Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Menganggap Sarjana Angkuh karena Pilih-pilih Kerjaan Itu Terlalu Dangkal, Cobalah Lihat Dulu Sistem yang Membentuk Mereka

Achmad Fauzan Syaikhoni oleh Achmad Fauzan Syaikhoni
11 Maret 2025
A A
Susah-susah Kuliah Demi Ijazah Sarjana, Pas Cari Kerja Malah Lebih Laku Ijazah SMA Mojok.co

Susah-susah Kuliah Demi Ijazah Sarjana, Pas Cari Kerja Malah Lebih Laku Ijazah SMA (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Kehidupan setelah kuliah S1 itu menyeramkan. Selain susah mencari pekerjaan, para sarjana juga jarang mendapat respons baik ketika mengeluh. Seperti belakangan ini, timeline media sosial X (Twitter) saya santer membahas sarjana, yang katanya teramat angkuh dalam memilih pekerjaan.

Kalian mungkin sebagian besar sudah familier dengan bahasan itu. Lulusan sarjana dicap merasa elit, seolah-olah tidak level jika harus melakoni pekerjaan kasar. Mereka dianggap lebih memilih jadi sarjana busung lapar, daripada bekerja di luar standar sosial atau gelar yang mereka sandang.

Terus terang saja, sebagai lulusan sarjana, bagi saya pendapat tersebut ada benarnya, juga ada salahnya. Benar, bahwa banyak sarjana menganggap dirinya kaum elit. Tetapi juga salah, bahkan cenderung victim blaming, jika yang dikritik atas fenomena ini hanya sarjana. Kenapa demikian? 

Terjebak mimpi perguruan tinggi dan ekspektasi sosial

Mari kita jujur dulu. Kira-kira, apa salah satu mimpi yang sering dijual perguruan tinggi kepada masyarakat, khususnya mahasiswa S1? 

Tanpa pikir panjang, kita pasti menjawab: peluang karier yang berkualitas. Jelas itu. Mimpi itu sudah menjadi semacam asosiasi dari tujuan keberadaan perguruan tinggi. Bahkan, beberapa pasal dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pun mengamini hal itu.

Makanya, wajar jika lulusan sarjana seakan pilih-pilih pekerjaan. Karena sejak awal, mereka memang sudah didoktrin bahwa hidup setelah lulus akan bisa bahagia. Mereka mendambakan bekerja di depan laptop, memakai lanyard, duduk di ruangan ber-AC, dan seterusnya. 

Bahkan mimpi ini bukan hanya menjadi ekspektasi individu, tetapi juga sosial, khususnya orang tua dan tetangga. Lulusan sarjana dianggap harus bekerja A, B, C, D, sebagaimana yang terjadi pada sebagian sarjana sebelum mereka. 

Saya sebut “sebagian” tentu karena nggak semuanya sarjana bisa kerja sesuai ekspektasi sosial. Ada banyak faktor lain yang mendukungnya. Seperti dinamika industri, kondisi pasar kerja, keterampilan yang diajarkan di kampus, orang dalam, dsb. 

Baca Juga:

Realitas Pahit Lulusan Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Prodi Laris yang Susah Cari Pekerjaan

Sarjana Agama Jangan Mau Dicap Cuma Bisa Terima Setoran Hafalan, Ini 5 Profesi Alternatif yang Butuh Keahlian Agama Kamu

Itulah kenapa mereka seolah pilih-pilih kerjaan. Mereka mau keluar dari ekspektasi sosial itu ya berat, butuh mental yang kuat. Mau menjelaskan ke orang tua dan tetangganya pun kewalahan.

Pilih-pilih pekerjaan itu naluri manusia, bukan hanya sarjana

Lagi pula—kalau mau jujur-jujuran lagi—pilih-pilih pekerjaan itu ya bagian dari naluri manusia, bukan hanya sarjana. Kita semua pasti ingin hidup bahagia, aman, dan nyaman. Ketika kita mau ke rumah makan pun pasti mempertimbangkan dulu. Entah itu reputasinya, menunya, atau kebersihan tempatnya.

Mencari pekerjaan pun saya pikir demikian. Para sarjana sebenarnya tak lebih dari mengaktifkan nalurinya. Mereka memikirkan dulu, kira-kira apakah pekerjaannya sesuai kemampuan, apakah gajinya sesuai tanggung jawab, atau  lingkungannya sehat atau tidak. Itu wajar sekali.

