Saat sedang membacakan majalah Bobo untuk anak, tiba-tiba saya teringat tiga buah majalah yang juga menemani masa lalu saya, majalah Kawanku, Gadis, dan Citacinta. Kalau dipikir-pikir, sudah agak lama saya tidak membeli majalah. Padahal dulu, majalah merupakan salah satu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan saya. Waktu kecil, saya dibelikan majalah Bobo oleh orang tua untuk memupuk keinginan membaca dan meningkatkan literasi. Beranjak remaja, saya membeli sendiri majalah remaja, biar dianggap gaul gitu, lho. (Padahal sepertinya korelasi antara antara membaca majalah remaja dan jadi anak gaul tidaklah signifikan).
Berikut adalah perbandingan antara ketiga majalan tersebut. Tentu saja seingat saya, yha~
#1 Majalah KaWanku
Majalah pertama yang saya baca setelah tidak lagi membaca majalah Bobo (baca: sudah remaja) adalah KaWanku. Saya berkawan dengan majalah ini saat SMP sampai pertengahan SMA, sesuai dengan target pembacanya yang merupakan remaja putri usia 13 sampai 16 tahun.
Dulu, majalah yang terbit seminggu sekali ini tidak bisa saya beli setiap minggunya. Maklum, harganya waktu saya SMP sekitar Rp5.000 padahal uang saku bulanan saya hanya Rp15.000 Masa di mana naik angkot cukup dengan bayar seratus rupiah. Wkwkwk.
Meskipun demikian, ini adalah majalah favorit saya (pada masanya). Serial Nana dan kawan-kawan yang selalu ada di tiap edisi membuat saya meyakini bahwa itulah standar “keren” sebagai seorang anak sekolah. Menurut saya, lho, ya. Saya juga berusaha membuat cerpen yang layak tayang di Kawanku, tapi belum pernah berhasil.
Selain serial Nana, zodiak dan kumpulan tips yang ada dalam majalah ini tidak pernah saya lewatkan. Demikian pula dengan kuis-kuisnya. Juara pokoknya. Belakangan majalah ini tidak lagi mengeluarkan versi cetaknya dan saat tulisan ini saya buat, versi digitalnya dapat dibeli seharga Rp12.000 per edisi. Cukup terjangkau jika suatu saat saya kangen ingin membaca lagi majalah ini.
#2 Majalah Gadis
Majalah kedua yang saya baca di “masa muda” adalah Gadis. Saya berkenalan dengan majalah dua mingguan ini ketika duduk di bangku SMA. Rasa-rasanya majalah ini lebih “dewasa” dari KaWanku, meskipun target usia pembacanya tidak berbeda jauh (13 sampai 17 tahun).
Hal yang saya sukai dari majalah ini adalah tema berbeda yang diusung di tiap edisi. Jadi, misal edisi kali ini membahas liburan, edisi selanjutnya tentang back to school, dan sebagainya. Pemilihan Gadis Sampul yang diadakan tiap tahunnya juga menarik untuk disimak, meskipun saya tidak mungkin mendaftar dengan tinggi yang hanya satu setengah meter.
Belakangan ini, majalah Gadis tidak lagi menerbitkan versi cetaknya. Versi digital majalah ini dapat ditebus seharga Rp23.200 per edisi. Lebih mahal daripada KaWanku. Namun ingat, majalah Gadis hanya terbit dua minggu sekali.
#3 Majalah Citacinta
Ini adalah majalah terakhir yang menemani “masa muda” saya. Tepatnya saat saya sudah jadi mahasiswi. Majalah dua mingguan ini sepertinya memang menarget mbak-mbak kuliah dan wanita karier muda. Hal ini melihat adanya rubrik solusi karier (yang tidak ada di kedua majalah yang saya bahas sebelumnya) dan juga rubrik tentang seks! Hehehe.
Ingatan saya tentang majalah ini tidak sebanyak kedua majalah sebelumnya, mungkin karena saya mulai “tua” saat membacanya. Ingatan masa kanak-kanak memang lebih “nempel” dibandingkan ketika kita mulai dewasa. Yang jelas, majalah ini memiliki ukuran yang mungil, sebesar buku tulis biasa (bukan yang lebar) sehingga lebih mudah dibawa ke mana-mana. Saya dapat menyelipkan majalah ini di tas kuliah dan membacanya di jeda antar kelas (atau di dalam kelas yang dosennya sangat membosankan. Ehe~)
Tidak seperti majalah KaWanku dan Gadis yang bertransformasi menjadi majalah online yang dapat kita beli di web Gramedia, Citacinta hanya beralih menjadi sebuah situs https://www.citacinta.co.id/ setelah menerbitkan edisi terakhirnya di tahun 2016 lalu.
Itulah kenangan dan kabar terkini dari tiga majalah untuk gadis remaja dan dewasa muda yang sempat menemani saya. Saya sedih, sih, saat tahu ketiganya sudah tidak terbit dalam bentuk yang sama seperti saat saya baca dulu. Namun, teknologi memang tidak bisa dilawan. Lagipula, jika saya kangen, masih banyak seller yang menawarkan edisi lawas majalah-majalah tersebut di market place. Tinggal check out aja sebetulnya. Tentu, kalau ada dana. Hehehe.
BACA JUGA Daftar Hadiah Majalah Jadul yang Paling Ditunggu oleh Kawula Muda Tahun 2000-an dan tulisan Maria Kristi lainnya.