Mulai akhir Februari 2020, seruan untuk jangan ke gereja dulu sudah bergema. Bukan, bukan lantaran mengajarkan kemalasan beribadah ke gereja. Seruan itu mulai muncul dari tiap lingkungan sebagai cara meredam penyebaran virus corona. Sebagai gantinya, jemaat diajak mengikuti misa online.
Ada penolakan dari banyak jemaat. Sama seperti penolakan beberapa saudara muslim yang ngambek karena nggak boleh jumatan di masjid dulu. Bagi beberapa orang, misa pagi di gereja itu semacam cara menemukan ketenangan hati sebelum menjalani aktivitas. Misa di tengah udara yang masih sejuk dan hening membuat hati lebih bahagia.
Namun, pada akhirnya jemaat ini sadar juga kalau berdoa saja tidak cukup untuk meredam penyebaran virus corona. Oleh sebab itu, mulai Maret 2020 ibadah online menjadi pilihan.
Sebetulnya, beberapa gereja Katolik di Indonesia sudah secara rutin menyiarkan misa mingguan lewat YouTube. Ini semacam fasilitas yang disediakan buat mereka yang malas ke gereja, eh maaf, maksud saya orang yang nggak bisa datang ke gereja. Misalnya karena sakit dan harus rebahan di rumah saja.
Satu hal yang saya amati adalah ternyata Katolik bisa luwes juga. Bagi kamu yang Katolik pasti tahu kalau misa itu text book banget. Udah ada panduan langkah-langkahnya. Beberapa bagian bisa dipangkas menyesuaikan situasi. Namun, untuk ibadah ekaristi sih nggak diubah. Ikut tradisi banget, istilahnya.
Oleh sebab itu, teman-teman saya yang Kristen dan pernah ikut ibadah Katolik pernah bilang kalau misa Katolik itu monoton. Iya juga, sih. Nggak ada nyanyi-nyanyi secara spontan. Jarang ada misa Katolik yang full band kayak ibadah Kristen. Mungkin di misa-misa tertentu saja ada sesuatu yang baru. Misalnya misa Paskah atau Natal. Ada yang full band, ada yang pakai iringan gamelan. Rangkaiannya juga jadi panjang. Lagu-lagu pujian dimodifikasi sedemikian rupa. Asyik sih, tapi durasi misa jadi agak lama. Ya karena setahun sekali, makanya dimaklumi.
Kata “maklum” itulah yang kini banyak terdengar dari bibir orang-orang tua di sekitar saya ketika misa online digalakkan. Di Minggu Palma ini terutama, misa pukul 09.00 pagi terasa lebih “hening”. Fokus ke doa-doa saja. Berkah yang diberikan dibacakan saja, tidak dinyanyikan. Misa online menjadi lebih singkat.
Dulu misa online diangap aneh. Orang-orang tua terutama, yang nggak manteb hatinya kalau nggak duduk di depan sendiri di dalam gereja. “Misa online iku ya wagu. Misa kok streaming, kayak nonton sepak bola.”
Selama masa pandemi virus corona ini, pemakluman terjadi di banyak aspek. Mereka yang aneh dengan misa online menjadi maklum. Meski harus berantem dulu dengan anak atau saudaranya yang mengingatkan untuk nggak ke gereja dulu biar nggak kena corona. Puji Tuhan orang tua saya gampang dibikin maklum. Saya takut-takutin dulu sih baru maklum.
Misa online ini selain menjadi kanal satu-satunya untuk bisa ikut ibadah gereja, juga melahirkan banyak kelucuan. Orang tua yang selama ini pakai hape cuma buat berantem di grup wasap, nonton siaran ulang Mata Najwa, atau membagikan video lucu yang udah di-repost ribuan kali sampai jadi nggak lucu lagi, jadi lebih “menghargai” anak-anaknya yang sukanya megang hape.
“Nanti ada misa dari Vatikan jam enam sore. Tolong ini gimana caranya?” tanya Budhe saya ke cucunya yang tiap hari asik main hape.
“Tolong caranya streaming gimana?” tanya ibu saya suatu kali. Ibu yang dulu ngotot banget tetep mau ke gereja padahal udah diingatkan. Ibu yang nggak manteb kalau nggak misa pagi di gereja. Ibu yang nggak pernah absen memarahi cucunya yang hampir tiap menit ngecek Instagram. Dikiranya cuma ngabisin waktu, padahal cucunya jualan sepatu secara online lewat Instagram.
Lalu sebuah kalimat ajaib meluncur dari bibir Bapak saya: “Kalau misa online banyak yang ikut, bisa-bisa nanti diambil Mola TV.” Masuk akal sih. Kalau yang pakai fasilitas streaming misa Vatikan ternyata banyak banget, bukankah ini sebuah keuntungan? Bisa-bisa Mola TV masuk dan mengambil hak siarnya. Kalau mau misa online, harus beli dan langganan Mola TV. Nontonnya lewat aplikasi Mola TV yang kalau sinyalnya nggak bagus bakal buffering.
Ketika Romo hendak mengajak berdoa umatnya:
“Marilah… (buffering) ….”
Marilah apa? Makan? Minum? Cuci tangan?
“… berdoa….”
Oooh, berdoa….
Bapak saya yang font wasapnya dibuat ukuran paling besar dan kalau scroll pakai jari telunjuk ini memang kadang ajaib. Tapi masuk akal juga, sih. Misa online lewat Mola TV. Hehehe… masuk akal, ndiasmu.
Sumber gambar: Instagram @vaticannews
BACA JUGA Buat yang Udah Lama Pengin Botak, Masa Karantina Adalah Waktu yang Tepat dan tulisan Yamadipati Seno lainnya. Follow Twitter Yamadipati Seno.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.