Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Memahami Buruknya Naturalisasi Melalui Tarkam

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
1 September 2020
A A
nutmeg Lionel Messi tarkam sepakbola anak-anak mojok.co

nutmeg Lionel Messi tarkam sepakbola anak-anak mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Orang-orang bersorak memberi semangat tim yang mereka dukung. Orang-orang dengan skill seadanya beradu harga diri dalam pertandingan tarkam. Mereka menggunakan pakaian terbaik, kaus kaki selutut, deker yang melapisi tulang kering, dan mereka menghadirkan Cristiano Ronaldo, Alexandre Pato, hingga Redouane Barkaoui melalui selebrasi tiap golnya.

Sebelum pandemi, Bantul yang dipenuhi hujan, tak pernah menjadi halangan bagi tiap manusia yang ingin turut serta membela nama desanya dalam tarkam. Tarkam adalah sepak bola level paling bawah, mempertemukan tim-tim daerah region terkecil semisal kampung atau desa. Aturan, lebar lapangan, dan teriakan penonton, tak kalah dengan standar yang ditetapkan oleh FIFA.

Ada beberapa hal yang unik hingga menggelitik jika membahas tarkam. Salah satunya, aturan himpunan pemain yang masuk starting line-up, tidak perlu berasal dari daerah di mana ia tinggal. Memang, tiap daerah menerapkan aturan yang berbeda, namun selama saya menonton tarkam, dari Bantul, Jogja, Solo, Bandung, hingga Lombok Utara, aturan ini tetap valid dan ada.

Imbasnya, desa yang—katakanlah—kaya, bisa merekrut pemain yang masuk kategori bintang lima di daerah tersebut. Bahkan, beberapa event tertentu, sebuah perlombaan akan mengundang pemain sepak bola profesional guna mendongkrak penjualan tiket masuk. Rasanya, jika di Bantul, ada atau tidak adanya pemain profesional, bakalan tetap rame-rame saja. Terlebih, tarkam yang diadakan di Lapangan Glondong yang tidak pernah saya lewatkan.

Masalah rekrut pemain secara sementara ini dikenal dengan istilah naturalisasi. Sebuah istilah yang menjadi akrab di telinga ketika Cristian Gonzales masuk dan mengambil hati masyarakat Indonesia. Ya, dari sanalah konsep ini dikenal. Tata caranya pun sama. Bedanya adalah ketika orang yang mau “dipesan” dalam satu pertandingan, tidak perlu berurusan dengan birokrasi desa dan mendapat label warga desa.

Nama-nama “pemain pesanan” yang hebat hanya dalam tingkat kecamatan atau bahkan desa ini, menjadi sosok yang lebih terkenal ketimbang pemain-pemain top Liga Satu. Setiap ada acara tarkam yang akan dihelat, nama-nama “pemain pesanan” tersebut selalu menjadi buah bibir. Obrolan akan hilir mudik, ia menjadi trending topic dalam tingkat kelurahan. Pasti akan ada yang bilang begini, “ke tim manakah si A akan berlabuh dalam event Dukuh Cup 2019?”

Bahkan, bergeraknya sepak bola ke arah babak industri, kian menggerus “halaman sepak bola” yang sejatinya tidak mempunyai tuntutan untuk melanggengkan sebuah industri ini. Ya, tarkam kini menjadi korban. Banyak perusahaan, pabrik atau badan usaha—bahkan partai—yang membuat sebuah tim tarkam. Ada masa, tentu ada peluang. Sayangnya, sebuah perusahaan atau pabrik, tidak punya amunisi yang cukup untuk mengikuti kompetisi. Jalan tengahnya ya naturalisasi pemain desa-desa sekitar.

Dampaknya bisa diterka, desa-desa kehilangan pemain andalannya. Si pemain pun nggak salah jika lebih memilih iming-iming bonus dan uang tunjangan tim tarkam perusahaan. Walau hanya satu kompetisi, melenggang ke partai final saja penghasilannya sudah amat menggiurkan. Satu sisi kita menertawakan Manchester City atau Chelsea yang doyan belanja, nyatanya praktik itu sudah ada di sekitar kita.

Baca Juga:

Manajemen Tolol Penyebab PSS Sleman Degradasi dan Sudah Sepatutnya Mereka Bertanggung Jawab!

