Sebelumnya, saya merasa perlu untuk minta maaf kepada fans Juventus dan Barcelona. Mohon maaf karena saya akan memaki kalian: bodoh! Sebuah kebodohan tingkat lanjut ketika masih rajin membandingkan “improving” Cristianto Ronaldo dengan “declining” Lionel Messi.
Saya rasa, perdebatan ini sudah bertahan lebih dari satu dekade. Ketika dua monster ini mendominasi panggung pemain terbaik dunia. Pada titik tertentu, mencari yang terbaik di antara yang terbaik, antara Ronaldo dan Messi memang menarik. Dan bahkan dibutuhkan, untuk dijadikan patokan sebuah profesionalitas dan determinasi, misalnya.
Namun, segala hal yang diulang-ulang, pasti akan menjemukan pada akhirnya. Bosan, pada awalnya, untuk kemudian jengah pada akhirnya. Kalau sudah begitu, makian “bodoh” untuk fans Juventus dan Barcelona menjadi punya dasar. Well, setidaknya untuk fans Juve dan Barca yang bebalnya keterlaluan. Kepala dan hati mereka terbuat dari batu candi. Keras sekali.
Sudah tidak ada menariknya dari usaha membandingkan Ronaldo dan Messi. Terutama ketika laju zaman sepak bola bergerak dinamis. Ketika anak-anak muda mulai mengambil panggung. Dari La Liga, hingga Serie A. dari Liga Inggris, hingga Bundesliga. Perdebatan baru sudah hadir dan menjadi lebih mengasyikkan untuk disimak.
Menambahkan embel-embel “improving” dan “declining” semakin menambah kebodohan yang terasa. Ronaldo, di Serie A, dianggap berkembang, meski usia sudah senja. Setelah membuat satu asis dan satu gol ketika melawan Torino, Ronaldo dianggap sudah berkembang pesat tanpa peduli dengan usia.
Fans Juventus, menambahkan sebuah kalimat penegas. Bunyinya: “One is improving in Italy, while the other is declining in Spain. Karma is a bitch.” Yang dimaksud “declining”, tentu saja, Lionel Messi bersama Barcelona. Kalau menonton rekaman ulang Juve vs Torino, saya justru terpesona dengan konsisten Paulo Dybala dan Rodrigo Bentancur, ketimbang Ronaldo.
Konsistendi Dybala dan pemain muda Juventus inilah yang justru lebih menarik untuk diperdebatkan. Sebuah perdebatan baru, seperti yang saya maksud di atas. Ronaldo? Ya sudah, begitu saja. Pemain bagus.
Menjadi ironi ketika fans Juventus yang mendewakan Ronaldo, dibalas fans Barcelona. Data statistik dibawa ke dalam perdebatan. Isinya:
“Declining Messi”: punya andil 39 gol, 4 gol tendangan bebas, 3 kali hattrick, 38 peluang emas, dan 9 gol dari luar kotak penalti.
“Improving Ronaldo”: punya andil di 30 gol (38 persen golnya berasal dari penalti saja), 1 hol tendangan bebas, 1 kali hattrick, 8 peluang emas, dan 1 gol dari luar kotak penalti.
Jomplang sekali! Yang mana yang declining dan mana yang improving kalau begitu? Kalau HANYA membaca statistik, tentu Messi unggul. Namun, apakah sepak bola hanya bisa diukur dari catatan statistik saja?
Membandingkan Ronaldo dan Messi hanya dengan catatan statistik itu buang waktu saja. Angka statistik adalah catatan penting. Namun, untuk membuat kumpulan angka itu menjadi berarti, dibutuhkan sebuah konteks.
Misalnya, antara Gareth Bale dan Zinedine Zidane, siapa yang lebih banyak bikin gol? Jawabannya: Bale. Jadi, Bale itu pesepak bola yang lebih jago ketimbang Zidane, dong? Ya tentu saja tidak! Perlu dianalisis konteks pertandingan; posisi pemain, cara bermain, lawan, menit bermain, dan lain sebagainya.
Sama seperti Ronaldo dan Messi. Mengapa angka Ronaldo lebih kecil? Karena, di usianya kini, pemain asal Portugal itu bukan lagi pusat semesta, berbeda ketika masih membela Real Madrid. Ronaldo adalah team player, yang mendukung sebuah tim. Bukan tim yang menyokong dia semata.
Sementara itu, Messi juga team player. Namun, Barcelona sangat bergantung bahkan menjadikannya pusat semesta. Banyak final ball yang mampir di kaki Messi sebagai akibat cara bermain Barcelona. Oleh sebab itu, maklum, kalau angka Messi jauh jauh jauh lebih menyilaukan mata ketimbang Ronaldo.
Tolong, perhatikan juga konteks tim secara keseluruhan. Di mana posisi Juventus saat ini? Bagaimana performa mereka? Bagaimana dengan performa Barcelona di atas lapangan? Ketika Messi terkunci, apakah mereka punya solusi?
Saya selalu memandang sepak bola dari dua sisi besar, yaitu pemain dan tim. Dua sisi yang ternyata tidak bisa dipisahkan. Seharusnya saling menopang dan menguatkan. Menggunakan catatan statistik saja sebagai pembanding itu sebuah kebodohan. Dan ironisnya, begitu digemari oleh banyak fans.
BACA JUGA Jika Arsenal Tanpa Ambisi, Wajar Jika Aubameyang Ragu dan Akhirnya Pergi dan tulisan Yamadipati Seno lainnya. Follow Twitter Yamadipati Seno.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.