Kemarin, twit dosen yang menanyakan kepada generasi Z alias anak umur 17-21 emangnya susah dapat TOEFL 550 meski sudah terpapar banyak akses belajar bahasa Inggris macam YouTube, film, e-book itu meledak. Ibu itu—meski nadanya jelas banget ngejudge—berpendapat, generasi sekarang harusnya bisa dapat angka segitu dengan mudah ketimbang generasi dia—boomer.
Sekilas, sekilas nih, kalau mau berprasangka baik, ibu itu bener juga. Maksudnya, apa yang tidak mungkin di dunia ini di masa kini? Saya pikir, kecuali kesetaraan dan naiknya UMR Jogja ke angka yang masuk akal, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Mungkin sekarang saya redaktur Mojok, tapi siapa tahu dalam dua bulan nanti saya jadi pebisnis properti sukses? Mungkin banget loh itu. Modal bisa didapat lah. Kalau nggak utang bank, ya kuat-kuatin ikhtiar biar menang parlay.
Bercanda lho, hehehe.
Tapi, benarkah semudah itu? Apakah kini standar kemampuan bahasa Inggris jadi naik karena akses yang mudah? Apakah benar skor TOEFL 550 itu—di masa kini—mudah didapat?
Jawabnya sih, tidak.
Jujur ya, kalau dibilang akses teknologi mempermudah kita belajar bahasa Inggris, iya. Tapi, toefl itu urusan yang berbeda. Apalagi skor toefl 550 itu masuknya ke kategori competent, yang berarti masuk golongan yang susah gitu lho. Tapi, ya mungkin banget orang dapet skor kayak gitu.
Kenapa saya kesannya bilang toefl 550 itu susaaah banget, ya karena fakta yang saya liat di lapangan kayak gitu. Sejauh ini, saya jarang banget liat sesama mahasiswa jurusan Sastra Inggris punya skor segitu gede. Skor TOEFL minimal kelulusan di kampus saya dulu 500, itupun ngap-ngapan orang dapetnya, bisa berkali-kali tes. Mayoritas sih umurnya jauh lebih muda daripada saya. Saya lulus umur 26, temen-temen barengan wisuda banyak yang umurnya jauh lebih muda.
Mesti kalian nanya, kok bisa mahasiswa Sastra Inggris bisa kesusahan dapet skor TOEFL 500?
Ya karena emang susah, menurut mereka. Kalian yang pernah ambil tes TOEFL tau dah susahnya kek gimana. Saya masih inget dulu semester empat, mata kuliah macam Structure, Reading, Listening, itu pakai materi buat lancar ngerjain TOEFL. Jadi, untuk ngerjain tes, terutama jika pengin dapet skor yang tinggi, materinya ada sendiri. Seinget saya loh.
Lagian, kalian harus inget bahwa sertifikat TOEFL kalian itu hanya berlaku dua tahun. Kalau kalian ambil tes tahun 2018, dan dapet skor TOEFL 550, tahun ini skor kalian nggak ada artinya. Kalian harus tes lagi. Nah, kalau kalian emang masih mengasah kemampuan dan materi bahasa Inggris kalian, skor itu gampang banget diraih kembali. Kalau nggak? Ya remuk.
Apakah skor TOEFL itu menandakan kemampuan kalian sebenarnya? NGGAK. Kalian boleh punya aksen yang medok, asalkan kalian bisa berkomunikasi dan kedua belah pihak menerima pesannya secara utuh, itu udah cukup. Berbahasa Inggris itu nggak seribet apa yang grammar Nazi bilang. Kalau mikir aksen, grammar, atau hal-hal non esensial, kita nggak akan menemukan video orang India yang ngasih kita tutorial hal apa pun.
Yang penting tuh kita bisa menyampaikan meaning dengan tepat, pronunciation kalian nggak ancur-ancur banget, bisa grammar dikit-dikit kayak paham bentuk lampau dan semacamnya, serta pede. Emangnya yang skor TOEFL 550 itu pasti lancar kalau ngomong? Belum tentu.
Sebenernya tuh yang perlu dilurusin dari ibu tersebut bilang (harusnya) generasi sekarang mudah dapet toefl 550 itu adalah perkara penilaian generasi tua ke generasi muda. Generasi tua sering kali menciptakan konflik yang tidak perlu karena merasa lebih tau, semata karena hidup lebih lama.
Padahal yang luput disadari adalah, generasi muda hidup dalam keadaan zaman dan situasi yang berbeda ketimbang generasi tua. Pun sebenarnya ada hal-hal yang tak berbeda, seperti bahwa kemampuan orang beda-beda, makanya tidak bisa pukul rata.
Kalau hanya berpegang banyak akses=pasti bisa, lha semua orang bisa coding, dong. Kalau logikanya kayak gitu, harusnya semua siswa itu masuk ranking satu, ha wong materi sama, buku juga sama, guru juga sama, mosok bisa dapet skor yang beda?
Maka dari itu, geger skor TOEFL 550 ini sebenarnya membuka wawasan bahwa masih banyak orang yang belum paham bagaimana suatu sistem bekerja, tapi ngomong seakan-akan seorang pakar. Dunia idealnya bakal jadi jauh lebih baik andai semua orang tidak berusaha jadi pakar meski nggak paham apa-apa. Tapi, ya namanya dunia ideal itu selalu jauh dari realitas, kan?
Dan bagi kalian yang mentalnya kena gara-gara twit ibu tersebut, nggak apa-apa kalau kalian nggak bisa dapet skor TOEFL 550. Biasa aja, jangan berhenti belajar. Meski begitu, jangan berhenti berusaha untuk dapet skor TOEFL yang besar. Yang penting, tidak menghakimi yang tidak bisa dapet skor besar.
Ha wong jadi presiden aja nggak diminta punya TOEFL tinggi kan?
BACA JUGA Mahasiswa Sastra Inggris Pasti Bisa Dapat Skor TOEFL Tinggi? Belum Tentu dan artikel Rizky Prasetya lainnya.