Olahraga Lari Adalah Olahraga yang Lebih “Drama” ketimbang Sepak Bola

Dengan kultur macam ini, desa-desa tentu tidak mau kalah dari perusahaan atau pabrik-pabrik. Mereka juga mulai melancarkan naturalisasi, bahkan pemain-pemain hebat dari luar kelurahan atau kecamatan. Ada contoh buruk perkara hal ini. Ada sebuah desa yang berjanji memberikan bonus berlimpah kepada pemain jika menang turnamen. Namun setelah semua terlaksana, dana desa yang menjadi ancaman. Di sini, sepak bola level amatir sekalipun, sudah disusupi oleh industri dan korup. Ini tentu buruk, di mana tarkam seharusnya bahagia, bukan menjemput malapetaka.

Rasanya ironis, sebuah desa mengeluarkan dana untuk merekrut pemain mengingat uang hadiah tarkam itu nggak seberapa. Jalur tengahnya, mereka mencari pemain yang murah meriah. Nah, masalah kualitas jangan ditanya, tentu jeblok. Itu dampak asal naturalisasi, tanpa mempertimbangkan efek keseimbangan dan karir si pemain ke depan.

Jika banyak desa yang menetapkan naturalisasi guna mengejar geliat tim perusahaan dan pabrik, efeknya adalah potensi-potensi asli desa jadi terabaikan. Para pemuda desa yang ingin bermain mewakili desanya pun harus memendam impiannya karena desanya lebih memilih membayar pemain luar.

Problem selanjutnya, banyak pemain naturalisasi yang bodo amat sama desa yang dibelinya. Demi kemenangan, nama baik desa diabaikan. “Lha emang kenapa, lha wong bukan desa saya ini,” begitu mungkin batin tiap pemain. Dari sana, muncul sebuah permainan yang kasar. Yang malu bukan pemain, tetapi tim.

Kultur seperti ini melunturkan esensi tarkam itu sendiri. Sejatinya, pertandingan antar desa ini lebih ke acara guyub rukun. Prestasi adalah bonus, tapi rasa bahagia bermain sepak bola adalah utama.

Menang bersama tim yang menaturalisasi, enaknya hanya ketika angkat trofi dan bagi hasil. Setelah itu ya pulang naik motor ke rumah, dengan rasa senang karena malam ini bisa makan ingkung. Menurut asumsi saya pribadi, menggunakan cara naturalisasi dalam tingkat tarkam ini sudah salah. Bahkan, kesalahan ini sudah sejak dalam pikiran.

Efek buruk yang timbul dari upaya naturalisasi pemain desa itu tentunya tidak terjadi di level timnas Indonesia. Harusnya lho ya, harusnya.

BACA JUGA 6 Jenis Ibu-ibu yang Selalu Ada di Grup WhatsApp PKK Desa dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 1 September 2020 oleh

Tags: pemain naturalisasiSepak BolatarkamTimnas
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

italia vs turki euro 2020 mojok

Italia Bermain Begitu Matang ketika Turki Kehilangan ‘Will to Fight’, Euro 2020 Dibuka dengan ‘la Festa’

12 Juni 2021
giant killing Real Madrid vs chelsea taktik sepak bola Eden Hazard Main 20 Menit Jauh Lebih Bagus dari Vinicius Junior dalam 3 Musim terminal mojok.co

Panduan Memahami Taktik Sepak Bola secara Sederhana Biar Nggak Kayak Coach yang Itu

12 Februari 2021
Dear Rama Sugianto, Tidak Perlu Lucu untuk Jadi Komentator Sepak Bola, bundesliga

Dear Rama Sugianto, Tidak Perlu Lucu untuk Jadi Komentator Sepak Bola

9 Maret 2020
5 Orang yang Saya Jumpai Saat Nobar Pertandingan Sepak Bola Terminal Mojok

5 Orang yang Saya Jumpai Saat Nobar Pertandingan Sepak Bola

28 November 2022
liga 2 judi bola shin tae-yong konstitusi indonesia Sepakbola: The Indonesian Way of Life amerika serikat Budaya Sepak Bola di Kampung Bajo: Bajo Club dan Sejarahnya yang Manis terminal mojok.co

Derita Seorang Cowok yang Tidak Suka Sepak Bola

17 November 2020
ronaldo di madrid

Real Madrid itu Butuh Ronaldo, Bukan Zinedine Zidane

23 Juli 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Dosen Pembimbing Nggak Minta Draft Skripsi Kertas ke Mahasiswa Layak Masuk Surga kaprodi

Dapat Dosen Pembimbing Seorang Kaprodi Adalah Keberuntungan bagi Mahasiswa Semester Akhir, Pasti Lancar!

25 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025
4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.