Jujur saja, saya nggak tahu mereka yang sering menghujat lulusan sarjana pilih-pilih pekerjaan ini hidup di Indonesia atau nggak. Kalau beneran hidup di sini, harusnya mereka paham lah kalau kebanyakan loker yang ada itu nggak ngotak. 

Ada yang beban kerjanya seperti Avatar, tapi gajinya kalah dengan tukang parkir liar. Ada yang katanya kerja fleksibel, tapi nyatanya dipaksa overwork. Bahkan ada pula yang syaratnya absurd, seperti disuruh tahan ijazah. Dan nahasnya lagi, kementerian terkait seperti tutup mata dengan hal beginian.

Mending senggol pemerintah daripada hanya menghujat sarjana

Sudahlah, berhenti bersikap sok bijak tanpa bernalar. Mending senggol pemerintah daripada hanya menghujat sarjana. Karena ya, mereka yang sejatinya membuat sarjana merasa pantas pilih-pilih kerjaan.  

Seperti saya jelaskan di awal. Mimpinya tentang pendidikan tinggi itu mulia, membuka peluang mahasiswa mendapat karier yang berkualitas. Tapi, coba lihat sistem yang dibuat, apakah sudah relevan dengan industri sekarang? 

Setahu saya, sistem (kebanyakan) kampus masih kuno. Kurikulumnya pun masih hanya berpusat pada teori. Belum ada semacam pelatihan keterampilan praktis seperti yang ada di course online atau bootcamp. Misalnya soal business intelligence, machine learning, digital marketing, dan keterampilan digital lainnya.

Tentu, saya tahu keterampilan praktis itu ranah vokasi, sedangkan sarjana lebih ke aspek keilmuan. Tapi jika pendidikan sarjana ingin lebih dihargai di industri, sistemnya jelas perlu diubah. Sebab, industri kini tak lagi peduli lulusan vokasi atau akademik. Mereka hanya bertanya, “Kamu bisa apa?” atau “Kamu punya sertifikasi skill apa?”

Jadi, saran saya berhentilah cuma menghujat sarjana. Toh mereka itu tetap manusia, yang kalau lapar jelas akan cari makan. Nggak usah lebay seolah-olah sarjana lebih memilih kelaparan daripada dapat kerjaan kasar. Perlahan mereka juga akan menurunkan ekspektasi kok, entah karena tekanan atau sudah muak dengan keadaan.

Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Perdebatan Sarjana vs SMA di Dunia Kerja Harus Disudahi, Nyatanya Sarjana Memang Lebih Unggul dan Lebih Untung

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 10 Maret 2025 oleh

Tags: ekspektasilapangan pekerjaanpilih-pilih kerjaansarjana
Achmad Fauzan Syaikhoni

Achmad Fauzan Syaikhoni

Pemuda setengah matang asal Mojokerto, yang selalu ekstase ingin menulis ketika insomnia. Pemerhati isu kemahasiswaan, lokalitas, dan hal-hal yang berbau cacat logika.

ArtikelTerkait

7 Penderitaan Sarjana ketika Memutuskan Menetap di Desa (Unsplash)

7 Penderitaan yang Dirasakan Sarjana ketika Memutuskan Tinggal di Desa

25 November 2023
sarjana pendidikan

Bukti kalau Kepanjangan S.Pd. itu Bukan Sarjana Pendidikan, tapi Sarjana Penuh Derita

11 April 2020
Pengangguran Terjadi Bukan Karena Keadaan, Tapi Faktor Gengsi sarjana mahasiswa lowongan kerja terminal mojok.co

Pengangguran Terjadi Bukan karena Keadaan, tapi Faktor Gengsi

6 September 2020
S2 UGM Diperebutkan Lulusan S1 dari Kampus Mana Aja kecuali dari Kampus Sendiri Mojok

S2 UGM Diperebutkan Lulusan S1 dari Kampus Mana Aja kecuali dari UGM Sendiri

26 Oktober 2025
Sarjana Agama Jangan Mau Dicap Cuma Bisa Terima Setoran Hafalan, Ini 5 Profesi Alternatif yang Butuh Keahlian Agama Kamu

Sarjana Agama Jangan Mau Dicap Cuma Bisa Terima Setoran Hafalan, Ini 5 Profesi Alternatif yang Butuh Keahlian Agama Kamu

6 November 2025
4 Perbedaan Kuliah Jenjang D4 dan S1 yang Perlu Dipahami biar Nggak Salah Pilih

4 Perbedaan Kuliah Jenjang D4 dan S1 yang Perlu Dipahami biar Nggak Salah Pilih

16 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.