Daya Anagata Nusantara (Danantara) belakangan ramai jadi perbincangan publik. Badan ini disinggung kembali oleh Presiden Prabowo dalam pidatonya di acara HUT Ke-17 Partai Gerindra. Prabowo mengatakan bahwa hasil efisiensi anggaran yang mencapai Rp750 triliun, sekitar Rp300-an triliun diantaranya bakal dialokasi ke dalam Danantara. Agak aneh memang, acara partai politik kok jadi semacam rapat yang bahasannya soal rencana alokasi anggaran. Tapi saya nggak akan fokus ke situ. Saya ingin fokus soal Danantara ini.
Sebenarnya Danantara bukanlah hal yang baru-baru amat. Prabowo sudah menyinggungnya sejak lama. Bahkan, Muliaman D Hadad sempat didapuk jadi Kepala Danantara sebelum akhirnya dibubarkan pada 7 November 2024. Selang sekejap, Danantara dihidupkan lagi dan ada kabar bahwa salah satu kandidat Kepala Badannya adalah Pandu Patria Sjahrir, keponakan dari Opung Luhut.
Pasti banyak yang masih bertanya-tanya. Sebenarnya Danantara ini barang apalagi sih?
Daftar Isi
Mengenal Danantara
Presiden Prabowo mengembangkan Danantara mengacu pada konsep yang diusulkan ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo, yaitu dengan membentuk lembaga pengelola aset negara dengan mengalokasikan sekitar 1–5 persen dari laba BUMN ke dalam dana investasi. Nah, oleh Presiden Prabowo, gagasan ini dimodifikasi dengan mengembangkan Danantara yang tidak hanya mengelola laba, tapi juga dijadikan sebagai superholding dari aset-aset BUMN seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, PLN, Pertamina, dan Telkom Indonesia, dengan total aset mencapai sekitar Rp14.715 triliun.
Bagaimana bingung? Oke sederhananya begini, Danantara ini semacam bank investasi negara. Bank biasa mengelola dana dari nasabah kemudian nantinya disalurkan melalui instrumen kredit. Sementara Danantara sedikit berbeda, bank investasi ini bertugas mengelola dan mengembangkan aset dan laba dari BUMN agar tidak serampangan mengalir keluar negeri sehingga bisa tumbuh dan kembali dimanfaatkan oleh negara untuk masyarakat. Apabila bank biasa dana tabungan dipinjamkan ke debitur atau masyarakat umum, Danantara berbeda. Ia mengoptimalkan aset agar bernilai tinggi dan mengalokasikan dana dari laba aset yang sudah dihimpunnya ke dalam instrumen investasi potensial, baik di dalam maupun luar negeri.
Struktur Danantara yang merupakan superholding diharapkan dapat meningkatkan kinerja BUMN, memaksimalkan kontribusi terhadap pendapatan negara, dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan. Harapannya sih begitu.
Pegangan awal Danantara ada beberapa sumber. Selain dari alokasi efisiensi anggaran sebesar Rp300 triliun seperti yang sudah disebutkan di awal, Danantara juga memiliki gabungan aset BUMN mencapai Rp14.715 triliun, namanya juga superholding. Selanjutnya, Danantara ini akan mencari sumber pendanaan tambahan melalui penerbitan obligasi, kerjasama investasi, dan mekanisme finansial lainnya yang sah dan transparan. Namun, karena ini embel-embelnya investasi, tentu harapan imbal hasilnya sangat bergantung dengan proses pengelolaan, strategi, dan pengawasannya. Ada risiko nggak untunglah intinya.
Mengingat rekam jejak kinerja dari badan bentukan pemerintah yang acap kali oleng, misalnya Jiwasraya dan Asabri, tentu banyak pihak yang khawatir dengan kinerja dari Danantara ke depannya. Dana kelolaannya mencapai belasan ribu triliun loh. Kalau kolaps atau salah urus, dampaknya bisa langsung terasa di masyarakat. Pasalnya BUMN yang tergabung di dalamnya adalah korporasi yang punya peran langsung ke masyarakat, seperti Pertamina dan PLN.
