ADVERTISEMENT
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Newsletters
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Mengingat Kembali Gempa Jogja pada 27 Mei 2006

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
27 Mei 2021
A A
Mengingat Kembali Gempa Jogja pada 27 Mei 2006 terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai anak SD kelas 4, diterjang gempa besar selama satu menit lamanya, pastinya meninggalkan trauma. Namun yang lebih mengerikan lagi itu ya pascagempa. Bagaimana saya dan keluarga bertahan dalam kondisi yang mencekam, medeni, dan bikin deg-degan tiap ada gemuruh hebat, walau gemuruh itu datangnya dari langit, membawa hujan. Namun pikiran kami saat itu, tiap gemuruh membawa kenangan perih perihal gempa Jogja 2006.

Setelah berak di sungai Gajahwong, ketika semua orang lari tunggang langgang lantaran isu tsunami, saya dan Ibu pulang ke rumah. Ternyata, isu tsunami itu hanyalah akal-akalan orang jahat yang hendak menjarah rumah-rumah orang kaya.

Hati saya jyaaan mencelus saat itu. Kok ya bisa manusia bertindak lebih jahat ketimbang setan. Ini lho pascagempa, semua sedang panik, kok bisa-bisanya memanfaatkan momen ini guna mengambil perhiasan dan uang di rumah-rumah yang ditinggalkan.

Saya haqqul yaqin, setan pun merinding melihat tingkah laku mereka. Total di desa saya, daerah Wirokerten, banyak rumah yang dijarah. Bahkan tetangga saya, burungnya yang sering menang lomba, raib dijarah manusia biadab.

Sek to, lagi gempa nyuri manuk ki ya buat apa? Mosok ada lomba kicau manuk pas kondisi mencekam seperti ini?

Jenazah-jenazah bergelimpangan di jalan. Saya melihat rekan masa kecil yang sedang tidur nyenyak dengan tenang bersama darah yang mengalir di kepalanya yang sudah bisa dikatakan nggak dalam bentuk yang sempurna. Bagi saya, itu hal yang amat perih alih-alih menakutkan.

Seorang kawan yang biasanya main Guitar Hero di rentalan dengan lincah, kini tertidur kaku dengan kulit pucat dan dingin, hanya dibalut kain terpal seadanya. Saya nggak menangis, namun hati saya perih bukan main. “Kenapa ada orang jahat dalam kondisi seperti ini?” pikir saya.

Bukan hanya kawan saya, beberapa jenazah pun diletakkan begitu saja di pinggir jalan. Semua orang lari tunggang langgang menuju utara akibat isu tsunami. Ternyata, warga utara juga berlarian menuju selatan lantaran isu gempa tersebut diakibatkan oleh aktivitas vulkanik Gunung Merapi.

Seperti dalam kitab, gunung-gunung beterbangan seperti kapas. Bedanya, ini adalah manusia yang lari tunggang langgang. Semua menyelamatkan diri masing-masing. Ini bukan kiamat, namun kengerian kiamat yang digambarkan dalam kitab, saya turut serta merasakan pada gempa Jogja 2006.

Ayah saya yang seorang polisi justru mengatur jalan saat istri dan anaknya ketakutan. Katanya, “Yang penting dekat Ayah, kalian aman.” Kalimat yang sederhana, membuat kami menjadi satu-satunya manusia yang diam di kala semua manusia hilir mudik penuh ketegangan.

“Jangan pakai otak saja, pakai juga hati dan nurani,” kata yang akan selalu saya ingat sampai akhir hayat, dari seorang Ayah yang sibuk tersenyum ketika semua orang melafazkan puja dan puji kepada Tuhan dengan teriakan. Ada yang “Allahuakbar”, ada pula yang “Koko bako.” Ayah saya tetap diam, mengimbau semuanya tenang.

Sebagai seorang polisi, blio juga mengorganisir para penduduk desa untuk membuat tenda darurat sementara di tengah desa. Malam pertama pascagempa adalah hujan yang bersahutan dengan petir. Pikir saya, yah, pada akhirnya semua manusia akan mati pada hari itu juga.

Banyak anak-anak menangis, namun saya memilih diam. Bukan karena bakoh, melainkan karena belum bisa sadar; apa yang terjadi dari tadi pagi! Saya melihat jenazah bergelimpangan di jalan, orang kehilangan harta benda, bahkan derai tangis para orangtua yang kehilangan anak. Saya lebih dalam kondisi menerka-nerka dan berharap semua ini hanya mimpi saja.

Esoknya para perempuan memasak di dapur darurat. Laki-laki membangun sarana prasarana sementara. Bantuan logistik belum datang (kelak bantuan itu datang dari Korea, mi instan berwarna putih yang rasanya sungguh aneh sekali). Menu makan selama pascagempa itu hanya ada dua; mi instan dan oseng-oseng kates muda.

Dalam kondisi lapar, tentu rasanya sungguh enak. Saya hampir menitikkan air mata manakala memamah nasi pulen dan oseng-oseng kates muda. Pedas dari cabai yang diambil di lahan Pak Jono, nasi pulen yang diolah dari sumbangan Bu Bambang, dan bumbu sedap hasil racikan Bu Pri, setidaknya memunculkan ada setitik harap untuk bertahan hidup dari balik bencana.

Kerja bakti yang sebelumnya memunculkan wajah-wajah malas dan terpaksa di hari Minggu, pada hari itu suasannya sungguh berbeda. Pak Rojib yang biasanya sembunyi kini mbabati suket sekitar dapur darurat, Bu Rohana yang biasanya izin rewang kini masak dengan sumringah, bahkan saya yang biasanya malas main, kini bermain di sisir sungai guna mencari tempat berak.

