Makelar Kos UNNES, Hama yang Harus Segera Dimusnahkan

Makelar Kos UNNES, Hama yang Harus Segera Dimusnahkan (Pixabay.com)

Makelar Kos UNNES, Hama yang Harus Segera Dimusnahkan (Pixabay.com)

Masa-masa sekarang hingga awal masuk kuliah adalah waktu krusial bagi mahasiswa baru. Apalagi kalau bukan perkara ospek dan kos. Saya yakin, semua mahasiswa, kampus mana pun, pasti pusing perkara ini. Tak terkecuali, mahasiswa UNNES.

Kita kesampingkan dulu masalah PKKMB, ospek, atau apalah itu. Kita fokus ke masalah paling penting, masalah hunian, atau kos. Tak boleh dimungkiri, kos adalah hal paling pelik serta paling krusial dalam hidup mahasiswa. Saya tak perlu menjelaskan detilnya, kita semua sudah tahu.

Melihat kebutuhan hunian yang krusial ini, beberapa pihak mengendus potensi. Sialnya, ada pihak yang mencoba memanfaatkan masalah ini dengan cara “mempersulit” pencari kos agar mereka bisa meraup pundi sebanyak mungkin.

Betul, pihak yang saya maksud adalah makelar kos.

Makelar kos yang meresahkan

Coba tanya beberapa mahasiswa UNNES yang sedang mencari kos, betapa meresahkannya para makelar kos ini. informasi tentang kos-kosan yang “dimonopoli” oleh mereka bikin banyak orang tak punya pilihan kecuali memakai “jasa” mereka.

Tidak, kalian tak bisa menyalahkan para mahasiswa yang memakai “jasa” mereka. Jika yang memakai “jasa” mereka adalah mahasiswa lama, baik, keputusan mereka bisa dipertanyakan. Tapi, jika yang terjebak adalah mahasiswa baru, mereka tak bisa disalahkan.

Betul, jarak antara pengumuman penerimaan dengan hari kuliah memang lumayan panjang, tapi tak lantas bikin mereka punya cukup informasi tentang kos-kosan. Ayolah, kalian pernah jadi mahasiswa baru, akui saja kalian dulu juga sama butanya dengan mereka.

Terlebih untuk orang yang tak tahu menahu tentang Semarang, lebih detil lagi, UNNES. Tahu kampusnya juga baru waktu kuliah, apa ya kalian mau nyalahin?

Permainan psikologi dan manipulasi informasi

Adanya keterbatasan kos-kosan dengan opsi yang tidak banyak ini akan memicu sebuah rasa khawatir yang cukup tinggi di kalangan orang tua para mahasiswa baru. Kekhawatiran kehilangan kesempatan yang ada tersebut kemudian menimbulkan atmosfer kompetisi yang ketat antar pihak yang sedang membutuhkan. Dengan memainkan psikologi para calon penyewa kos, makelar mencoba megubah keputusan calon penyewa dari pertimbangan harga menjadi sebuah rasa khawatir akan kehilangan peluang di tengah persaingan pasar yang tinggi, sehingga penyewa lebih mungkin untuk menerima harga yang lebih besar pula.

Makelar kos juga tak jarang memberikan informasi yang tidak sepenuhnya akurat, baik terkait lokasi kos, fasilitas yang ada, dan harga. Nah, perkara harga ini yang jujur saja bikin panas. Harga yang dipatok bisa melebihi pasaran, ditambah komisi yang mereka minta.

Baca halaman selanjutnya

Persekutuan zalim dan eksploitatif

Makelar kos zalim yang berafiliasi hingga mengeksploitasi

Jika biasanya seorang makelar hanya memperoleh upah atau komisi atas pekerjaannya, hal ini sedikit berbeda dengan makelar kos yang ada di area UNNES. Mereka bertranformasi menjadi flipper property yang tidak resmi sebagaimana semestinya dan sesuai hukum yang ada. Jika seorang flipper membutuhkan dokumen legalitas yang sah, namun makelar kos UNNES tidak demikian. Mereka hanya membutuhkan modal yang cukup kemudian akan memboyong semua kos yang kosong, dengan nantinya akan mereka jual belikan kembali dengan harga yang tidak wajar.

Kalau itu bukan zalim, lalu apa?

Seorang makelar biasanya berafiliasi satu dengan yang lainnya, mereka akan berkelompok. Bahkan santer terdengar kabar bahwa seorang makelar ini merupakan bagian dari mahasiswa UNNES. Miris, ketika mereka seorang mahasiswa mulai abai dan tidak peduli dengan nasib mahasiswa lainnya.

Petinggi kampus dan BEM ke mana?

Saat ini BEM KM UNNES sendiri sedang melakukan survei dan menampung aspirasi dari seluruh mahasiswa yang sedang merasakan dampak dari keresahan ini. Dengan ini pula, Presiden Mahasiswa UNNES, Fajar Rahmat Sidiq, berupaya menampung data-data yang ada untuk kemudian diidentifikasi lebih mendalam agar ada solusi yang bisa diraih.

Tapi, lagi-lagi, rasanya juga percuma jika baik pemilik kos dan makelar kos tidak punya empati dan hanya melihat manusia tak lebih dari sumber rupiah. Ah, menuntut ilmu nyatanya memang sesulit ini.

Penulis: Agung Anugraha Pambudhi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jasa Info Kos, Merepotkan atau Memudahkan?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version