Berakhir sudah pekan liga-liga top Eropa minggu kemarin, rehat sejenak berganti dengan international break. Para pemain akhirnya bisa istirahat dari rutinitas klub ampasnya untuk kemudian berganti baju zirah membela timnas tercinta.
Tidak terlalu banyak kejutan di akhir pekan kemarin, hanya pembantaian kecil yang menimpa klub ibukota Spanyol, juga kembali mediokernya klub kesayangan rakyat London Utara. Siapa lagi jika bukan Real Madrid dan Arsenal.
Di sini yang paling berbahagia tentu saja fans MU. Sudah tidak kawal-kawalan lagi mereka pikir, berganti trending dengan dua klub ibukota tersebut.
Perihal trending topik di jagat sepakbola, klub merah asal Manchester memang selalu berada di urutan pertama. Media selalu berlomba-lomba menjual nama MU, baik saat liga bergulir, maupun saat bursa transfer dibuka. Entah dari mana asal usul spekulasi yang tertulis di media, sudah tidak terhitung berapa banyak pemain yang namanya dikaitkan masuk radar pencarian United, yang jika ditelisik sama sekali tidak masuk akal United berminat merekrutnya.
Lebih parahnya lagi, beberapa nama seperti Diego Godin tak luput memanfaatkan nama besar MU, menggiring spekulasi jika MU berminat meminangnya untuk kemudian mendapatkan perpanjangan kontrak dan kenaikan gaji saat di Atletico Madrid. Sangat tidak berperikemanusiaan.
Biasanya klub ecek-ecek yang selalu mengaitkan nama pemainnya dengan United memiliki maksud terselubung, yaitu menaikkan market value si pemain dan menekan klub lain yang notabene sudah melayangkan penawaran supaya mempercepat negosiasinya. Singkatnya begini, misalnya, misal yaa saat Bernardo Silva ditawar oleh Manchester City dan sudah masuk tahap negosiasi, namun mengalami sedikit kendala di dalamnya. Media yang pro dengan klub pemilik Bernardo Silva ini akan menyeret nama United seolah-olah MU ikut dalam perburuan tanda tangan Bernardo, walaupun sebenarnya United tidak ada urusan dengan hal itu.
Peran media yang mengaitkan nama MU akan memberikan tekanan tambahan kepada City untuk segera merampungkan transfer Bernardo.
Tidak bisa dimungkiri jika nama Manchester United memang sangat menjual di dunia sepakbola. Pemain yang dikaitkan dengan United akan memiliki harga tinggi, bahkan melebihi market value si pemain itu sendiri. Terdengar jahat memang peran media dengan memanfaatkan nama besar Setan Merah, namun memang begitulah fakta di lapangannya.
Itu baru saat bursa transfer, belum saat liga sudah bergulir. Semua hal yang dilakukan oleh MU, baik di lingkup manajemen, pemain, dan staf kepelatihan kerap menjadi headline utama.
Ambil contoh pada pekan pertama United mengarungi Premier League musim ini, kekalahan menghadapi Crystal Palace yang dibumbui blunder Harry Maguire menjadi berita yang berhari-hari tidak ada habisnya untuk dibahas. Padahal di match week yang sama, Virgil Van Dijk juga melakukan blunder, di mana mereka sama-sama berlabel bek termahal. Tapi, mana yang menjadi favorit media untuk mereka goreng? Tentu saja Maguire dan United.
Begitu pula saat MU mengalami kekalahan. Jose Mourinho pernah meluapkan unek-uneknya terkait kelakuan media kala dirinya masih menjabat sebagai manager, bahwa ketika MU menang mereka seolah tidak peduli, namun di saat MU mengalami kekalahan, berita tersebut akan berada di halaman paling depan tabloid berita.
Seperti yang terjadi beberapa minggu belakangan. Siapa yang peduli saat Manchester City berada di peringkat sepuluh? Hanya hantu Etihad Stadium. Siapa yang beramai-ramai me-roasting PSG saat berada di zona degradasi Ligue 1? Cuma tuyul-tuyul Parc des Princes. Siapa yang peduli dengan pencapaian Juventus yang meraih tujuh poin dalam tujuh laga? Hanya fans mereka sendiri. Atau saat Inter Milan menjadi juru kunci grup UCL, adakah yang membully sekejam mereka membully MU? Sama saat Barcelona dan Real Madrid mengampaskan diri di La Liga, perbincangannya hanya satu hari kemudian selesai begitu saja.
Pencapaian MU tidak lebih buruk dari mereka yang menyebut dirinya klub besar. Masih memuncaki klasemen fase grup di Liga Champions, juga satu laga sisa yang di mana jika United meraih poin penuh otomatis akan memperbaiki tiga sampai empat garis di klasemen. Tapi, ya memang sudah begitu dari sananya, topik pembicaraan di sepak bola bagai kurang menarik jika tidak menyeret nama MU, terutama berita yang menimbulkan keributan.
Apakah para tukang bully ini salah? Oh jelas tidak juga. Tidak ada asap jika tanpa ada api kan? Semua ada sebab akibatnya. Fans MU yang memang dikenal karena banyak tingkah, terutama kesombongannya menjadikan mereka sasaran utama balas dendam para penggemar sepakbola.
Dari jaman SS legend “Dave save, 20 menit menuju babak delapan besar,” sampai yang masih anget-anget tai ayam “Gini doang nih klub neraka?” Di mana endingnya kita sama-sama tahu seperti apa. Meski aslinya dalam rating penggemar yang paling bullyable, fans Barcelona jadi juaranya.
Bagaimana dari sudut pandang fans MU terkait roasting yang menimpa klub kesayangannya? Baik-baik saja. Saya pribadi sebagai penggemar MU tetap santuy. Jujur nih ya, ketika MU menang, saya juga bingung akan menulis apa dan tidak ada bahan bacot yang seru.
BACA JUGA Manchester United Mengidolakan Beatles dan Oasis: Ketika Musik Menembus Batas Rivalitas dan tulisan Yunita Devika Damayanti lainnya.