Gempa meninggalkan nestapa sekaligus anugerah. Tanpa harus dimungkiri, lebih banyak nestapanya ketimbang anugrahnya, sih. Toh nyawa manusia bukan sesuatu yang bisa ditawar-tawar. Kehilangan orang tercinta, pada akhirnya akan menyimpan luka dan memupuk bagaimana caranya bangkit dan kebali melihat dunia.

Namun kembali lagi, bencana yang datang, tentu membawa pesan tersirat dari yang Maha Kuasa. Apa pun itu, perihal gempa Jogja 2006, melahirkan generasi-generasi pilih tanding yang akan membagikan cerita perihal pentingnya kemanusiaan.

*) Untuk kawan saya yang tertidur dengan tenang di hari kelabu itu. Semoga engkau kini sedang tertawa sembari bermain Guitar Hero di Taman Eden yang sejuk tanpa kurang satu apa pun.

Sumber Gambar: YouTube Paklulukjoss

BACA JUGA Cerita-cerita Mistis yang Muncul Setelah Gempa Padang 2009 dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 16 November 2021 oleh

Tags: gempagempa Jogjanapak tilasPojok Tubir Terminal
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

Cianjur Berduka: Hancur oleh Gempa, Dikubur oleh SARA dan Preman

Cianjur Berduka: Hancur oleh Gempa, Dikubur oleh SARA dan Preman

1 Desember 2022
Japan Sinks: People of Hope: Pentingnya Peran Negara dalam Menangani Bencana

Demi Hidup yang Aman dari Bencana, Baiknya Kita Tidak Antisains

27 November 2022
3 Hal yang Bisa Ditangisi Bu Mega selain Badan Kurus Presiden Jokowi terminal mojok

3 Hal yang Bisa Ditangisi Bu Mega selain Badan Kurus Presiden Jokowi

21 Agustus 2021
Review Mars Partai Politik dari Orang yang Kurang Percaya Partai terminal mojok.co

Review Mars Partai Politik dari Orang yang Kurang Percaya Partai

17 Agustus 2021
Fitur Story Twitter Sebaiknya Nggak Usah Ada, Terkesan Ikut-ikutan Banget terminal mojok.co

3 Hal Menyebalkan yang Sering Muncul Saat Tubir di Twitter dan Bikin Diskusi Jadi Nggak Seru

17 Agustus 2021
Mempertanyakan Kebiasaan Peluk Bantal Guling Orang Indonesia Saat Tidur Terminal mojok

Desain Interior Ruang Rapat Paripurna MPR/DPR RI Bikin Gagal Fokus, Pantes Anggotanya Sering Tidur

17 Agustus 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Staycation Ekonomis tapi Aman ala Emak-emak dengan Anak yang Beranjak Dewasa terminal mojok

Staycation Ekonomis tapi Aman ala Emak-emak dengan Anak yang Beranjak Dewasa

Video Klarifikasi Felicia Tissue untuk Mas Kaesang dan Contoh Konkret Sebuah Sikap bagi Para Wanita yang Dighosting terminal mojok

Video Klarifikasi Felicia Tissue untuk Mas Kaesang dan Contoh Konkret Sebuah Sikap bagi Para Wanita yang Dighosting

Panduan Menghadapi Beban Kerja Berlebih dengan Cara Nggak Berlebihan terminal mojok

Panduan Menghadapi Beban Kerja Berlebih dengan Cara Nggak Berlebihan



Terpopuler Sepekan

Universitas Terbuka Kampus Ngenes karena Selalu Diremehkan (Unsplash)

Universitas Terbuka: Takdir Menyedihkan dari Sebuah Kampus yang Selalu Diremehkan

oleh Hayumi Suwanti
24 September 2023

7 Minuman Starbucks yang Jarang Dipesan padahal Rasanya Enak

5 Hal yang Bisa Kalian Dapat secara Gratis di Starbucks

oleh Vivi Oktavia
24 September 2023

Saraba, Minuman Khas Makassar yang Tak Gentar Melawan Zaman

Saraba, Minuman Khas Makassar yang Tak Gentar Melawan Zaman

oleh Ahmad Arief Widodo
25 September 2023

Jakarta Adalah Tempat Terbaik untuk Menemukan Ketenangan Melebihi Jogja (Unsplash) umr

Bisakah Bertahan di Jakarta dengan Gaji di Bawah UMR? Tentu Saja Bisa, Ini Caranya

oleh Fauzan Hidayat
23 September 2023

Kediri yang Ternyata Mahal di Mata Orang Mojokerto (Unsplash)

Kediri di Mata Arek Mojokerto: Biaya Hidup Murah, tapi Guyonan Sarkasnya Mahal

oleh Achmad Fauzan Syaikhoni
22 September 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=UYaA2xiqS2A

DARI MOJOK

  • Jurusan IPS SMA Bisa Jadi Apa? Berikut Jurusan Kuliah hingga Prospek Kerjanya
  • Sejak Deklarasi Anies-Imin, Elektabilitas NasDem Melejit, PDIP-Gerindra Turun
  • Warga Kediri Tidak Perlu Repot-repot ke Malang untuk Kuliah di Universitas Brawijaya
  • Di Jogja Puluhan Orang Ikuti Lomba Tarik Lokomotif Seberat 80 Ton
  • 5 Dampak Kaesang Jadi Ketum PSI, Ada yang Berefek ke Jokowi
  • Kisah Mahasiswa UNY Bertahan Hidup di Jogja Bermodalkan Rp250 Ribu per Bulan
ADVERTISEMENT
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Newsletters
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Sapa Mantan
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!