MasterChef Indonesia Season 9 sudah tayang di RCTI dan nggak membawa hal baru sama sekali. Formasi juri masih itu-itu saja dan nggak ada perubahan sejak season 5. Konsep kompetisi dan gimmick-nya juga gitu-gitu saja. Tantangan buat pesertanya apa lagi, nggak jauh beda sama semua season MasterChef Indonesia. Kalau gitu, nggak ada yang baru? Ada, dong, pesertanya. Iya, cuma pesertanya yang baru. Dengan semua yang gitu-gitu saja, kalian masih nonton acara ini?
Entah apa yang terjadi dengan MasterChef Indonesia beberapa season terakhir ini. Puas dengan banyaknya sponsor, acara ini dikebut non-stop setahun sekali. Akibatnya, nggak ada yang benar-benar baru dan terkesan jiplak season sebelumnya. Nggak ada yang baru sama sekali secara konsep.
Season delapan tahun lalu sebenarnya sangat membosankan. Untungnya tertolong dengan fenomena Lord Adi yang membentuk kekaisaran. Kalau nggak ada Lord Adi, MasterChef Indonesia Season 8 kemarin bakalan payah banget. Pun edisi black team season kemarin juga biasa saja, nggak greget, dan selesai dalam sekejap. Entah akan semembosankan apa nanti black team season sembilan.
Intinya satu, MasterChef Indonesia kurang variasi sejak season 5 sampai season 9 ini. Kurangnya variasi itu bikin acaranya jadi monoton. Nggak, nggak ada yang salah sama para chef yang jadi juri. Mereka menjalankan tugas dengan baik. Nggak ada yang salah juga sama peserta, toh mereka cuma ikutan lomba. Yang jadi masalah ya itu, kok nggak ada perubahan signifikan, sih? Paling perubahan yang dilakukan di season ini terjadi saat audisi, di mana kalau peserta mendapat tiga yes dari juri, peserta bakal langsung lolos ke gallery. Sementara itu, kalau peserta hanya dapat dua yes, peserta bakal dapat apron abu-abu dan kudu berjuang di bootcamp biar bisa masuk gallery.
Itu hanya secuil perubahan, sih. Pun setelah beberapa episode tayang, nggak ada lagi tuh perubahan yang terjadi. Barangkali penyebab minimnya inovasi ini lantaran jadwal yang padat. Ya gimana nggak padat, wong season 8 saja baru kelar dan hype-nya belum terlalu ilang, sudah ujug-ujug muncul season 9. Jadwal per season yang dekeeet banget itu mungkin saja bikin ruang inovasi sangat terbatas. Terus kalau ditanya kenapa jadwal per season bisa sedeket Alfamart dan Indomaret gitu, ya pasti karena program itu menghasilkan duit banyak dari sponsor, dong! Padahal sebenarnya saya—atau penonton acara ini—mau-mau saja menunggu lebih lama asalkan ada inovasi yang sangat menarik. Bener nggak? Nggak, ya? Yaudah, deh.
Oke, sebelum banyak yang protes kok saya hanya pengin inovasi tanpa ngasih saran, nih saya kasih saran inovasi. MasterChef Indonesia bisa saja meniru MasterChef Australia musim kemarin. Itu lho yang memanggil ulang banyak peserta dari musim-musim sebelumnya, dan salah satu peserta yang bikin geger ya kembalinya Reynold Poernomo dan bisa sampai ke Top 3.
Nah, season itu jadi menarik selain karena memanggil ulang peserta top di musim-musim sebelumnya—saya langsung kebayang Quarter Quell Hunger Games—juga karena sistem kompetisinya yang beda. Dari semua peserta yang lomba masak, justru yang menang tantangan yang bakal lanjut masak terus. Jadi di suatu tantangan, beberapa yang buruk langsung nggak bisa ikut tantangan berikutnya. Yang lanjut duel adalah mereka yang punya performa bagus, sampai akhirnya tersisa satu pemenang paling bagus. Pemenang itu yang nggak bakal ikutan pressure test.
Sementara itu, di MasterChef Indonesia saat ini, yang menang justru nggak ikutan tantangan berikutnya, kan? Nah, kalau di MasterChef Australia season lalu, yang menang justru harus terus berjuang di tantangan berikutnya biar menjadi pemenang paling akhir dan nggak ikutan pressure test. Kalau gitu, yang masuk pressure test siapa? Semua peserta yang bukan pemenang.
Kalau saja MasterChef Indonesia berani bikin konsep kayak gitu, saya lumayan percaya acaranya bakal tambah greget. Iya dong, yang jago masak ya harus masak terus biar nggak masuk pressure test. Yang nggak jago, auto masuk pressure test dan nggak ikutan tantangan-tantangan berikutnya.
Tapi, itu cuma saran lho, nggak harus kayak gitu juga nggak masalah. Intinya sih inovasi apa saja deh asalkan bisa bikin acaranya jadi greget. Jangan pakai formula gitu-gitu saja dan hanya ngandelin peserta. Masih mending kalau ada peserta yang unik dan menarik kayak di season sebelumnya, lha kalau nggak ada?
Padahal kemarin sempat ada isu bahwa Chef Juna mau pensiun karena capek, dan kandidat lucu-lucuan yang bakal jadi penggantinya itu Lord Adi. Meski hal itu cuma lucu-lucuan, membayangkan formasi juri jadi Chef Arnold, Chef Renatta, dan Lord Adi sudah bikin saya gregetan dan auto pengin nonton acaranya.
Ah, sudahlah. Apa pun itu, rasanya setelah ini MasterChef Indonesia kudu ngasih jeda sebelum mulai season 10. Jangan sampai lanjut terus pakai formula yang sama dan jadinya akan semakin membosankan.
Jadi, tanpa hadirnya inovasi signifikan dari program masak memasak ini, kalian masih nonton MasterChef Indonesia nggak, sih?
Penulis: Riyanto
Editor: Intan Ekapratiwi