Main Master League PES dengan Tim Medioker Itu Jauh Lebih Menyenangkan

Di Kampung Saya, Orang-orang Lebih Suka Main PES Dibanding FIFA terminal mojok.co

Di Kampung Saya, Orang-orang Lebih Suka Main PES Dibanding FIFA terminal mojok.co

Saya sering mengisi hari-hari di rumah selama pandemi dengan bermain game sepak bola. Saya biasa memainkan mode master league di Pro Evolution Soccer 2017. Alasannya selain laptop saya kentang, patch atau mod PES 2017 ini banyak yang bikin grafisnya jadi nggak payah-payah banget.

Ada satu hal yang selalu saya lakukan saat bermain mode master league, yaitu bermain dengan tim medioker. Tentu kriteria medioker di sini bukan Manchester United atau Barcelona lho, ya.

Memang ada sensasi tersendiri memainkan master league menggunakan tim medioker. Di mode master league ini saya biasanya memakai klub seperti Derby County, Hoffenheim, atau Nottingham Forest FC. Tim-tim tersebut bagi saya memiliki nama yang enak dilihat, dibaca, dan didengar sehingga spirit buat memainkannya tetap ada sekalipun akan menjadi ampas di musim pertamanya karena memang dasarnya udah tim kalahan.

Sebagai manajer di klub kecil dengan keuangan terbatas, kita ditantang untuk membawa tim papan bawah ini bisa bersaing di papan atas atau bahkan promosi ke liga atasnya. Tentu hal ini bukan perkara mudah. Ada beberapa tantangan seperti duit yang terbatas dan overall ability pemain yang rendah.

Sering kali jika ada pemain yang cedera di posisi tertentu tim antah-berantah ini nggak punya pelapis sehingga tidak jarang kalau bek saya jadikan sayap. Atau paling parahnya ya kiper tak jadikan striker, atau sebaliknya striker jadi kiper karena saking terbatasnya komposisi pemain. Tapi, hal kayak ginilah yang membuat game lawas ini menjadi asik.

Keasyikan lainnya adalah saat saya bisa membentuk pemain di klub antah-berantah tersebut menjadi pemain bintang dan dibeli tim besar dengan harga selangit. Itung-itung juga melatih mental kapitalis yang mungkin berguna di kehidupan nyata. Jangan salah, bukan perkara sepele membuat pemain dengan ability rendah menjadi pemain bintang. Saya dituntut untuk terus memainkan pemain tersebut di setiap laga meski harus kalah sekalipun.

Saya juga bisa memaklumi kalau tim saya kalah karena memang bukan tim besar. Tidak perlu menyalahkan stik atau laptop kentang saya karena memang benar-benar bisa dimaklumi dan diterima kalau tim ini layak kalah. Beda urusan pas bermain pakai tim besar. Kalau kalah ya nggak ada alasan lain lagi selain saya yang goblok dan nggak bisa main. Lha wong sudah dikasih pemain bagus, komposisi lengkap, pas kalah pasti meninggalkan perasaan goblok dan bersalah. Mentok-mentok pencet tombol start dan back to menu. Nggak asik blass….

Pahit getirnya membentuk pemain di tim medioker ini dirasakan di musim awal. Sudah bisa dipastikan kalau pemain tersebut akan menjadi ampas di musim pertamanya. Mulai dari body balance yang ambyar hingga larinya kayak siput. Biasanya, sih, memilih pemain di posisi striker untuk dibentuk lantaran lebih mudah dalam urusan mencetak gol. Yang artinya semakin banyak gol dibuatnya semakin bagus buat perkembangannya.

Berbeda saat kita menggunakan tim besar dengan basis pemain yang memang sudah menjadi bintang di master league. Di tim ini biasanya saya yang skill-nya pas-pasan saja dengan tingkat kesulitan top player sekalipun akan tetap menangan. Menjadi juara di musim pertama sudah biasa. Mau panen trofi juara juga nggak sulit-sulit amat. Seolah-olah dengan memakai tim besar bertabur bintang game PES ini sudah tamat. Nggak ada lagi yang bisa dieksplor dan nggak ada feel from zero to heronya juga.

Lagi pula main dengan tim besar bertabur bintang kemampuan manajemen keuangan saya tidak lagi teruji lha wong duitnya sudah banyak. Mau jual pemain dengan harga selangit juga gampang karena memang sudah jadi pemain bintang. Nggak asik blass lah.

Buat yang merasa bosan karena menangan dan nggak punya lawan tandingan alias solo player mendingan cobain dah main master league dengan tim medioker. Skill nge-game akan teruji. Mungkin bagi yang terbiasa bermain dengan tim besar, kalian harus coba main dengan tim medioker agar kalian bisa merasakan sulitnya membangun sebuah tim dari nol. Benar-benar asik pokoknya.

BACA JUGA Deddy Corbuzier Pernah Bikin Program yang Nggak Laku-laku Amat di Kanal YouTube-nya dan tulisan Fatony Royhan Darmawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version