Serie A memang seseru ini. Ketika banyak pasang mata terpikat kepada Liga Inggris dan Bundesliga saja, Serie A menyuguhkan sepak bola menyerang. Sepak bola yang bakal memaksa kamu untuk duduk diam memasrahkan konsentrasi ke arah layar. Menyaksikan AC Milan menunjukkan sebuah spirit yang menjadi identitas mereka.
AC Milan, dengan begitu gemilang, membalik skor setelah tertinggal 2 gol dari Juventus. Stefano Pioli, pelatih Milan, memberi apreasi kepada anak asuhnya. Piolo memandang anak asuhnya punya mental baja. Mental luar biasa sebagai gambaran sprit kuno yang mengendap begitu lama. Spirit luar biasa bernama Lo Spirito Milan.
Selain Lo Spirito Milan, mereka juga menghidupi sebuah semangat pantang menyerah sampai detik akhir pertandingan. Dunia mencatatnya dengan sebuah istilah manis bernama fino alla fine. Artinya: jangan pernah berhenti sampai akhir. Sebuah kalimat sakti yang dihidupi Si Setan Tua sejak zaman dulu kala.
Sebuah kesadaran untuk tidak akan memberikan napas kepada lawan sampai detik akhir. Kesadaran istimewa yang membuat Milan mampu menjaga tradisi Scudetto yang sudah bertahan selama 9 tahun. Ini para rival ngapain, sih? Juventus? Internazionale? Lazio? AS Roma? Atalanta?
Para rival, sering sudah merasa kalah, bahkan sejak keduanya berbaris bersama di lorong menuju lapangan. Begitulah daya magis kekuatan Milan. Sebuah kualitas yang dibangun dari keluarga berpengaruh di Italia. Sebuah kualitas yang membuat mereka menjadi penguasa Serie A, meskipun sempat terdegradasi ke Serie B karena kasus pengaturan skor, yang dikenal dunia sebagai Calciopoli.
Sayangnya, meskipun berkuasa di Serie A sejak ratusan tahun yang lalu, Milan selalu terjungkal di panggung Eropa. Mereka dianggap tidak punya DNA Eropa seperti Juventus. Sebuah DNA yang menjadikan Juventus sebagai peraih piala Liga Champions terbanyak kedua di belakang Real Madrid. Milan? Kalah melulu di final, sampai-sampai mereka dijuluki badut Serie A.
Namun, terlepas dari catatan sejarah itu, Milan memang menunjukkan Lo Spirito Milan dan fino alla fine ketika mempecundangi Juventus. Tertinggal 2 gol dari Adrien Rabiot dan Cristiano Ronaldo, Si Setan Tua bangkit untuk comeback. Setelah wasit mengakhiri laga, skor akhir adalah 4-2 untuk Milan. Luar biasa.
Bicara soal wasit, ada satu hal yang sangat disayangkan Milanisti, fans Si Setan Tua itu. Sayang sekali, kemenangan dramatis ini harus dinodai oleh insiden penalti. Yang biasanya dikasih untuk Juventus, eh, malam itu, dialamatkan untuk Milan.
Tentu kejadian ini bikin gerah jajaran manajemen dan Milanisti sendiri. Sepanjang sejarah, mereka sangat anti sama yang namanya dikasih penalti. Kalau di sebuah pertandingan dikasih penalti, pasti pemainnya secara sengaja menendang jauh tinggi ke awan.
Padahal kita tahu, sebelum pertandingan, perwakilan paguyuban Milanisiti seluruh jagat raya bernama “Milanisti Pluto Semesta Galaksi Bima Sakti”, sudah kadung bacot kalau Juventus adalah kekasih wasit. Eh, bukan hanya itu, beliau yang bermarkas di Indonesia itu menegaskan kalau Juventus juga didukung seorang jurnalis berpengaruh di Italia, bernama Di Radio.
Eits, bukan hanya didukung wasit dan jurnalis, perwakilan paguyuban fans Milan juga mengklaim kalau banyak pihak mendukung Juve. Mereka adalah: FIGC, Lega Calcio, Linesman, VAR official, ojol Italia, kang kebon Daniele Orsato, pedagang jersey KW di emperan J Stadium, asosiasi pengusaha cilok Turin semuanya juga pro-Juve. Dapat bocoran dari mana, nih, lo leh taw.
Oleh sebab itu, ketika Milan mendapat penalti, dunia terbelalak. Kok, bisa? Ini pasti sebuah konspirasi yang TSM (Terstruktir, Sistematir, dan Masir). Tidak lama nanti, klarifikasinya bisa kamu saksikan di kanal YouTube Deddy Corbuzier, dengan tamu spesial Dr. Tirta. “Yo wasaapp broo brooo kuh,” sapa Dr. Tirta dengan suara medok khas Sumbawa Tenggara itu.
Saking tidak terima timnya dapat penalti, asosiasi pengacara dan ahli hukum Milanisti akan memasukkan gugatan resmi ke Mahkamah Konstitusi. Tentu saja dengan menunggu sikap resmi dari manajemen Milan. Mereka yakin, manajemen Milan tidak berkenan dengan penalti ini dan ingin pertandingan diulang karena konspirasi TSM.
Menarik untuk menunggu perkembangan kontrofersi ini. Celakanya, Zlatan Ibrahimovic malah bikin penalti itu jadi gol. Padahal, dari luar stadion, Silvio Berlusconi udah bleyer-bleyer motor sebagai tanda kalau penalti harus digagalkan. Ini Pak Berlu bukannya masuk stadion buat nonton malah bleyer-bleyer knalpot di luar stadion. Macam suporter lokal saja. Lokal mana saya nggak tahu.
Saya yakin, Zlatan akan dihukum dengan dijual ke Modena. Bukan yang klub sepak bola, tapi distributor alat dapur. “Pancinya, Bu, pancinya. Kredit 12 kali tanpa uang muka.” MAMAM, ndablek sama tradisi, sih.
Jadi, mari kita tunggu kelanjutan drama Milan ini. Yakin, bakalan lebih seru ketimbang serial Dark sama Money Heist.
BACA JUGA 8 Menit 46 Detik George Floyd Meregang Nyawa Adalah Sebuah Pengkhianatan dan tulisan Yamadipati Seno lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.