Menjadi mahasiswa pengerja skripsi, sebenarnya enak dan tidak enak. Bisa dikatakan enak jika kita ketemu dengan dosbing yang supel, mudah ditemui dan yang jelas langsung ACC saat bimbingan. Benar-benar kepinginan maba—mahasiswa bangkotan—, bukan?
Sedang tidak enaknya mengambil mata kuliah skripsi adalah tuntutan ketika dirimu-dirimu segera lulus. Bayangkan! Bayangkan saja, nggak usah dikerjakan! Wong skripsimu aja belum jalan. Ada tuntutan agent of change yang dari dulu dan dulu sekali tersemat pada pundak seorang calon sarjana seperti kalian dan mau tidak mau harus kalian pegang. Setidaknya kalau kalian tidak bisa merubah sesuatu secara global, rubahlah dirimu dulu yang ketika mahasiswa yang dikit-dikit sambat sama orang tua—menjadi lebih mandiri. Syukur kalo bisa membantu meringankan beban beliau berdua. Itu yang pertama.
Kedua, embel-embel gelar kalian yang sebentar lagi akan dicapai, akan menjadi pertimbangan yang serius kala dirimu sowan ke calon mertua. Ingat! Orang tua selalu mengedepankan masa depan anaknya daripada calon mantunya. Yang ketiga, nanti dulu lah. Skripsi aja dulu—lulusnya gampang.
Namun jauh dari kata enak dan tidak enak itu, mahasiswa tingkat akhir—pengejar tanda tangan dosbing skripsi seharusnya tahu diri bagaimana siklus yang sebenarnya terjadi. Berdasarkan hasil pengamatan, kebanyakan masalah dari teman seangkatan, kakak tingkat yang telat wisuda bahkan adik tingkat yang ingin segera wisuda bukanlah pada dosen semata. Kebanyakan dari mereka terbuai dengan kenikmatan hakiki ketika mengerjakan skripsi. Di antara kenikmatan yang hakiki pengerjaan skripsi adalah prosesi mencari dosbing, pengerjaan proposal skripsi, pembahasan pada Bab IV dan pascasidang pernikahan. Eh, salah. Sidang skripsi maksud aing.
Prosesi mencari dosbing
Saat-saat yang paling bersemangat bagi mahasiswa tingkat akhir adalah pencarian dosbing. Proses pencarian ini, bagi anak remaja seakan-akan adalah proses pencarian jati diri. Nah, yang jadi masalah adalah saat jati diri itu ketemu, kebanyakan para mahasiswa ini tidak tahu mau diapakan. Sedang kelanjutan dari kisah ini adalah dibiarkan atau dijarke nganggur.
Lantas buat apa kalian nyari dosbing jika kemudian hanya ditinggalkan. Eman lah sama bensin yang kaubelikan untuk motor kesayanganmu. Kasian pula dosbingmu yang sudah lila legawa nerima kamu apa adanya tapi malah mbok cuwekin. Plaaak!—cape deh.
Pengerjaan proposal skripsi
Yak-yak-yak. Proposal skripsi—proposal TA atau apalah namanya merupakan satu dari tahapan skripsi yang amit-amit butuh perhatian khusus seperti cewek lagi PMS. Tahu kenapa? Kamu tinggal, dia jadi pemarah. Kamu kasih perhatian tapi kamu gak akan pernah memahaminya sama sekali.
Kalian, iya kalian para pengerja skripsi harus memberikan ekstra lebih pada bagian proposal ini. Mulailah dari diri kalian untuk sowan ke sesepuh seperti Mbah Google, Pakdhe Bing atau sesepuh yang mumpuni. Tapi ya tapi. Apa yang disampaikan oleh mereka-mereka itu, jangan kamu telan mentah-mentah. Nggak akan kuat kamu—kloloten, kesedak dan berakhir pada pembantaian pada waktu sidang.
Namun, jika kamu tidak kenal dengan para sesepuh itu, datanglah ke perpustakaan. Bacalah buku-buku yang belum pernah tersentuh tangan-tangan anak modern seperti kalian. #uhuk.
Pembahasan pada Bab IV
“Seperti hubungan kita tidak ada lagi yang perlu dibahas. Aku mau berhenti!” Makdheg. Benar-benar berhenti rasanya dunia ini jika kalimat itu keluar dari pasanganmu. Sungguh sungguh jans sekali kalimat itu. Tapi—wait.. wait..—bukan pasanganmu yang akan kita bahas. Cukup. It’s enough.
Bab IV ini merupakan bab penentuan nasib mahasiswa. Mahasiswa yang sedang menempuh bab ini kebanyakan terlena. Terlena karena nyatanya kasur lebih empuk dari pada bantalan ketikus serta keyboard laptop. Pada momen ini, sifat dasar manusia waktu kecil dimunculkan kembali mulai dari rasa malas hingga tidak pede dengan hasil kerjanya. Semua itu akan muncul ketika kamu, mengerjakan bab IV.
Kasus lain adala ekstra tenaga dan fokus yang dibutuhkan. Pada bab ini, hanya manusia kuatlah yang bisa melewatinya. Ada godaan selain kasur empuk. Tapi, tahukah kalian? Piknik dan teman seangkatan yang udah mesam mesem di pelaminan. Sungguh! Sakit mana yang tak bias kita tahankan. T_T
“Oke—pada bab ini, siapa lagi yang mau bahas?”
Pasca sidang skripsi
Berat berat berat. Habis ngos-ngosan lolos pada pembantaian sidang skripsi, seorang mahasiwa ditemukan DO. Inilah penyebabnya—terlalu sans, Lur.
Eh, Bujang—skripsi itu selesai kalo udah lo kelarin dan udah ada tanda tangan pengesahan dari dekan. Bukan karena kamu sudah sidang. Mbok ya kalian ki jangan tanggung-tanggung. Kalian harus menang dari masa revisi pasca sidang.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa masa setelah sidang itu sungguh melegakan. Kalian bias dolan dolen ke mana saja. “Pak munggah neng langit ya ra kaiki,” kata orang Pekalongan. Tapi mbok ya kewajibanmu dulu diselesaikan. Nanti tak temenin wis. Ke mana? Ke pelaminan? Hayuukkk~