Dunia perhelman dalam sejarah panjangnya, pernah menjadi perhatian serius sebagai isu nasional. Bahkan, jika lebih jauh menarik benang sejarah, helm atau pelindung kepala telah menjadi salah satu situs warisan dunia yang memiliki ceritanya sendiri.
Di Indonesia ada Hoegeng, mantan Kapolri yang disebut Gusdur sebagai salah satu polisi paling jujur setelah polisi tidur yang pertama kali menggagas penggunaan topi pengaman di indonesia. Sang Kapolri terkesan melihat kepatuhan lalulintas negara-negara Eropa saat itu. Yang ia soroti, terutama penggunaan pelindung kepala. Sementara, jauh sebelum pemikiran Hoegeng di tahun 1970an, penggunaan helm telah berkembang sejak tahun 1935 di Eropa. Pelindung kepala ini pertama kali digunakan sejak kecelakaan sepeda motor yang menimpa perwira tinggi militer cum arkeolog terkemuka asal Britania Raya, Thomas Edward Laurence.
Di Indonesia, helm tidak hanya terikat mesra dengan kepatuhan berlalulintas. Lebih jauh, helm bahkan telah menyentuh ranah politik hukum kita.
Sebut saja, di kota Makassar, Sulawesi Selatan sekitar desember tahun 1985 sejak pertamakali di gaungkan tentang wajib helm bagi pengendara dan yang berboncengan, tercatat aksi protes dan unjuk rasa pernah terjadi. Bahkan, menelan 3 korban jiwa. Alasannya sederhana, karena mereduksi adat ketimuran hingga membuka ruang pungli bagi polantas saat itu. Proyek helmisasi tercatat memiliki sejarah kelam di masa awal penggodokannya.
Terlepas dari referensi sejarah perhelman beberapa hari yang lalu saya sangat menyayangkan kelakuan generasi muda yang telah sukses menggondol helm, celakanya lagi, helm itu milik ku.
Saya berusaha ikhlas namun mencoba memikirkan metode yang mereka terapkan.
Dari hasil observasi tak resmi dengan teman yang senasib, saya mendapatkan beberapa keterangan yang cukup menakjubkan. Katanya, mereka terorganisir, rapi, dan memiliki sasaran perencanaan yang matang. Ini ditandai dengan beberapa helm yang turut hilang di sana, di waktu yang hampir bersamaan. Saya pikir mereka sangat pandai dan lihai melihat merk helm yang laku keras di pasaran, selera mereka tinggi dalam menentukan sasaran operasi. Beberapa sumber bahkan menyebutkan mereka membagi tugas: ada yang mengawasi, ada yang mengeksekusi.
Terkait merk helm, Ini terbukti hanya helm dengan merk tertentu yang hilang. Sisanya tetap ditempat tak tersentuh. sekadar dugaan saya dan kawan saya, mereka mencuri helm bukan untuk dipakai di kepala, mungkin untuk kembali dijual di black market dekat-dekat sini dengan harga miring kepada para penadah kelas pemula, atau yang iseng dan baru buka usaha mungkin. Saya yakin, mereka memiliki jaringan cukup luas dalam dunia hitam perhelman. Semacam ekonomi bawah tanah yang bergerak di sektor perhelman.
Bagi eksekutor lapangan mungkin, maksud sekedar menyambung uang saku, atau mencari rupiah demi beberapa batang rokok. Namun entah mengapa saya yakin ada aktor intelektual yang bermain di belakangnya.
Namun dik, kak, bapak, ibu, om, bahkan Tante sekalipun. Yang terlibat dalam skandal perhelman ini saya hanya sekedar mengingatkan hati-hatilah dalam beroperasi. Saya sudah sering melihat maling di gebuki hingga tak sadarkan diri. Bahkan dipaksa untuk bekerjasama membongkar sindikat pencuriannya. Masyarakat kita kadang masih senang main hakim sendiri (jika tak ingin dikatakan barbar). Apa pun yang dicuri baik helm, velg, cakram, bahkan kampas kopling sekalipun massa tak pernah bisa dihadang atas nama hukum maupun moral. Tak pernah bisa ditanyai baik-baik. Mengapa? Sebab, psikologi massa itu random dan pertanggungjawaban pun random. Mayoritas mereka akan tenggelam dalam ekstasi kegilaan massa yang horror namun menyenangkan mereka. Kalimat keren ini saya kutip dari buku yasraf Amir Piliang dalam transpolitika-nya.
Dan Alhamdulillah saya belum pernah ikutan memukul walau seujung jari. Sedikit nasehat bagi siapapun yang masih bergelut dalam dunia hitam perhelman, atau pencurian kecil-kecilan. Resiko tentu mengintai kalian. Sehebat apapun kalian, atau berapa tahun pun kalian telah berkarir di dunia hitam, tetaplah berhati-hati. Sekalipun kau kebal (mungkin) jago silat, karate, gojukai, sakti mandraguna, ataupun Thai boxing. Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan. Jangan pernah menantang maut jika tak perlu.
Terakhir, Jaga diri baik-baik saja tak cukup. Cukupkanlah dengan menjaga hakmu, dan juga sekitarmu, jangan lupa jepitlah baik-baik helmmu jika diperlukan.
BACA JUGA Helm Buat Ngelindungin Kepala atau Karena Takut Polisi? atau tulisan Fachrurrozy Akmal lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.