Agustus merupakan bulan yang punya sejarah penting bagi Indonesia. Pada bulan inilah, tepat pada tanggal 17—tujuh puluh empat tahun yang lalu—Ir.Soekarno memproklamasikan kemerdekaan—Indonesia. Itulah mengapa, setiap memasuki bulan Agustus, rumah, kantor, toko, hotel, dan berbagai macam tempat lainnya mulai ramai dengan nuansa merah putih. Mulai dari bendera hingga ornamen atau pernak-pernik. Setiap bulan Agustus, selain upacara bendera dan pemutaran lagu-lagu kebangsaan di berbagai tempat, lomba 17-an adalah salah satu kegiatan yang sering dilakukan—sejak dulu dan masih bertahan hingga kini—untuk memeriahkan perayaan hari kemerdekaan Indonesia.
Jika dilihat dari jenis lomba yang ada, lomba 17-an ini boleh dibilang selalu mengikuti perkembangan zaman. Seperti beberapa tahun belakangan, saat game online begitu menyita perhatian masyarakat luas, maka perlombaan game online pun sering digelar dalam berbagai kesempatan, termasuk dalam perayaan 17-an. Meski demikian, pada kenyataannya lomba-lomba klasik atau lomba jadul seperti: makan kerupuk, balap karung, tarik tambang, dan lain sebagainya masih tidak kehilangan daya pikat di hati masyarakat Indonesia. Terbukti dengan masih seringnya lomba ini digelar dari tahun ke tahun dan ramai peminat.
Di daerah tempat saya tinggal, sejak 1 Agustus 2019 yang lalu, beberapa lomba sudah mulai digelar—untuk menyambut perayaan hari kemerdekaan. Sampai hari ini (6 Agustus 2019) sudah berlangsung sekitar enam jenis lomba—balap karung, lari kelereng, sepakbola, azan, joget balon, makan kerupuk. Beberapa lomba lainnya masih akan terus digelar sampai pada tanggal 17 Agustus 2019 nantinya.
Sependek ingatan saya, waktu kecil saya memang suka mengikuti berbagai macam lomba yang ada. Prinsipnya pokoknya ikutan saja dulu, menang ya syukur, tidak menang tinggal minta hadiah sama bapak atau ibu, eh. Nggak lah, kalau tidak menang ya tidak apa-apa. Namanya perlombaan kan pasti ada menang ada yang kalah. Justru malah jadi aneh kalau semuanya menang. Iya, kan?
Saat masih kecil dulu, jujur saja saya merasa aneh dan sedikit heran dengan lomba lari kelereng. Saya merasa ada yang janggal. Namanya lomba lari kelereng tapi pada saat lomba, pesertanya tidak ada yang lari. Palingan cuma setengah berlari atau mungkin lebih cocok disebut dengan jalan cepat. Jadi, kenapa kok bisa disebut lari kelereng? Sampai di sini mungkin ada yang akan berpikir, masak begitu saja tidak paham? Ya, namanya juga masih anak kecil, wajar dong yah kalau ada pertanyaan-pertanyaan aneh yang sering muncul.
Meskipun merasa janggal dan bertanya-tanya, saya tidak pernah menanyakan hal tersebut pada siapa pun. Lambat laun saya berpikir, mungkin biar simpel aja, makanya disebut lari kelereng. Soalnya kalau disebut lomba jalan cepat bawa kelereng, atau lomba setengah berlari bawa kelereng, kayaknya terlalu ribet. Jadi dicari sederhananya saja, tidak perlu dijelaskan sampai detail. Yang penting kan panitia dan pesertanya sama-sama paham tata cara lombanya. Ya kalau bisa dibuat sederhana, untuk apa dibikin ribet? Begitu cara saya menjawab pertanyaan saya sendiri, hehehe.
Di luar dari perasaan janggal saya terhadap lomba lari kelereng, harus saya akui, saya selalu antusias menanti datangnya lomba 17-an. Dulu antusias ikutan lomba, kalau sekarang antusias mengenang masa kecil yang suka ikutan lomba.
Nama atau jenis lomba memang bisa dibilang itu-itu saja, tapi biar terasa berbeda kadang dibuat lebih kreatif. Misalnya lomba sepak bola, biar lebih unik, pesertanya diwajibkan memakai daster. Atau lomba balap karung, pesertanya disuruh pakai helm. Dan masih banyak lomba unik dan kreatif lainnya. Pokoknya, bagi saya pribadi, lomba 17-an ini memang punya keistimewaan tersendiri. Selain untuk memeriahkan perayaan kemerdekaan, bukan tidak mungkin lomba 17-an juga bisa menjadi salah satu jalan untuk melestarikan lomba tradisional. Jadi, biar anak-anak tuh tetap tahu ada lomba semacam lomba makan kerupuk dan kawan-kawan.
Setiap tahunnya, hampir semua lomba memang selalu ramai peserta dan penonton. Anak dan orang tua bergantian saling memberi semangat. Kalau anaknya yang ikutan lomba, orang tuanya yang beri dukungan, sebaliknya kalau orang tuanya yang ikut lomba, anaknya yang nyorakin, eh menyemangati maksud saya.
Hal yang juga tidak kalah istimewa dari lomba 17-an adalah penyerahan hadiahnya tentu saja. Ya namanya juga lomba, pasti ada hadiah untuk pemenang dong yah. Di daerah tempat tinggal saya, penyerahan hadiah dilakukan pada malam pesta rakyat.
Malam pesta rakyat ini juga terbilang sebagai kegiatan yang istimewa, karena selalu ada penampilan kesenian tradisional—paling tidak tari tradisional. Selain itu, ada juga pembacaan puisi, pertunjukan drama bertema kemerdekaan, dan paduan suara lagu kebangsaan. Pengisi acaranya tentu saja adalah warga sekitar. Jadi bisa dibilang acara malam pesta rakyat bisa menjadi salah satu cara untuk mempererat hubungan antarwarga selain tentu saja memupuk rasa nasionalisme. Wajarlah jika acara ini selalu dinanti tiap tahunnya.
Sejatinya, perayaan kemerdekaan bangsa ini adalah salah satu momen membahagiakan. Maka tidak ada salahnya jika disambut dengan riang gembira. Apa yang saya tuliskan di atas adalah sedikit gambaran tentang bagaimana warga di sekitar tempat tinggal saya menyambut momen 17-an. Bagaimana dengan tempat tinggal kalian, masih menggelar lomba 17-an? (*)
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.