Mengenang Asyiknya Tarawih dari Satu Masjid ke Masjid Lainnya

Menyoal Larangan Tidur di Atas Karpet Masjid, tarawih

Ingat sekali ramadan tahun lalu, untuk menghilangkan rasa jenuh saat melaksanakan tarawih selama sebulan, saya pindah dari satu masjid ke masjid lainnya.

Nggak sombong yah, tapi memang saya akui, saya termasuk orang yang rajin melaksanakan salat sunah yang hanya dikerjakan saat ramadan ini. Biasanya selama ramadan, hanya dua tiga kali salat tarawih yang saya lewatkan, bahkan pernah hanya sekali malah, alias hampir mencapai titik kesempurnaan.

Di hari pertama, biasanya saya memilih tarawih di musala dekat rumah. Seperti musala dan masjid pada galibnya, di awal ramadan jumlah saf bisa terisi penuh. Pada kondisi demikian, untuk ukuran musala yang hanya dilengkapi dengan beberapa buah kipas angin, dan sedikit bantuan pendingin alami yang lolos lewat celah jendelah, sudah bisa dipastikan gerahnya minta ampun.

Namun, walaupun demikian, nggak pernah kendor semangat saya untuk melaksanakan tarawih hingga beberapa hari ke depannya. Selain alasan meramaikan, musala dekat rumah juga selalu sepi dari penceramah, jadi nggak perlu waktu sejam untuk menyelesaikan seluruh rentetan ibadah hingga usai. Tergolong cepat bukan? Hehehe~

Biasanya setelah memasuki malam keempat atau kelima, saya baru akan pindah ke masjid lain untuk merasakan suasana berbeda. Yang menarik, biasanya setiap masjid memiliki kesan yang beragam; baik dari segi interior bangunan, atmosfer lingkungan, pengisi ceramah ataupun kualitas imamnya.

Banyak masjid yang saya temui misalkan, ceramahnya dilaksanakan sebelum tarawih, namun ada juga satu dua masjid yang ceramahnya dilaksanakan setelah salat tarawih rampung. Jika berdasarkan literatur dari hasil penelusuran gugel, keduanya sih sah-sah saja, selama isi ceramahnya nggak terlalu panjang, sehingga nggak membebani jamaah lain yang belum siap menerima ceramah, khususnya bagi jamaah yang sudah lanjut usia.

Nah, selain penempatan ceramah yang berbeda, yang paling saya senangi, ketika menemukan masjid yang imamnya selalu menggunakan bacaan pendek dengan fasih sesuai makhrajnya, apalagi jika dilengkapi dengan lantunan suara yang merdu, kadang saya merasa salat saya khusyuk betul, sampe-sampe nggak kerasa tarawihnya sudah usai. Namun, nggak jarang juga saya temui masjid yang imamnya selalu menggunakan bacaan panjang, tapi itu nggak masalah sih bagi saya, selama interior dan suasana masjidnya mendukung.

Saya pernah mendapatkan masjid yang kondisinya serupa. Interior dan suasananya nyaman betul; kaligrafi yang presisi, dinding keramik yang kinclong, karpet yang lembut, dilengkapi pendingin udara, serta aroma pengharum ruangan yang otomatis keluar setiap menitnya. Tentu kenyamanan yang paripurna semacam itu, mengalahkan segala keletihan dan kantuk yang melanda akibat ceramah atau bacaan salat yang kelewat panjang. Hehehe ~

Nah, yang berbeda lagi sejak setahun terakhir ini, ketika saya mulai bekerja di Lembaga Pemasyarakatan. Masjid kantor pun menjadi salah satu pilihan untuk melaksanakan tarawih. Pasalnya, saat bulan Ramadan, seluruh pegawai staf akan dibagi ke dalam beberapa kelompok, dengan shift yang berbeda tiap malamnya.

Biasanya sebelum salat Isya dimulai, kelompok yang bertugas, memiliki kewajiban berkeliling ke kamar napi untuk mengajak mereka salat berjamaah, karena nggak sedikit napi loh yang bikin alasan macam-macam agar bisa meninggalkan salat; sakit perut lah, sakit gigi lah, pusing, atau bahkan buang hajat berlama-lama. Walaupun kadang kami kesal juga sih melihat gelagat mereka, tapi kami hanya bisa ber(((sabar))).

Mungkin di antara pembaca ada yang ngomong “Yah,eelaaahh, kasih bogem mentah aja tuh,” hehehe, sabar~, sabar~.Itu sudah nggak jamannya lagi mylov, malahan kami yang bisa ditegur atasan jika bertindak seperti itu, walaupun misalnya kami bisa, yah, nggak akan kami lakukan di hadapan mereka, karena tingkat solidaritas mereka udah kayak prangko, bisa-bisa kami yang habis digebukin rame-rame.

Namun, jika sudah kelewat batas, paling nggak, kami akan mengambil langkah tegas dengan memasukkan mereka ke ruang isolasi, yang berukuran panjang-lebar dua kali rentangan tangan orang dewasa (Silakan dibayangkan), serta dilengkapi bau menyengat dari aroma pesing dan kotoran yang nggak disiram tuntas. Ruangan ini memang di khususkan bagi napi yang melanggar aturan atau yang menolak mengikuti proses pembinaan selama berada di lapas.

Balik ke pelaksanaan salat di kantor. Seperti tarawih di masjid lainnya, tarawih di masjid kantor pun punya kesan berbeda, biasanya setelah salat Isya dan tukang ceramah sudah mengambil ancang-ancang di atas mimbar, saya bersama rekan kelompok pengawas tarawih, keluar dan berkeliling ke dalam area blok untuk melakukan kontrol, karena dalam kondisi demikian, biasanya sangat rawan digunakan oleh napi untuk kabur.

Nah, Jika sudah tuntas. Saya biasanya kembali ke masjid dan duduk bersandar di dekat ambang pintu. Sambil mendengarkan ceramah, saya mengawasi napi yang keluar masuk, sembari menanyakan alasan mereka keluar. Paling mereka menjawab; “pengen pipis pak ~,” atau “buang hajat, komandan ~,” atau “ambil air wudhu boss~,soalnya anginnya lolos,hehehe,” meskipun saya tahu, kadang itu hanya akalan-akalan mereka untuk menghilangkan rasa jenuhnya selama di dalam masjid.

Memang, jika dibandingkan dengan masjid lain, salat di masjid kantor tergolong cukup lama, biasanya dipengaruhi oleh durasi ceramah yang cukup panjang sehingga, saya hanya memilih datang saat giliran jadwal pengawas tarawih. Meskipun demikian, salat di masjid kantor pun cukup mengasyikkan, karena seru saja melihat napi bersorak ketika penceramah membawakan materinya dengan gaya yang jenaka. Hmm~

Nah, tentu keasyikan-keasyikan tarawih di berbagai masjid nggak akan mungkin saya rasakan tahun ini, karena corona segala aktivitas harus dikerjakan di rumah. Meskipun jika boleh jujur, karena kebiasaan tarawih di masjid, membuat saya merasa kurang nyaman melaksanakannya di rumah, tapi apa boleh buat, setidaknya saya bisa melaksanakan tarawih tanpa perlu bersusah payah memanjat pagar rumah. hehehe~

BACA JUGA 3 Masjid di Ciputat yang Tarawihnya Nggak Biasa atau tulisan Munawir Mandjo lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version