Danantara bak kapal besar yang hendak berlayar
Saya membayangkan Danantara ini seperti sebuah kapal besar yang membawa harta karun berharga milik masyarakat Indonesia. Kapal ini punya tugas menyusuri samudera yang luas untuk mencari harta karun di berbagai pulau kemudian dibawa pulang sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Itu mengapa harus dipastikan bahwa Danantara punya fasilitas pengamanan yang memadai, tidak ada kebocoran, serta punya nahkoda dan awak kapal yang profesional dan bertanggungjawab. Hal ini untuk menghindari Danantara dari risiko karam akibat ancaman mismanajemen, korupsi, atau intervensi politik yang tidak semestinya. Oleh sebab itu, pengawasan yang ketat dan navigasi yang cermat sangat diperlukan supaya kapal ini dapat mencapai tujuannya dengan selamat sehingga harta karunnya bisa sampai di tangan masyarakat Indonesia.
Harapannya Danantara nggak karam dan punya kebermanfaatan, sangat diperlukan model pengawasan yang transparan dan akuntabel. Pengawasan tersebut bisa terdiri dari gabungan perwakilan pemerintah, profesional independen, dan tokoh masyarakat. Auditnya pun harus dilakukan secara berkala oleh lembaga eksternal yang kredibel. Hasil auditnya kemudian harus dilaporkan secara periodik kepada publik. Dan nggak kalah penting, partisipasi aktif masyarakat dan media dalam proses pengawasan pun sangat dibutuhkan untuk memitigasi berbagai penyalahgunaan dan memastikan agar kapal besar bernama Danantara ini betul-betul berlayar sesuai peta yang disepakati. Jangan sampai kapal ini menyusuri samudera tanpa arah atau diarahkan ke pulau tertentu yang hanya menguntungkan segelintir penumpang di dalamnya.
Perlu pengawasan serius atau bisa berakhir buruk
Melihat besarnya skala proyek ini, sistem pengawasan Danantara harus jalan atau jangan hanya sekadar formalitas. Ada tiga hal yang menurut saya akan dihadapi. Pertama, rentan dengan intervensi politik. Ketika terjadi intervensi politik, nanti return investasi yang didapatkan Danantara bisa dimanfaatkan untuk agenda politik tertentu yang nggak ada hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat.
Kedua, risiko sistemik terhadap kinerja BUMN. Sekali kapal ini karam, BUMN yang ada di dalamnya akan tenggelam. Dan, kerugian yang nanti ditanggung negara langsung di angka ribuan triliun. Pun ketika kinerja salah satu BUMN ini mengalami penurunan, bisa jadi akan berefek kepada BUMN lainnya. Lah wong mereka kan satu kapal to? Satu kena flu, bisa jadi yang lain tertular.
Ketiga, ketidakpercayaan investor asing. Namanya kapal besar, apalagi kalau ukurannya seperti Titanic, sekalinya karam, atau mogok di tengah laut, tentu akan menghebohkan dunia. Kondisi itu akan membuat Indonesia makin gak dipercaya oleh investor potensial. Lah ngapain investasi ke negara yang memasrahkan belasan ribu triliun dananya ke satu kapal?
Nah maka dari itu, kita benar-benar harus memastikan Danantara ini punya blue print yang konkret dan mengawasi setiap aktivitasnya. Kita pastikan Danantara berlayar menuju arah yang jelas dengan kecepatan yang stabil di tengah samudera. Jika tidak begitu, karamnya Danantara bisa membuat Indonesia benar-benar menuju fase gelap dan bikin cemas. Kalau sampai demikian, #KaburAjaDulu.
Penulis: Muhaman Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Memahami Arti Resesi Pakai Bahasa Tukang Gorengan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.