Beton ini memang terkenal angker. Konon, tempat ini dijadikan tempat untuk membuang benda pusaka dan tempat mandi para peri. Makanya saya dan saudara lain selalu diwanti-wanti untuk nggak terlalu lama bermain di Sungai Beton. Selain itu, kami juga diminta berhati-hati dan mengabaikan jika mendengar suara minta tolong. Sebab, bisa saja itu adalah golek kencana.
Golek kencana
Jadi ceritanya dulu ada teman dari kakek buyut saya, sebut saja namanya Jam. Suatu hari Pak Jam sedang mencangkul di sawah di samping Sungai Beton. Ketika wayah bedug/wayah tanggung (jam 11 siang) beliau menghentikan pekerjaannya, dan bersih-bersih di Sungai Beton sebelum pulang ke rumah. Ketika sedang bersih-bersih Pak Jam mendengar suara minta tolong. Setelah ditelusuri, ternyata suara itu bersumber dari boneka berbentuk batu yang bisa bicara.
Boneka batu tersebut memperkenalkan diri sebagai golek kencana. Katanya, dia dibuang oleh pemiliknya, sehingga minta dibawa pulang. Golek kencana tersebut berjanji akan memberikan kekayaan pada Pak Jam dengan syarat cukup mudah, yaitu diberi makan kemerki (kutu ayam). Pak Jam pun membawa pulang golek kencana itu. Dalam waktu singkat, beliau menjadi kaya dan selalu untung dalam bisnisnya.
Namun karena sibuk, Pak Jam lupa akan janjinya. Golek kencana tersebut nggak diberi makan kemerki lagi. Secara misterius, Pak Jam kemudian jatuh sakit. Konon katanya, beliau menderita gatal-gatal. Pak Jam selalu menyebut soal golek kencana yang disimpan di kandang ayam. Akhirnya Pak Jam meninggal dunia, dan setelah kepergiannya, sang istri baru ingat soal ucapan Pak Jam mengenai golek kencana di kandang ayam. Saat dicek, ternyata golek kencana itu sudah nggak ada.
Peri
Waktu kecil dulu, saya, Irkham, dan Apik penasaran dengan cerita peri yang mandi di Sungai Beton. Konon, kemunculan peri yang mandi di sana ditandai dengan hujan, padahal matahari bersinar terang, serta muncul pelangi. Gara-gara itulah kami bertiga penasaran dan mencoba mencari tahu.
Saya masih ingat betul, waktu itu setelah zuhur, hujan turun nggak terlalu deras, matahari bersinar hangat dan ada pelangi juga. Saya, Irkham, dan Apik bergegas menuju Sungai Beton. Kami bersembunyi di semak-semak untuk menunggu para peri yang katanya mandi di Sungai Beton. Setelah menunggu cukup lama, kami pun menyerah dan pulang dengan tangan kosong. Mungkin cerita tersebut memang hanya mitos yang beredar dan nggak valid kebenarannya. Entahlah.
Itulah misteri mengenai Dukuh Tenjo, salah satu pedukuhan di Desa Muncanglarang, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Apakah di daerah kalian ada cerita serupa?
Penulis: Malik Ibnu Zaman
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Alasan Orang Bumijawa Tegal Malas “Turun Gunung” ke Slawi.