Mahasiswa Miskin Menolak Mendaftar Beasiswa Bidikmisi karena Malu padahal Kelaparan dan Nggak Kuat Membayar Kuliah

Miskin dan Lapar, tapi Mahasiswa Menolak Beasiswa Bidikmisi (Unsplash)

Miskin dan Lapar, tapi Mahasiswa Menolak Beasiswa Bidikmisi (Unsplash)

Beasiswa Bidikmisi seharusnya menjadi salah satu solusi pendidikan bagi mahasiswa miskin. Namun, narasi yang masih banyak beredar adalah bahwa beasiswa ini salah sasaran. Sayangnya, sampai saat ini, seakan-akan masalah ini belum mendapatkan perhatian yang lebih serius.

Desember 2023 yang lalu, saya pernah menulis artikel di Terminal Mojok dengan judul “Memangnya Kenapa kalau Orang Tajir Ikut Daftar Beasiswa Bidikmisi?” Banyak yang merespons artikel itu secara negatif. Padahal, saya tidak bermaksud untuk mendukung pemalsuan data dan mendukung orang mampu untuk ikut mendaftar. 

Maksud saya, seharusnya ada tindakan secara hukum dan nyata kepada mahasiswa mampu yang memalsukan data demi lolos seleksi beasiswa Bidikmisi. Jika hukum ditegakkan secara nyata, saya yakin bisa menjadi efek jera. 

Baca halaman selanjutnya: Lapar dan membutuhkan, tapi banyak mahasiswa malu mendaftar beasiswa.

Kenapa beasiswa Bidikmisi sering salah sasaran?

Salah satu aksi yang menyebabkan beasiswa Bidikmisi selalu salah sasaran adalah pemalsuan data. Nah, setelah melakukan observasi, saya menemukan alasan lain mengapa beasiswa ini bisa salah sasaran. Penyebab yang saya maksud adalah ada saja mahasiswa miskin yang menolak ikut mendaftar. 

Saya pernah terlibat percakapan singkat dengan salah satu teman kerja, namanya Dina (bukan nama sebenarnya), perihal fenomena ini. Jadi, Dina ini terbilang mahasiswa mampu. Nah, ketika mendapat info soal beasiswa Bidikmisi, dia iseng saja mendaftar. Apalagi menurut dia, “syarat berkas” untuk mendaftar itu nggak terlalu merepotkan.

Jadi, yang perlu dicatat di sini, Dina tidak memalsukan data. Dia bisa mendapatkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dengan mudah karena hanya hidup bersama ibunya. Keduanya tinggal di rumah neneknya. Setelah itu, petugas dari RT, RW, dan kelurahan sendiri tidak memeriksa secara langsung. Foto yang teman saya kirim juga foto nyata rumah neneknya.

Setelah proses seleksi, Dina berhasil mendapatkan beasiswa Bidikmisi. Di sini ada kejadian yang sungguh ironis. Ada seorang teman yang “sinis” ke Dina karena Dina dianggap merampas haknya sebagai mahasiswa miskin. Dina menjawab begini: “Emang kamu daftar?” Jawabannya: “Tidak.”

Banyak mahasiswa miskin yang malu, padahal lapar dan butuh

Dina adalah mahasiswa angkatan 2016. Saat ini, yang menerima beasiswa Bidikmisi terbilang sedikit. Banyak yang tidak mau mendaftar karena malas mengurus berkas. Padahal, menurut Dina, syarat berkas beasiswa ini nggak terlalu ribet. Yang agak merepotkan sebenarnya mengikuti seminar yang sifatnya wajib bagi penerima.

Selain malas, banyak juga mahasiswa miskin yang menolak mendaftar beasiswa Bidikmisi karena malu dengan stigma “kurang mampu”. Saat itu, antara mahasiswa penerima dan bukan penerima memang terlihat. Mereka, para penerima, menerima kotak makan siang setiap harinya. Hal ini membuat “kelas sosial” menjadi terpampang dengan nyata.

Padahal, bantuan makan siang itu untuk membantu mengurangi beban para penerima beasiswa Bidikmisi. Mereka ini banyak yang lapar padahal harus mengikuti kegiatan perkuliahan yang menguras tenaga. Sudah begitu, mereka itu membutuhkan bantuan supaya bisa tetap kuliah. Namun, rasa malu ternyata memberatkan mereka untuk mendaftar.

Hal ini membuat kuota penerima beasiswa Bidikmisi menjadi terbuka. Oleh sebab itu, potensi mendapatkan bantuan ini menjadi lebih besar bagi mahasiswa yang “mau ribet mengurus syarat berkas”. 

Sudah terjadi pemalsuan data, banyak mahasiswa miskin yang menolak mendaftar pula. Fakta di lapangan ini tentu membuat saya agak sedih. Sudah salah sasaran, penerimanya masih terbebani oleh stigma pula. Pusing, kan.

Penulis: Nurul Fauziah

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Bidikmisi Jadi Ajang Adu Miskin dan Manipulasi Data Beasiswa

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version