Beberapa hari lalu lewat grup WhatsApp, operator sekolah tempat saya bekerja menginformasikan kepada seluruh guru dan karyawan yang memiliki BPJS Ketenagakerjaan untuk menyetorkan nomor rekening bank masing-masing. Nomer rekening itu akan dia input untuk diajukan sebagai penerima subsidi gaji dari BPJS Ketenagakerjaan. Besaran subsidinya lumayan. Enam ratus ribu rupiah selama empat bulan, cair tiap dua bulan sekali mulai September 2020. Artinya, sekali cair penerima subsidi bisa mengantongi 1,2 juta rupiah. Wow. Asyik, kan?
Berita ini mau nggak mau bikin saya berandai-andai. Jika saya jadi salah satu penerima subsidi, uangnya mau saya apakan, ya?
Nah, supaya lebih mudah, saya mau mulai membayangkan dari pencairan tahap pertama dulu sebesar 1,2 juta. Rencana saya, uang itu akan saya bagi jadi 3 bagian.
Rp400 ribu yang pertama akan saya gunakan untuk membeli pakaian anak-anak. Pakaian yang ada di lemari mereka mulai tampak sempit dan tidak nyaman lagi dipakai. Sejak “dirumahkan” oleh sekolah, berat badan anak-anak memang bertambah. Mungkin karena makan meraka jadi teratur. Atau bisa juga karena jarang gerak, jarang olahraga. Paling banter cuma sepedaan keliling kompleks, itu pun jarang. Lebih sering olahraga jari lewat kegiatan mencet-mencet remote TV.
Rp400 ribu berikutnya untuk membeli pintu kamar mandi yang mulai tidak berfungsi dengan baik. Masak iya mau selamanya ngunci pintu kamar mandi menggunakan paku yang disematkan di lubang? Nah, 400 ribu lagi bisa dipakai untuk nyenengin anak-anak. Pergi ke arena bermain, mandi bola plus beli koin sakmblengere bocah. Jangan lupa juga mampir Indomaret untuk beli barang-barang yang di hari biasa rentan ngajak gelut, seperti Kinder Joy dan kawan-kawannya.
Untuk 1,2 juta berikutnya, hanya akan saya bagi jadi dua bagian. Bagian pertama untuk dekorasi rumah, sisanya untuk wisata kuliner. Rencananya, untuk dekorasi rumah saya pengin beli rumput sintetis potongan buat nutupin tembok-tembok yang mengelupas. Lho kok nggak ditambal saja? Percuma, Gan. Salah satu sisi di tembok dapur rumah saya entah kenapa bandelnya nggak ketulungan. Hari ini ditambal, ehhh nggak lama mengelupas lagi. Kan kesel. Jadi, biarlah rumput sintetis itu yang menutupinya. Dipadukan dengan bunga atau papan kata-kata mutiara pasti makin keren. Siapa yang bakal nyangka kalau keindahan itu ternyata alibi untuk menutupi suatu kebobrokan?
Selain mau beli rumput sintetis, saya juga mau beli korden. Korden model shabby sepertinya cocok untuk rumah saya yang minimalis. Kalau biasanya saya merasa cukup hanya dengan memiliki 2 korden (supaya ketika yang satu dicuci, masih ada korden lain), kali ini berhubung dapat rejeki dadakan nggak masalah dong saya beli korden lagi? Mau beli dua, tiga bahkan sepuluh, selama memang duitnya ada ya no what what kan? Jadi nanti tiap hari gordennya ganti, kalau perlu tiga kali sehari ganti.
Rp600 ribu yang terakhir, seperti yang sudah saya sebutkan, mau saya gunakan untuk wisata kuliner. Beli apa yang pengin dibeli. Nyicipi apa yang pengin dicicipi. Kalian pasti tahu acara kuliner di TV dong. Termasuk tahu betapa menyebalkannya melihat orang makan dengan begitu lezatnya sementara kita cuma bisa lihat. Nah, persis. Mumpung dapat duit dari pemerintah, kuy lah wisata kuliner.
Lho, dari tadi kok rencananya konsumtif semua? Belanja-belanja, jajan-jajan, makan-makan… investasi mana investasiii?
Begini. Total duit subsidi gaji itu kan Rp2,4 juta, duit segitu mau investasi apa? Beli rumah? Beli tanah? Ya nggak cukup lah. Kalau memang mau diinvestasikan, bisa sih sebetulnya. Tinggal beli emas atau buat modal usaha. Duit segitu rasanya cukup kalau hanya untuk buka usaha jualan jus atau wedang jahe.
Atau mau disimpan aja di bank juga bisa. Tapi jika hal itu dilakukan, berarti bukan warga negara yang baik alias nggak nurut sama pemerintah. Wong tujuan subsidi gaji ini kan untuk mendorong daya beli masyarakat sehingga bisa menggerakkan perekonomian Indonesia agar cepat pulih. Artinya, kita itu disuruh belanja-belanja. Disuruh menghamburkan duit. Bukan malah disimpen. Sampai sini paham nggak?
BACA JUGA Mana yang Lebih Baik, Gaji 6 Juta di Jakarta, Atau 3 Juta di Jogja? dan tulisan Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.