Mal Lebih Ramai dari Sekolah Adalah Bukti Nyata Pendidikan di Indonesia Nomor Dua

Mal Lebih Ramai dari Sekolah Adalah Bukti Nyata Pendidikan di Indonesia Nomor Dua terminal mojok

Uusan perut memang nggak bisa disepelekan. Istilahnya kalau nggak ada logistik, logika nggak akan jalan. Namun, bagi sebagian orang hal itu malah menjadi malapetaka jangka panjang bagi kemajuan umat manusia di negeri kita tercinta. Keramaian di Pasar Tanah Abang yang lagi viral membuat setiap orang yang menyimak berita dilanda kebingungan. Kadang, miris rasanya kalau dibandingkan bangku sekolah. Seolah, pendidikan di Indonesia dinomorduakan, sementara beli baju Lebaran adalah yang utama.

Bukan cuma di situ, jelang Lebaran, mal hingga toko baju langsung kebanjiran pembeli. Sebagian pengunjung pun adalah anak sekolah yang dilarang sekolah oleh pemerintah demi mencegah Covid-19. Konsistensi aparat mengamankan kerumunan sangat kelihatan minim. Cuma terdengar di awal dan pada saat sambutan saja. Termasuk kesadaran masyarakat +62 yang mirip-mirip warga India walau nggak parah-parah amat.

Bagi warga biasa yang mencintai ilmu pengetahuan seperti saya, melihat mal yang lebih ramai daripada sekolah sangat menyayat hati. Membuat jiwa ini memberontak dan mulai suuzan kalau Indonesia semakin bodoh suatu saat nanti.

Merdeka belajar yang digaungkan Mas Menteri rasanya belum merdeka-merdeka amat. Digitalisasi belum merata malah bikin siswa pusing setengah mati nyari sinyal internet saat kegiatan belajar berlangsung. Belum lagi bagi siswa yang nggak punya gadget, auto nggak belajar.

Pemerataan teknologi pun harus dibarengi dengan literasi teknologi yang mumpuni dari orang tua dan siswa. Jangan cuma dipakai main TikTok atau Instagram! Pendidikan di Indonesia nggak akan maju kalau begitu. Jika edukasi teknologi berjalan mulus dan baik di Indonesia, saya yakin banyak anak-anak kreatif yang nulis di Terminal Mojok.

Lebih miris lagi ketika anak-anak disuruh belajar di rumah oleh sekolah. Sementara orang tua mengizinkan mereka kelayapan ke mal dan kafe buat nongki-nongki. Kan jadi kesel aku tuh!

Orang tua yang harusnya melindungi anak-anaknya malah terkesan mengesalkan. Ketika pemerintah lelah-lelah melindungi generasi bangsa, eh, malah dibawa ke kerumunan buat beli baju Lebaran

Dengan demikian, seolah-olah sekolah lah yang menjadi sarang virus yang berasal dari Tiongkok bernama Covid-19 ini. Sementara mal, kafe, resto, dan pasar bebas ramai tanpa protokol kesehatan ketat.

Memang, banyak pakar kesehatan menyebut anak-anak sangat rentan terhadap penularan Covid-19. Tetapi, kalau anak-anak diajak main ke pasar buat beli baju Lebaran sama orang tuanya, kan, lebih bahaya lagi, canda bahaya.

Jelang persiapan pembelajaran tatap muka Juli mendatang, pemerintah terus menggaungkan protokol kesehatan yang ketat. Padahal kenyataannya di lingkungan mal, pasar, resto, dan kafe hal itu sulit dilakukan. Bahkan, banyak kok siswa yang belajar dan mengerjakan tugas di kafe rame-rame. Nah, gimana tuh?

Keluh kesah ini sudah lama terpendam seperti cintaku pada dia. Dalam kasus ini nggak ada yang benar dan nggak ada yang salah. Semua memiliki niat yang baik. Cuma dari pandangan saya, masyarakat Indonesia itu kurang sabaran. Nggak bisa diam, nggak bisa nurut sama pemerintah. Gilirang sakit, nyalahin pemerintah.

Pembelajaran daring bisa efektif jika pemerataan teknologi di Indonesia sudah merata. Juga, metode belajar yang lebih berkembang, nggak pakai metode lama di media baru. Kan jadinya pusing.

Jika semuanya bersinergi, bukan nggak mungkin Indonesia akan terus menerapkan sistem pembelajaran daring ditambah sistem bauran tatap muka yang fleksibel. Tak hanya itu, inovasi pendidikan karakter dan budaya di Indonesia pun harus dikembangkan lebih baik lagi.

Pemerintah juga harusnya mampu memberikan solusi yang konprehensif dari setiap kebijakan yang diterbitkan. Jangan cuma menggaungkan merdeka belajar, toh buat beli kuota dan gadget saja harus jual ginjal.

BACA JUGA Pengalaman Nongkrong di Dubai Mall, Mal Paling Besar di Dunia dan tulisan Muhammad Afsal Fauzan S. lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version