Menelusuri Aktivitas Muda-Mudi Pelaku Chat Anon lewat Chatbot Telegram

Menelusuri Aktivitas Muda-Mudi Pelaku Chat Anon lewat Chatbot Telegram terminal mojok.co

Menelusuri Aktivitas Muda-Mudi Pelaku Chat Anon lewat Chatbot Telegram terminal mojok.co

Waktu itu, saya sedang memergoki teman yang sedang ngobrol mesra dengan seorang wanita lewat telepon. “Dapet kenalan dari mana tuh?” saya bertanya kepadanya karena penasaran. “Dapet dari chatbot Telegram” jawabnya simpel. Sejak saat itu, saya coba-coba jadi aktivis chatbot Telegram dan aplikasi lainnya. Jujur menurut saya chat anon adalah hal yang sama sekali tidak berguna untuk menambah relasi, tapi entah mengapa juga menyenangkan.

Jadi, beberapa waktu lalu Telegram telah merilis fitur bertukar pesan secara anonim (anonymous chat). Cara pakainya cukup mudah, pertama pengguna harus meng-install aplikasi Telegram (yaiya dong), kemudian jika sudah masuk Telegram cari akun bot “Anonymous Chat” di kolom pencarian. Setelah itu buka ruang obrolan dengan bot anonim tersebut. Jika sudah, akan muncul instruksi dari fitur tersebut seperti /start dan /next untuk memulai chat dan /stop untuk menghentikan chat. Sungguh tutorial yang tidak berguna.

Rata-rata umur pengguna chatbot Telegram ini ada di kisaran umur 15-25, jadi bisa dipastikan tidak ada kaum paruh baya atau bahkan lansia yang menggunakan fitur tersebut. Bisa dimaklumi memang jika remaja menggunakannya karena memang fitur ini ditujukan bagi pengguna gadget nganggur yang memiliki banyak waktu luang. Bukan untuk para pemangku kebijakan atau wakil rakyat apalagi Pak Jokowi.

Demi menulis esai ini, saya mewawancarai tiga orang pengguna chatbot Telegram yang biasa melakukan chat anon. Mereka adalah Utami, Nabila, dan Fadila. Ketiganya perempuan. Pertanyaan pertama yang saya ajukan adalah alasan mereka bermain chatbot Telegram dan. Ketiganya tentu menjawab untuk menambah teman. Tapi, selain itu ada juga yang menjawab untuk mengisi kebosanan akibat sekolah daring. Saya tidak bertanya hal ini kepada laki-laki karena tahu betul apa alasan mereka menggunakan chat anon, kebanyakan cari mangsa sih.

Umumnya, yang ditanyakan sebagai intro atau pembuka obrolan tentunya adalah menanyakan nama, umur, asal daerah, juga kelamin. Memang kurang beradab jika di awal chat anon kita menanyakan panjang, tinggi maksudnya, itu kan body shaming banget bagi para lelaki. Namun, mirisnya sering saya temukan di awal obrolan para pengguna menyapa dengan “Hai! Gue cowok.” atau “Cewek atau cowol nih?” bahkan “Gue cewek kalau lo mau skip silakan.” Cukup amoral.

Setelah saya tanya kepada narasumber mengenai hal tersebut mereka menjawab, “Ya harus gitu, biar tahu lawan chat kita siapa, jadi bisa menyesuaikan bahasanya gitu, terus juga kalo sesama jenis sering garing chat-nya”. Oh, jadi begitu….

“Kalau tujuan nanya umur sih biar jaga-jaga aja, jangan sampe udah lama ternyata chat-an sama om-om.” jelas Utami. Loh, memang kenapa kalau om-om main chatbot, ini diskriminasi, om-om juga berhak lho cari gebetan lewat chat anon.

Walaupun chat anon ini sering digunakan hanya untuk mengisi gabut, namun ternyata ada juga hubungan cinta yang lahir dari sini. Luar biasa dramatis. Ceritanya mereka bertemu dari chat anon Telegram, kemudian lama-kelamaan saling bertukar nomor telepon. Dari situlah mulai muncul benih cinta, hingga akhirnya jadilah mereka sepasang kekasih yang lahir dari chatbot. Ketemu lewat chat, kencan lewat video call, ntar nikah online, anaknya di-download. Terciptalah keluarga digital, inovasi era society 5.0.

Chat anon ini masih aman-aman saja jika digunakan oleh orang baik dan normal. Namun, yang menjadi masalah adalah jika ada orang yang selalu menanyakan hal tabu 18+ kepada lawan obrolannya. “Banyak sih orang kayak gitu, kalau menurutku ya nggak usah ditanggepin, tinggal di skip” ujar salah satu narasumber. Narasumber lain juga berkata, “Aku malah pernah chat-an sama banci, ya dia ngaku, bilangnya gitu”. Banci juga butuh asupan sosial.

Begitulah testimoni dari pengguna chatbot anonim Telegram, tentunya masih banyak aplikasi lain untuk chat anon seperti ini. Namun, chat anon Telegram menurut saya adalah yang paling terbuka daripada aplikasi lain. Intinya, fungsi chatbot tersebut di kalangan generasi muda bangsa kita adalah sebagai sarana mereka mencari relasi baru, juga sebagai pelepas penat setelah menjalani kehidupan yang melelahkan. Betul, sekolah daring. Bagi Anda yang belum pernah mencoba melakukan hal tidak berguna tersebut, silakan saja untuk mencobanya. Tapi, risiko ketagihan ditanggung masing-masing.

BACA JUGA Auto Base dan Kecenderungan Bersembunyi di Balik Akun Anonim

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version