Warga Sidoarjo dan Surabaya punya masalah serius yang sama. Nah, masalah serius itu bukanlah kejahatan melainkan air. Terutama di dua wilayah tersebut, banyak permukiman padat penduduk dan pembangunan perumahan baru.
Persoalan itu membuat warga Sidoarjo dan Surabaya begitu khawatir. Bukannya kekurangan, tapi tidak mengalir dengan baik dan bersih. Beberapa keluhan yang sering dialami dua kota yang berdampingan itu adalah masalah klasik dan sering dikeluhkan di platform keluhan di media Twitter dan Facebook.
Memang, sejak beberapa tahun terakhir masalah ini semakin tak teratasi. Sepertinya para pengelola air di dua wilayah kota itu, mengurusnya dengan teknik tambal sulam. Menerima kritikan dan membenahi sebentar-sebentar saja.
Sebenarnya masalah air ini sangat kompleks. Memang sih, pasti banyak yang bertanya-tanya, kok air yang menjadi masalah?
Begini. Air di dua wilayah itu menjadi masalah serius untuk wilayah yang padat penduduk dan perumahan. Terutama air adalah kebutuhan sehari-hari. Di dua kota itu keperluannya warganya sangat banyak. Saking banyaknya, kebutuhan air di dua wilayah tersebut harus terselesaikan.
Misalnya di Sidoarjo. Yang ditakutkan warganya selain proses ganti rugi dan meluasnya lumpur Lapindo serta korupsi yang menimpa dua mantan bupatinya, persoalan lainnya adalah aliran air bersih. Ya, ketakutan itu juga saya rasakan. Meski sudah berlangganan PDAM daerah.
Pasalnya, di daerah rumah, yang tak jauh dari letak kota Sidoarjo, saya harus menunggu cukup lama sampai air dari PDAM mengalir ke bak mandi. Sedangkan dalam kebutuhan sehari-hari, air sangatlah penting untuk sekedar mandi, cuci piring, hingga cuci baju.
Dari pengalaman sehari-hari, aliran air dalam rumah itu baru mengalir ketika malam hari. Sedangkan untuk pagi dan siang hari air tak pernah mengalir. Ini masalah berat, bagi saya yang tak mempunyai sumur di rumah, sebagai alternatif penyuplai air lainnya. Padahal, dalam sehari, tiga hal itu penting.
Jadi pengelolaan air sangatlah penting untuk warga Sidoarjo. Belum lagi, air yang mengalir mengandung tanah dan pekat. Yang saya yakini, di beberapa wilayah Sidoarjo lainnya juga demikian.
Padahal, di Sidoarjo pemukiman baru alias perumahan terus tumbuh pesat. Di dalamnya, para developer juga menggunakan PDAM sebagai penyuplai kebutuhan air bersih bagi para penghuni-penghuninya.
Itu masih di Sidoarjo. Sedangkan untuk Surabaya, masalah lainnya lebih kompleks. Di Surabaya, mungkin air terus mengalir. Namun air yang didapatkan warga tidaklah bersih alias bening. Warna air kebanyakan adalah kecokelatan.
Dan warna itu acap kali sering dikeluhkan oleh warga Surabaya. Sedangkan masalah air lainnya adalah banjir. Eh salah, bukan banjir tapi “genangan”. Ya, setiap tahun saat musim hujan, Surabaya selalu mendapatkan masalah tersebut.
Masalah klasik yang terus terjadi. Setiap tahun juga, demikian. Makanya, di dua kota itu, masalah yang ditakuti orang-orang yang bekerja dan tinggal di dua daerah tersebut adalah masalah air.
Air banjir, air minum, hingga air hujan. Semua yang berkaitan air, memang wajib diwaspadai dan terus menjadi masalah di dua kota yang berdekatan itu. Setidaknya, masalah itu terus ada setiap tahunnya. Pemerintahnya harus segera bergegas untuk memperbaiki kebutuhan air di tengah pemukiman.
Sebaliknya, warganya juga demikian wajib untuk menghemat kebutuhan itu. Pemerintah dua daerah tersebut misalnya. Untuk membatasi daerah kawasan-kawasan permukiman baru, apabila memang debit air sudah tak memungkinkan untuk mengairi seluruh daerah.
Indikasinya dengan melihat kinerja air yang dimatikan untuk satu kawasan dan dialiri untuk kawasan lainnya. Tak hanya itu, pemerintah dua kota tersebut juga harus menyediakan alternatif lainnya bagi sumber mata air lainnya dan tentunya perawatan rutin pipa-pipa zaman baheula yang menua.
Nah, untuk warga dan penduduk di dua kota itu, jangan beli rumah di daerah-daerah yang tidak dekat sumber air atau aliran air itu baik atau tidak. Jika bisa, untuk penduduk dua daerah itu yang ingin membeli rumah lebih baik di luar daerah tersebut misalkan Pasuruan, Mojokerto, atau Jombang. Setidaknya kebutuhan pasokan air akan terpenuhi.
Cara lainnya yakni mempunyai tandon air atau bak lainnya. Ketika air menyala tampung sebanyak-banyaknya. Kalau tidak ada, ya berdoa saja agar air bisa mengalir terus-menerus.
BACA JUGA Kenapa Koruptor di Indonesia Masih Bisa Senyam-senyum di Pengadilan? dan tulisan Christian Denny M lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.