Mungkin penikmat sepak bola sudah tidak asing dengan istilah “liga petani”. Istilah ini sebenarnya adalah ejekan yang disematkan untuk klub yang berasal dari liga kurang populer di Eropa. Jika satu klub yang sangat mendominasi dibanding klub lain di liganya, maka disebutlah liga tersebut adalah liga petani.
Istilah liga petani awalnya merujuk pada Ligue 1, liga teratas sepak bola Perancis. Sebutan ini menyindir oleh fakta bahwa Ligue 1 dinilai tidak terlalu hebat dibanding liga lainnya yang tergabung pada lima liga top Eropa; Premier League, Bundesliga, Serie A, dan La Liga. Serta, Ligue 1 menyediakan pemain-pemain bintang untuk bermain di liga lain yang lebih terkenal.
Belakangan, liga petani tidak hanya merujuk pada Ligue 1 semata. Julukan ini mulai disematkan kepada Bundesliga, liga teratas sepakbola Jerman. Hal ini mungkin tidak terlepas dari kondis yang hampir sama dengan yang terjadi dengan Ligue 1. Liga didominasi oleh satu klub, yakni PSG dan Bayern Munchen, serta klub lain yang memiliki pemain hebat akan dilepas kepada klub lain di Premier League dan liga besar lain.
Padahal, ada banyak hal yang menjadi alasan bahwa Bundesliga bukanlah liga petani. Meskipun demikian, istilah ini sudah menyebar luas. Mungkin kelak, sindiran ini tidak hanya melekat pada Ligue 1 semata, melainkan liga-liga lain yang memiliki kondisi mirip Ligue 1. Bundesliga adalah contohnya.
Liga petani bukan berarti liganya yang jelek dan tak laku. Dari sektor bisnis, mereka sangat menikmati keuntungan yang banyak. Dua liga petani tersebut memiliki pemasukan yang cukup baik dari sektor hak siar. Mereka hanya tertinggal dari Premier League. Premier League sangat superior dalam sektor hak siar. Mereka memiliki hak siar tertinggi di dunia dengan angka 1.635 miliar pounds atau sekitar 28.3 triliun rupiah.
Setelahnya, Bundesliga menyusul dengan 1.160 miliar pounds atau sekitar 18.3 triliun rupiah. Bundesliga bahkan unggul dari La Liga dengan 1.14 miliar Euro atau sekitar 18 triliun rupiah per musim. Setelahnya disusul oleh Ligue 1 dengan 1,019 miliar pounds atau sekitar 17.5 triliun rupiah. Terakhir Seria A dengan 973 juta Euro atau sekitar 15.3 triliun rupiah.
Liga petani sebenarnya menyenangkan untuk dilihat. Terutama jika Anda merupakan penggemar berat salah satu klub yang sangat mendominasi. Dalam hal ini adalah Bayern Munchen sang penguasa Bundesliga dengan 29 gelar, dan Paris Saint Germain sang juara baru yang menyabet gelar secara berturut-turut.
Sebagai fans berat, tentu Anda akan senang jika klub Anda selalu juara di akhir musim. Hal itu mudah terwujud jika Anda merupakan fans kedua klub yang selalu mendominasi di liga masing-masing. Jika Anda bukan fans mereka, kedua liga tersebut juga tetap enak dinikmati karena banyak kejutan yang terjadi di dalamnya.
Banyak superstar yang berasal dari dua liga petani ini. Jika kita membahas satu-satu, maka akan panjang karena banyak berseliweran pemain legenda yang berasal dari Bundesliga, khususnya Bayern Munchen (itulah mengapa Bundesliga kurang cocok disebut liga petani. Sejarahnya itu lho, Ngab).
Nama-nama tenar hadir sebagai pemain yang masih aktif. Sebut saja Eden Hazard, Leroy Sane, Marco Reus, Manuel Neuer, Mbappe, James Rodriguez, Jadon Sancho, Thomas Muller, Robert Lewandowski, hingga rising star Alphonso Davies. Banyaknya pemain bintang yang pernah dan masih bermain di liga petani menandakan bahwa mereka tidak bisa dipandang enteng.
Untuk urusan jual beli pemain, jangan salah. Justru liga-liga petani yang berhasil menghadirkan dan mengedarkan pemain-pemain hebat dengan harga yang luar biasa mahal pula. Neymar dan Mbappe menjadi duo termahal sepanjang sejarah. PSG merogoh kocek sebesar 402 juta Euro atau sekitar tujuh triliun rupiah hanya untuk dua pemain tersebut.
Klub-klub non liga petani banyak yang membeli talenta berbakat dengan harga mahal. Nicolas Pepe dibeli Arsenal seharga 1.2 triliun rupiah dari Lille OSC. Bukan hanya itu saja, baru-baru ini Chelsea memborong dua mega bintang Bundesliga, Timo Werner dan Kai Havertz. Seolah tidak mau ketinggalan, Liverpool baru saja menggaet Thiago dari Bayern Munchen dengan biaya 20 juta Euro plus bonus.
Ejekan liga petani seolah diredam ketika secara mengejutkan empat perwakilan liga petani bertemu di Semifinal Liga Champions musim lalu. Empat klub liga petani, dua dari Bundesliga dan dua dari Ligue 1, saling berebut kursi final dan juara. Hingga akhirnya di partai puncak, Bayern Munchen bertahta di Liga Champions.
Bukan hanya musim biasa, torehan rekor tercipta kala klub-klub liga petani berhasil mendominasi Liga Champions. Sang juara Eropa, Bayern Munchen, benar-benar menaklukkan Eropa kala mereka tidak pernah kalah sekalipun pada semua laga Liga Champions musim lalu. Mereka turut membantai Barcelona 8-2 yang membuat dunia tercengang.
Semifinalis lainnya, RB Leipzig, meraih semi final pertama mereka setelah mereka dibentuk pada 2009. Suatu hal yang fantastis mengingat betapa mudanya usia klub. Pelatih mereka, Julian Nagelsmann, menjadi pelatih termuda sepanjang sejarah semifinal Champions kala ia masih 33 tahun, lebih muda daripada Messi dan Ronaldo. PSG turut menorehkan rekor pribadi dengan lolos untuk pertama kalinya ke final Liga Champions.
Pencapaian istimewa liga petani belum berhenti di sana. Bayern sukses menyabet juara UEFA Super Cup yang mempertemukan juara Liga Champions dan Liga Eropa. Bayern turut masih memiliki kesempatan menjadi juara dunia antar klub jika diadakan Desember nanti.
Melihat prestasi-prestasi fantastis yang diraih liga-liga petani, maka ejekan ini sudah tidak relevan lagi khususnya merujuk pada Ligue 1 dan Bundesliga. Prestasi yang diraih, jumlah penonton, serta banyaknya pemain bintang yang ada menjadi bukti bagaimana sebutan liga petani sudah kurang cocok disebut. Kendati demikian, rasanya istilah liga petani akan terus ada mengingat luasnya istilah tersebut beredar.
BACA JUGA 6 Alasan untuk Memilih iPad sebagai Gadget Andalan Kalian dan tulisan Arya Luthfi Permadi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.